Kasus OTT Suap di BUMN Pupuk, Direktur Humpuss Transportasi Kimia Akan Beri Kesaksian di KPK
Dua saksi tersebut adalah Direktur PT HTK Taufik Agustono dan Pegawai PT HTK Yudha Afrizal Friara.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua saksi kasus dugaan suap pelaksanaan kerja sama pengangkutan di bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) dan penerimaan lain yang terkait jabatan.
Dua saksi tersebut adalah Direktur PT HTK Taufik Agustono dan Pegawai PT HTK Yudha Afrizal Friara.
"Dua saksi itu akan diperiksa untuk tersangka AWI (Asty Winasti, Marketing Manager PT HTK)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (9/4/2019).
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan Anggota DPR Komisi VI dari Fraksi Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso bersama dua orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus ini.
Diduga sebagai penerima Bowo Sidik dan Indung selaku pejabat di PT Inersia. Sedangkan diduga sebagai pemberi, yaitu Marketing Manager PT HTK Asty Winasti.
Dalam konstruksi perkara kasus itu, dijelaskan bahwa pada awalnya perjanjian kerja sama penyewaan kapal PT HTK sudah dihentikan.
Baca: BPN Bikin Survei Internal, Hasilnya: Prabowo-Sandiaga 62 Persen, Jokowi-Maruf 38 Persen
Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia.
Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan kepada Bowo Sidik Pangarso. Selanjutnya, pada 26 Februari 2019 dilakukan nota kesepahaman (MoU) antara PT Pilog dengan PT HTK.
Baca: Warga Bertopi Caping Sambut Jokowi-Maruf di Acara Kampanye di Karawang
Salah satu materi MoU tersebut adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.
Bowo diduga meminta 'fee' kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah 2 dolar AS per metrik ton.
Diduga sebelumnya telah terjadi enam kali penerimaan di berbagai tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sejumlah Rp 221 juta dan 85.130 dolar AS.
Uang yang diterima tersebut diduga telah diubah menjadi pecahan Rp 50 ribu dan Rp 20 ribu sebagaimana ditemukan tim KPK dalam amplop-amplop di kantor PT Inersia.