Kasus Bowo Sidik Terbukti Tak Pengaruhi Elektabilitas Golkar di Pemilu 2019
Emrus menjelaskan, kasus korupsi dan suap tidak hanya menjerat politikus pada satu partai politik saja, melainkan terjadi di banyak parpol.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
![Kasus Bowo Sidik Terbukti Tak Pengaruhi Elektabilitas Golkar di Pemilu 2019](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/jokowi-dan-airlangga-nih2.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil real count sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU), perolehan suara Partai Golkar di Pemilu 2019 menempati posisi kedua besar setelah PDI Perjuangan.
Perolehan ini tidak jauh berbeda dari hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei sebelumnya.
Direktur Eksekutif Lembaga Emrus Corner Emrus Sihombing menilai, perolehan suara Golkar di Pemilu 2019 menunjukkan bahwa kasus suap yang menjerat kader Bowo Sidik Pangarso tidak mempengaruhi elektabilitas partai.
"Terbukti hasilnya Golkar tetap dipilih pemilihnya. Artinya, Golkar masih mendapat kepercayaan rakyat untuk menempatkan wakilnya di DPR, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/ Kota," kata Emrus Sihombing dalam keterangan yang diterima, Rabu (24/4/2019).
Emrus mengatakan, hal ini membuktikan Golkar memiliki pemilih cukup loyal.
"Nampaknya pemilih Golkar mengakar kuat, makanya dia tetap menjadi partai besar sampai sekarang," katanya.
Lebih lanjut Emrus menjelaskan, kasus korupsi dan suap tidak hanya menjerat politikus pada satu partai politik saja, melainkan terjadi di banyak parpol.
Baca: Demonstran Tuntut Bawaslu dan DKPP Nyatakan Pemilu 2019 Curang Secara Nasional
"Kecuali perilaku korup hanya terjadi di partai tertentu. Orang kan melihat di banyak partai, bukan Golkar saja," ujarnya.
Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan (UPH) ini menjelaskan, terjadi perubahan pola di tengah masyarakat dalam menyikapi politisi yang terjerat korupsi.
Baca: Ketika Panglima TNI Bangun dari Duduk, Sambut Salam Hormat Prabowo Subianto
Menurutnya sebagian masyarakat lebih melihat dari sosok atau partai yang dinilai masih menyejahterakan atau memperjuangkan nasib mereka, meski ada beberapa kadernya terseret korupsi.
"Apakah kemudian masyarakat bermigrasi ke partai baru? Belum tentu juga. Publik sepertinya masih meragukan partai-partai baru," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.