Awal Penangkapan Mustofa Nahrawardaya, Firasat Istri Hingga Minta Dibebaskan
Cathy Ahadianti ingin suami, Mustofa Nahrawardaya dipulangkan karena harus mengontrol kondisi kesehatan akibat penyakit asam urat.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pegiat media sosial sekaligus Koordinator Relawan IT Badan Pemenangan Nasional (BPN) capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Mustofa Nahrawardaya, diciduk Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Minggu (26/5/2019) pukul 03.00 WIB.
Caleg PAN tersebut harus berurusan hingga ditahan polisi karena cuitan informasi hoaks terkait kericuhan 21-22 Mei di Jakarta di akun twitter-nya, @AkunTofa.
Istri Mustofa Nahra, Cathy Ahadianti, mendatangi kantor Bareskrim Polri di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, pada Minggu malam.
Ia mengaku datang untuk menyerahkan obat-obatan untuk Mustofa.
Cathy mengaku diberitahu jika saat itu suaminya masih menjalani pemeriksaan dari penyidik. Namun, dia tetap khawatir dengan kondisi kesehatan Mustofa Nahra mengingat ada tiga penyakit yang diderita.
Baca: Kronologis Lengkap Upaya Pembunuhan Tokoh Nasional: Ditransfer Rp 150 Juta, HK Beli 4 Senjata Api
"Makanya ini saya mau bawa obatnya karena beliau masih dalam pengobatan dokter," ujar Cathy.
Ia menceritakan Mustofa Nahra menderita sakit asam urat, diabetes, dan darah tinggi. Ia ingin suaminya itu dipulangkan karena harus mengontrol kondisi kesehatan suaminya itu.
Menurutnya, Mustofa sedang sakit pada 20 hingga 24 Mei 2019.
Penyakit asam urat sang suami sedang dalam kondisi parah saat itu hingga Mustofa tidak dapat bangun dari tempat tidur. Namun, dua hari berikutnya dia ditangkap oleh polisi dari rumah.
"Bapak (Mustofa) itu sakitnya ada tiga, asam urat, darah tinggi, sama diabet, yang kebetulan kemarin lagi parah itu asam uratnya, makanya enggak bisa jalan beliau, turun dari tempat tidur pun enggak bisa," ungkapnya.
Baca: Keputusan Sandiaga Uno Setelah Namanya Ramai Disebut Masuk Daftar Calon Menteri Jokowi-Maruf
Ia juga mengaku sudah dikontak oleh Koordinator Juru Bicara BPN Dahnil Anzar Simanjuntak.
Cathy menuturkan, komunikasi tersebut terkait pendampingan hukum untuk Mustofa dari BPN Prabowo-Sandiaga.
"Sudah ada Mas Dahnil yang komunikasi dengan saya," kata Cathy.
Baca: Belasan Orang Ditusuk, 13 di Antaranya Pelajar SD di Jepang, Sang Pelaku Coba Bunuh Diri
Kendati demikian, Cathy belum mengetahui perkembangan terbaru perihal bantuan hukum dari BPN. Ia mengaku harus berkoordinasi kembali dengan pengacara yang sekarang mendampingi Mustofa, Djudju Purwantoro.
Djudju Purwantoro mengatakan pihaknya akan mengajukan penangguhan penahanan kliennya yang kini ditahan di Bareskrim Polri.
Dia juga mengkritik penahanan anggota BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno itu yang terlalu cepat.
Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengatakan penyidik akan mempertimbangkan kondisi kesehatan dan psikologi tersangka Mustofa Nahra sebelum melakukan pemeriksaan.
"Penyidik tentunya melihat kembali kondisi kesehatan dan psikologisnya untuk memeriksa yang bersangkutan," ujar Dedi.
Dedi mengatakan, penyidik akan melakukan pemeriksaan jika kondisi kesehatan dan psikis Mustofa memungkinkan.
Namun, Mustofa akan dirujuk ke rumah sakit apabila belum siap untuk dimintai keterangan oleh penyidik.
"Kalau kondisi kesehatan dan psikologinya belum siap nanti akan dirawat di rumah sakit," jelasnya.
Dedi menjelaskan, penyidik melakukan penahanan kepada Mustofa Nahra sejak Senin dini hari setelah lebih dulu menetapkannya sebagai tersangka.
"Saat ini saudara M sudah kami tetapkan sebagai tersangka dan ditahan untuk 20 hari ke depan," kata Dedi.
Salah satu alasan penyidik menahan Mustofa Nahra karena ancaman hukuman pidana dari sangkaan yang bersangkutan adalah di atas lima tahun.
Penyidik menetapkan Mustofa Nahra sebagai tersangka menyebarkan ujaran kebencian berdasarkan SARA dan hoaks yang menimbulkan keonaran melalui media sosial.
Dia melakukan hal itu di dua akun twitter-nya, yakni @AkunTofa dan @TofaLemonTofa.
Mustofa disangkakan melanggar Pasal 45 huruf (a) ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Mustofa ditangkap karena cuitan soal video viral sekelompok anggota Brimob mengeroyok warga di depan Masjid Al Huda, Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (23/5/2019).
Menurut keterangan polisi, twit Mustofa tidak sesuai fakta. Dalam cuitannya, Mustofa mengatakan bahwa korban yang dipukuli bernama Harun (15) dan tewas.
Dedi mengatakan, Mustofa mengunggah sebuah video yang kemudian ditambahkan dengan narasi tertentu di akun twitter-nya.
"Innalillahi-wainnailaihi-raajiuun. Sy dikabari, anak bernama Harun (15) warga Duri Kepa, Kebon Jeruk Jakarta Barat yg disiksa oknum di Komplek Masjid Al Huda ini, syahid hari ini. Semoga Almarhum ditempatkan di tempat yg terbaik disisi Allah SWT, Amiiiin YRA." Demikian cuitan di @AkunTofa disertai emoticon menangis dan berdoa.
Dedi menjelaskan, unggahan tersebut dapat memancing emosi publik dan membentuk opini masyarakat.
"Dalam rangka yang bersangkutan mem-posting video kemudian ditambahkan foto kemudian ditambahkan narasi-narasi, narasi kemudian sama foto yang digabungkan dengan video," ungkapnya.
"Narasi-narasi itu bisa membangkitkan emosi masyarakat dan bisa membentuk opini masyarakat. Itu berbahaya," kata dia.
Namun, dari penyidikan polisi menemukan fakta lain. Menurut polisi, pria yang dipukuli dalam video itu adalah Andri Bibir, salah satu pelaku rusuh yang berperan menyiapkan batu dan air bilas untuk demonstran di depan kantor Bawaslu.
Dugaan penganiayaan anggota Brimob kepada yang bersangkutan dilakukan karena berusaha melarikan diri saat ditangkap.
Meski Mustofa Nahra dalam cuitan selanjutnya sempat mengklarifikasi setelah ada penjelasan di pemberitaan, namun cuitan awal Mustofa kadung menyebar dan menimbulkan keonaran.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol M Iqbal mengatakan, tersangka Mustofa Nahra telah melakukan memutarbalikan fakta.
Fakta yang dimaksud terkait tindakan eksesif yang dilakukan anggota Brimob terhadap seseorang dalam sebuah video viral.
Menurut Iqbal, Mustofa menempelkan atau mengaitkan tindakan eksesif (berlebihan,-red) Brimob itu kepada korban bernama Harun.
Padahal, pria yang dipukuli oleh Brimob itu adalah pria lain yang belakangan diketahui adalah Andri Bibir.
"Jadi ada sekelompok oknum Brimob lakukan tindakan eksesif, tindakan di luar kewenangannya terhadap seseorang yang ada dalam video viral, tapi ditempelkan kepada almarhum Harun Rasyid yang bukan itu," jelas Iqbal.
Menurut Iqbal, Harun Rasyid meninggal karena diduga tertembak. Namun, kejadian dugaan penembakan tidak terjadi di Kampung Bali.
"Harun Rasyid bukan di sana ditemukannya, luka-luka tidak ada luka lebam juga almarhum tapi diduga luka tembak, gitu ya," ujarnya.
Pada 1 November 2018, Mustofa Nahrawardaya juga pernah dipanggil dan dimintai keterangan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri terkait dugaan penyebaran hoaks seputar insiden kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 di Twitter.
Dalam akun media sosial twitter @AkunTofa ia menulis, "Kabar dari teman saya di Halim, Lion Air sudah mendarat di Halim Perdana Kusuma Alhamdulillah."
Mustofa menyatakan, kicauannya itu sebatas kode pemberitahuan ia telah tiba di bandara Halim Perdana Kusuma menggunakan pesawat Lion Air untuk istri atau sopirnya.
Dan cuitannya disangka hoaks lantaran waktunya bertepatan dengan jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di peraran Karawang, Jawa Barat.
Istri Ngaku Sudah Firasat
Cathy Ahadianti menceritakan pada Minggu dini hari, saat itu ia dan suaminya, Mustofa Nahrawardaya baru saja pulang mengisi acara Itikaf di Tebet, Jakarta Selatan.
"Kami baru tiba di rumah pukul 02.00 WIB, bapak baru istirahat sebentar, sekitar jam 03.00 WIB, bel rumah kami dibel terus berkali-kali. Ketika kami lihat di luar sudah banyak orang, ada Ketua RT juga," kata istri Mustofa Nahrawardaya, Cathy Ahadianti dikutip dari TV One.
Cathy Ahadianti melanjutkan karena waktu itu dirinya sudah berganti pakaian, maka Mustofa Nahrawardaya yang membuka pintu.
"Karena saya sudah kondisinya sudah pakai baju tidur jadi bapak yang terlebih dulu keluar, bapak mempersilakan bapak-bapak itu masuk, kami awalnya tidak tahu itu polisi, karena mereka berpakaian sipil. Kemudian saya dengar di bawah kok ramai, akhirnya saya turun saya perhatikan, ternyata beliau ini membawa surat penangkapan, saya diberi copy-nya," kata Cathy.
Dalam surat penangkapan, kata Cathy Ahadianti, tertulis bahwa Mustofa Nahrawardaya melakukan penyebaran berita bohong.
"Isinya katanya suami saya melakukan penyebaran berita bohong pada tanggal 24 Mei disini terjadinmya, pelaporannya dilakukan tanggal 25 Mei kemudian tanggal 26 dini hari sudah ditindak," tuturnya.
Cathy Ahadianti mengaku sudah memiliki firasat jika Mustofa Nahrawardaya akan ditangkap polisi sejak sebelum aksi 22 Mei di Bawaslu.
"Dari awal gitu kita sudah feeling akan ada sesuatu terjadi, sudah ada feeling kalau bapak akan ada penangkapan untuk bapak entah pasalnya apa kita belum tahu tapi kita sudah feeling," kata Cathy Ahadianti soal penangkapan Mustofa Nahrawardaya.
Cathy Ahadianti menuturkan sejak tanggal 20 Mei 2019 sampai tanggal 24 Mei 2019, handphone Mustofa Nahrawardaya tidak berfungsi dengan normal.
"Sejak tanggal 20 sampai 24 Mei memang handphonenya bapak sering kali seperti hang, akunnya juga tidak bisa diakses, memang ada pembatasan kan pada tanggal 22 Mei kalau gak salah, tapi sebelumnya ketika tanggal 20 kan sudah ada massa, itu sudah mulai susah dipakai, dan pada saat itu bapak sedang sakit di rumah," kata Cathy Ahadianti.
Cathy meyakini cuitan soal pemukulan oleh anggota Brimob di Masjid Al Huda Kampung Bali diduga bukan ditulis oleh Mustofa Nahrawardaya.
"Kalau soal itu terkadang akunnya bapak tidak bisa dikuasai bapak sendiri, ini sudah sering terjadi, mungkin orang-orang banyak yang gak percaya, tapi itu sangat sering terjadi, malah pernah jadi following-nya itu tiba-tiba nol, padahal following-nya ribuan orang tiba-tiba nol dan akun yang sebelumnya itu semua kejadiannya hampir mirip. Jadi, ada pihak yang ngutak-ngatik dulu, kemudian akhirnya jadi pasal, kemudian dipanggil polisi. Halnya sama, mirip. Jadi, saya sudah tidak heran," kata dia.
Cathy Ahadianti mengatakan ada dua telepon seluler milik Mustofa Nahrawardaya yang disita oleh polisi, termasuk ponsel yang terdapat nomor telepon anggota BPN Center.
Ia juga menilai ada sejumlah kejanggalan pada penangkapan terhadap suaminya, di antaranya pada surat penangkapan dari polisi.
Menurutnya, tanggal pelaporan dan tanggal penangkapan menjadi kejanggalan yang pertama.
"Satu, yang kejanggalan dari surat penangkapan, ini kan berdasarkan laporan orang pada tanggal 25 Mei, kemudian ini sudah ditangkap 26 Mei dini hari, sungguh cepat sekali prosesnya, hebat sekali yang lapor," ujarnya.
Selain tanggal, Cathy juga menyoroti lokasi dilakukan tindak pidana yang dituduhkan pada Mustofa Nahrawardaya.
"Dalam surat penangkapan ini ditulis bahwa hukum pidana yang diketahui terjadi pada tanggal 24 Mei di Jakarta Selatan, seperti yang saya ceritakan tadi, pada 24 Mei bapak tidak kemana-kemana hanya di Bintaro, Bintaro itu Tangerang Selatan bukan Jakarta Selatan, maka perlu dipertanyakan siapa yang melaukan di Jakarta Selatan ini," ujarnya. (tribun network/dit/kcm/coz)