Pemerintahan Mendatang Diminta Tak Tempatkan Terduga Pelanggar HAM 1998 Masuk Kabinet
Karena, pada Mei 1998, kekuasaan otoritarian Presiden Soeharto dapat ditumbangkan oleh kekuatan rakyat.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi masyarakat sipil bersama korban dan keluarga korban tragedi Mei 1998 meminta pemerintahan yang terpilih pasca pemilu tak menempatkan orang-orang yang diduga terlibat pelanggaran HAM masuk ke dalam kabinet.
Hal itu bertujuan agar memudahkan penuntasan kasus pelanggaran HAM 1998.
Demikian dikatakan Koordinator KontraS, Feri Kusuma mewakili segenap keluarga Korban Tragedi Mei 1998 dalam acara tabur bunga di Taman Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Senin (13/5/2019).
"Memutus belenggu impunitas daIam upaya penuntasan kasus tragedi Mei 1998. Hal ini bisa dilakukan oleh Presiden terpilih nantinya dengan tidak menempatkan terduga pelaku serta keluarga terduga pelaku pelanggaran HAM dalam kekuasaan pemerintahan guna mempermudah penegakan hukum dan juga menjamin good governance yang harusnya bersih dari individu yang mempunyai rekam jejak negatif daIam isu HAM," ucapnya.
Baca: Keluarga Korban Kerusuhan Mei 1998 Gelar Prosesi Tabur Bunga dan Doa Bersama di Depan Mall Klender
Selain itu, dia bersama para keluarga korban meminta agar momen tersebut dapat dijadikan sebagai titik balik demokrasi di Indonesia.
Karena, pada Mei 1998, kekuasaan otoritarian Presiden Soeharto dapat ditumbangkan oleh kekuatan rakyat.
Namun, peristiwa bersejarah itu pula yang menimbulkan gejolak dan berbagai kerusuhan yang banyak merenggut korban jiwa.
"Menjadikan tragedi Mei 1998 sebagai sebuah penanda dan titik tolak demokratisasi di Indonesia. Perjuangan menggerus otoritarianisme yang mengorbankan ribuan nyawa ini harus menjadi upaya reflektlf bersama bagi para elite politik dan juga masyarakat Indonesna untuk menyudahi budaya kekerasan di Indonesia," jelasnya.
Lebih lanjut, Feri pun berharap insiden kerusuhan tersebut tak terulang di kemudian hari.
Ia ingin demokrasi terus tegak berjalan beriringan dengan NKRI.
"Menjadikan memorialisasi seperti yang telah dilakukan pemerintah provinsi DKI Jakarta daIam mengenang peristiwa kekerasan Mei 1998 di TPU Pandok Ranggon, Jakarta, agar dilakukan juga terhadap situs atau tempat-tempat pelanggaran HAM di seluruh Indonesia," tuturnya.
"Hal ini bisa menjadi sebuah rambu-rambu di masa depan agar tidak pernah terjadi lagi peristiwa keji yang mengorbankan nyawa manusia Indonesia," pungkasnya.
Sebelumnya, di pagi harinya, para keluarga korban tragedi kerusuhan Mei 1998 melakukan prosesi tabur bunga dan doa bersama di depan Mall Klender, Jakarta Timur.
Hal itu dimaksudkan agar mengenang dan mengingatkan pemerintah agar kasus pelanggaran HAM di masa lalu dituntaskan.
Acara tersebut diinisiasi oleh Amnesty International Indonesia, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Ikatan Keluarga Orang Hilang (IKOHI), KontraS dan Paguyuban Mei'98.