Posisi Bambang Widjojanto di Tim Hukum Prabowo-Sandi Bisa Merusak Citra Peradilan
Terlebih, BW menjabat sebagai anggota TGUPP Jakarta dan menerima gaji puluhan juta rupiah setiap bulan.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Posisi Bambang Widjojanto (BW) sebagai pengacara paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam sidang PHPU Pilpres 2019 dinilai bisa merusak citra peradilan di Indonesia.
Pakar hukum tata negara Universitas Udayana Jimmy Usfunan menilai, BW tidak bisa bisa beracara ketika masih menjabat sebagai pejabat pemerintah.
Terlebih, BW menjabat sebagai anggota TGUPP Jakarta dan menerima gaji puluhan juta rupiah setiap bulan.
Hal itu, kata Jimmy, telah melanggar kode etik advokat sebagaimana aturan dalam UU Advokat dan Kode Etik Advokat.
“Memang dalam konteks ini kan kalau kita lihat di UU Advokat dan kemudian kode etik di advokat sendiri mengatakan bahwa orang atau advokat yang sedang menjabat sebagai pegawai atau pejabat dalam pemerintahan dia tidak boleh beracara,” ujar Jimmy saat dihubungi, Jumat (14/6/2019).
Baca: Istana Tak Akan Intervensi Kasus Kivlan Zen
“Dalam konteks dan etika yang harus dipegang oleh pengacara yang terikat pada kode itu sendiri,” tambahnya.
Terkait dengan persoalan itu, Jimmy menilai pihak yang melaporkan BW ke Peradi tidak bisa dituding untuk menghalangi kegiatan BW membela Prabowo-Sandi.
Namun, ia melihat pelaporan itu sebagai upaya penegakan etika profesi advokat yang ada di dalam aturan.
Lebih lanjut, Jimmy menilai persoalan yang melilit BW bukan hanya terkait jabatan.
Ia mengatakan, pernyataan BW terkait MK sebagai bagian dari rezim korup jika menolak dalil permohonan Prabowo-Sandi juga merupakan persoalan.
Jimmy juga menilai BW keliru karena meneptakan dirinya sendiri sebagai pihak yang paling bersih dan antikorupsi. Sikap itu, lanjutnya, berbahaya jika ditiru oleh advokat lain.
“Nah kalau itu yang terjadi maka citra dunia peradilan, citra pemikiran masyarakat semakin tidak baik lagi kepada pengadilan. Padahal di satu sisi Indonesia ini negara hukum di mana persoalan-persoalan hukum harus diselesaikan di pengadilan,” ujar Jimmy.
Baca: Singgung Kasus Bowo Sidik, BW: Jual-Beli Suara Masif di Pemilu 2019
“Ketika orang sekelas BW mengatakan seperti itu maka sama saja mengajarkan masyarakat mulai tidak mmpercayai mekanisme-mekanisme hukum yang berlaku,” jelasnya.
Untuk itu, Jimmy menyarankan Peradi melakukan pemeriksaan terhadap BW.
Ia juga menyarankan Peradi melihat dampak yang terjadi dalam mengambil keputusan terhadap BW.
Peradi, kata Jimmy, jangan mengambil keputusan yang nantinya dapat merendahkan kode etik advokat.
“Kalau semua advokat berargumen seperti itu di pengadilan-pengadilan negeri ‘pokoknya kalau hakim tidak mengikuti dalil kami, hakim semua rusak’ nah itu kan rusak negara ini kalau semua menggunakan pemikiran seperti itu. Oleh karena itu Peradi harus mengambil sikap ini persoalan etika dari pernyataan itu supaya tidak diikuti advokat-advokat lain,” ujar Jimmy.
“Yang kedua persoalan dari kode etik profesi tadi terkait kelayakan dari seorang yang masih menjadi bagian dari pemerintah tapi kemudian dia beracara padalah itu kan seharusnya tidak bisa,” tutupnya.