Saksi Ahli ITE: Penyampaian Pesan Via WhatsApp Tak Bisa Digolongkan 'Menyebarluaskan'
Dalam UU ITE, Teguh meyakini jika menyebarluaskan diartikan menyebarkan sesuatu ke publik atau khalayak umum.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saksi ahli Informasi Transaksi Elektronik (ITE) dalam kasus penyebaran hoaks terdakwa Ratna Sarumpaet, Teguh Arifiyadi, menilai menyebarkan pesan dari satu orang ke orang lain tidak bisa disebut sebagai menyebarluaskan.
Apalagi bila hal tersebut dilakukan melalui aplikasi percakapan WhatsApp. Menurutnya, dalam UU ITE hal itu tergolong mentransmisikan pesan atau adanya perpindahan pesan dari satu perangkat ke perangkat lain.
Sementara dalam UU ITE, Teguh meyakini jika menyebarluaskan diartikan menyebarkan sesuatu ke publik atau khalayak umum.
"Penyebaran via WhatsApp itu mentransmisikan tapi apakah dia mendisitribusikan? Konteks pasal 157 KUHP itu penyebaran dengan waktunya sama. Tujuannya untuk diketahui secara umum," ujar Teguh, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019).
"Dalam konteks UU ITE pidana 28 ayat 2 yang menyebar itu untuk diketahui secara umum. Umum itu adalah publik, orang yang tidak dikenal," imbuhnya.
Kuasa hukum Ratna Sarumpaet, Insank Nasruddin, pun kemudian menanyakan apa saja hal yang dilarang atau diatur dalam undang-undang ITE.
Baca: Musisi Ahmad Dhani Singgung Nama Wiranto Sebelum Sidangnya Berlangsung di PN Surabaya
Terkait hal itu, Teguh mengatakan bahwa perjudian, norma susila, dan berita bohong perlindungan konsumen adalah yang diatur dalam peraturan tersebut.
Insank kemudian kembali bertanya, apakah konteks berita bohong perlindungan konsumen itu bisa diartikan sama dengan berita bohong terhadap diri sendiri dalam undang-undang ITE.
"(Berita bohong terhadap diri sendiri) Belum masuk kategori ITE," kata Teguh.