Mencari Siasat di Periode Perang Dagang
Kalau Indonesia tidak bersiasat dalam ketidakpastian itu, kinerja perekonomian akan memburuk.
Editor: Content Writer
Fakta itu pun tak luput dari perhatian pemerintah serta komunitas pengusaha. Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menko Perekonomian Darmin Nasution serta pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) sudah berbicara dan mengajak semua pihak untuk mencermati dan mewaspadai dampak perang dagang itu terhadap perekonomian nasional.
Menkeu Sri Mulyani dan Menko Darmin mencatat bahwa kini risiko yang dihadapi lebih tinggi akibat perang dagang itu, dan pada gilirannya berpengaruh negatif terhadap kinerja ekspor Indonesia.
Per Juni 2019 ini, perang dagang itu bukan lagi ancaman, tetapi “Masuk masa implementasi ancaman itu," ujar Sri Mulyani, Rabu (5/6/). Indonesia akan merasakan dampaknya pada pelemahan kinerja ekspor mulai kuartal II tahun ini.
Sampai kapan pelemahan kinerja ekspor itu akan berlangsung? Sulit untuk diprediksi, karena Presiden AS Donald Trump terus mengeskalasi tekanan terhadap Cina.
Setelah memberi perlakuan buruk kepada Huawei, Trump kembali mengancam akan menekan China dengan menaikkan tarif tambahan untuk produk Cina senilai 300 miliar dolar AS lagi.
Tak berhenti sampai di situ, AS pun berencana menjual tank dan senjata ke Taiwan senilai lebih dari 2 miliar dolar AS. Negosiasi jual-beli itu masih berlangsung sebelum dibawa ke Kongres AS untuk mendapatkan persetujuan.
Rencana ini dipastikan membuat Cina semakin marah, sehingga sulit untuk memprediksi durasi ketidakpastian sekarang ini. Rencananya, AS ingin menjual 108 unit M1A2 Abrams tank, plus amunisi anti pesawat dan amunisi anti tank.
Niat Taiwan memperbarui armada tank menjadi alasan pembenaran rencana transaksi itu. Taiwan selama ini mengandalkan armada M60 Patton.
Modal dan Peluang
Dampak perang dagang itu bagi Indonesia sudah dikalkulasi, baik oleh pemerintah maupun para ekonom. Karena itu, langkah antisipatif pun telah coba dirumuskan.
Bisa dipastikan bahwa kinerja ekspor akan melemah, sehingga defisit neraca perdagangan bisa berkepanjangan. Laju ekspor sejumlah komoditas unggulan Indonesia tidak akan mulus lagi.
Salah satu komoditas unggulan yang terdampak adalah minyak kelapa sawit mentah atau CPO (crude palm oil) dan karet. Pada saat yang sama, ada potensi pasar Indonesia yang besar akan dibanjiri produk impor dari kedua negara. Misalnya, produk baja dari Cina.
Pemerintah RI sudah mengantisipasi kemungkinan ini. Dampak ikutan lainnya adalah meningkatnya permintaan valuta asing akibat tingginya volume impor. Tingginya permintaan valuta asing berpotensi mendepresiasi rupiah.
Dari gambaran perkiraan ekses seperti itulah Indonesia harus bersiasat, agar ketidakpastian global itu tidak menimbulkan kerusakan serius. Untuk itu, negara harus kondusif.