Diperiksa KPK, Sekjen ESDM Sebut Proyek PLTU Riau-1 Terus Berjalan
Ego menyebut jika dirinya dimintai keterangannya untuk Samin Tan, bos PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPK terus mendalami penyidikan kasus dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Pada hari ini, tim penyidik memeriksa Sekjen Kementerian ESDM RI Ego Syahrial. Seusai diperiksa ia mengatakan bahwa proyek PLTU Riau-1 terus berjalan meskipun tersangkut kasus korupsi.
"Yang namanya pembangunan pembangkit listrik kan berjalan terus ya, satu memang adalah dampaknya yang harusnya ada penambahan tenaga baru jadi berkurang, paling delay ini," katanya di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2019).
Selain hal tersebut, Ego menyebut jika dirinya dimintai keterangannya untuk Samin Tan, bos PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM).
"Jadi mengenai proses terminasi, jadi intinya detailnya saya sudah sampaikan ke penyidik," ujarnya.
Dikonfirmasi lebih jauh soal adakah aliran dana terkait proses terminasi, Ego berkilah tidak mengetahuinya.
"Oh, enggak ada, enggak ngerti, detailnya sudah saya sampaikan ke penyidik," tutur Ego.
Baca: Bupati Sri Wahyumi Rayakan Ultah di Tahanan KPK, Keluarga Hanya Bisa Doakan
Kemudian pewarta melihat Ego membawa beberapa dokumen di tangannya. Ketika ditanyai, dia menjawab jika dokumen itu ialah dokumen proses terminasi.
"Ini dokumen kontrak, dokumen terminasi, surat menyurat saja. Jadi intinya terkait jabatan saya sebagai sekjen masalah administrasi," katanya.
Tersangka dalam perkara ini adalah Sofyan Basir. Sofyan diduga membantu bekas anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan pemilik saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo mendapatkan kontrak kerja sama proyek senilai USD 900 juta atau setara Rp 12,8 triliun.
Sofyan hadir dalam pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh Eni Maulani Saragih, Johannes Kotjo dan pihak lainnya untuk memasukkan proyek 'Independent Power Producer' (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1 PT PLN.
Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK), Sofyan diduga telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-1 karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.
Sehingga PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam RUPTL PLN. Setelah itu, diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar 'Power Purchase Agreement' (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.
KPK juga sudah mengirimkan surat permohonan cegah untuk Sofyan sejak 25 April 2019 hingga enam bulan ke depan.
Terkait perkara ini, sudah ada 3 orang yang dijatuhi hukuman yaitu mantan Menteri Sosial yang juga mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan.
Eni Maulani Saragih pada 1 Maret 2019 lalu juga telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 5,87 miliar dan SGD 40 ribu.
Sedangkan Johanes Budisutrisno Kotjo diperberat hukumannya oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjadi 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sedangkan PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) Samin Tan juga sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga memberikan suap kepada Eni Maulani Saragih sejumlah Rp 5 miliar.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.