Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bagan Pemisahan Alur Laut di Selat Sunda dan Selat Lombok Resmi Diberlakukan Juni 2020

Sidang Organisasi Maritim Internasional atau International Maritime Organization (IMO) Maritime Safety Committee ke 101 di London, Inggris yang berlan

Editor: Content Writer
zoom-in Bagan Pemisahan Alur Laut di Selat Sunda dan Selat Lombok Resmi Diberlakukan Juni 2020
Kemenhub
Sidang Organisasi Maritim Internasional atau International Maritime Organization (IMO) Maritime Safety Committee ke 101 di London, Inggris yang berlangsung dari tanggal 5-14 Juni 2019. 

Sidang Organisasi Maritim Internasional atau International Maritime Organization (IMO) Maritime Safety Committee ke 101 di London, Inggris yang berlangsung dari tanggal 5 s.d.14 Juni 2019 resmi mengadopsi proposal Indonesia terkait bagan pemisahan alur laut atau Traffic Seperation Scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok untuk diberlakukan pada Juni 2020.

Keberhasilan tersebut, sekali lagi, menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan pertama di dunia yang memiliki TSS. Hal tersebut, membuktikan tanggung jawab dan kepedulian Indonesia terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan
maritim.

Perjuangan selama 2 tahun yang dilakukan Kementerian Perhubungan dan juga dukungan dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Pusat Hidrografi dan Oseanografi, Kementerian Luar Negeri, serta Kedutaan Besar RI di London, telah membuahkan hasil positif namun juga membawa sejumlah konsekuensi yang harus segera ditindaklanjuti.

Lalu, apa konsekuensinya dengan diberlakukannya TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok bagi Indonesia?

Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R. Agus H. Purnomo mengatakan bahwa keberhasilan Indonesia dalam mengusulkan proposal TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok ke IMO dan akhirnya diberlakukan penuh di bulan Juni 2020 tentunya akan meningkatkan profil dan citra Indonesia di lingkungan internasional sebagai salah satu negara maritim di dunia dan akan membawa keuntungan bagi Indonesia dalam berbagai aspek.

"Pemberlakuan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok ini juga merupakan upaya Indonesia dalam hal ini Kementerian Perhubungan cq. Ditjen Perhubungan Laut untuk melindungi kepentingan kapal-kapal nelayan lokal, angkutan penyeberangan, pelayaran rakyat, angkutan penumpang dan barang dalam negeri serta perlindungan lingkungan maritim di kawasan Selat Sunda dan Selat Lombok yang harus dilaksanakan dengan tetap menghormati hak-hak pelayaran internasional melalui Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)," ujar Dirjen Agus.

Sesuai dengan mandat yang diberikan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan, Pasal 44 ayat 1, yang menetapkan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menjadi penanggung jawab pelaksanaan kegiatan dan administrasi pemerintah (maritime administration) pada Organisasi Maritim Internasional (IMO) dan/atau lembaga internasional di bidang pelayaran lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangann akan segera melakukan langkah-langkah persiapan menjelang pemberlakuan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok tersebut pada bulan Juni 2020.

BERITA REKOMENDASI

Dirjen Agus menjelaskan langkah persiapan tersebut antara lain meliputi Penyusunan Petunjuk dan Tata Cara berlalu lintas pada TSS, penguatan infrastruktur pengawasan dan pengendalian lalu lintas pelayaran melalui Stasiun Vessel Traffic Services (VTS) yang terdapat di kedua selat dimaksud, penguatan pelayanan Telekomunikasi Pelayaran serta Marine Safety Information (MSI) melalui Stasiun Radio Pantai / Coastal Radio Stasiun, pemberlakuan penggunaan perangkat identifikasi kapal atau Automatic Identification System (AIS) Kelas B pada kapal-kapal Non-SOLAS, sosialisasi, edukasi masyarakat, dan lain sebagainya.

Disamping fungsi-fungsi yang diemban oleh Ditjen Perhubungan Laut melalui Direktorat Kenavigasian tersebut, Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai atau Sea and Coast Guard Indonesia serta Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen Perhubungan Laut juga sangat berperan dalam mengawal pelaksanaan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok.

"Mulai dari melakukan pengawasan kelaikan kapal dan pengawakannnya, panyelenggaran keamanan dan ketertiban pelayaran, serta penegakan hukum di bidang pelayaran sesuai dengan peraturan perundangan nasional maupun konvensi dan resolusi internasional yang berlaku," jelas Dirjen Agus.

Agus menambahkan bahwa unsur dimaksud juga harus memastikan terpenuhinya penerapan berbagai
instrumen keselamatan dan keamanan baik di pelabuhan maupun di atas kapal sesuai standar yang ditetapkan melalui konvensi dan resolusi internasional.

Kepala Distrik Navigasi Kelas I Dumai, Raymond Sianturi mengatakan bahwa Ditjen Perhubungan Laut sudah memiliki sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok, salah satunya adalah keberadaan Marine Command Center (MCC) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, sebagai pusat
pemantauan lalu lintas pelayaran dan sekaligus sebagai National Data Center (NDC) yang diakui oleh
IMO.

Sarana dan prasarana tersebut juga berguna untuk mendukung aksi terhadap pembajakan kapal melalui sistem Long Range Identification dan Tracking (LRIT) yang berbasis satelit, juga siap mendukung dalam aspek keamanan pelayaran.

"Langkah-langkah persiapan tersebut akan dilaksanakan secara berkesinambungan bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Pusat Hidrografi & Oseanografi yang juga akan memproduksi peta laut baik peta kertas maupun peta elektronik guna mendukung pemberlakuan TSS dimaksud," jelas Raymond.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas