Bambang Widjojanto Akui Sulit Membuktikan Kecurangan Pilpres
Bambang Widjojanto mengakui pihaknya sebagai pemohon sengketa pilpres tidak mungkin membuktikan kecurangan yang terjadi di pemilihan presiden 2019.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perselisihan hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden atau disebut sengketa pilpres tinggal menunggu putusan.
Sembilan orang majelis hakim konsitusi dijadwalkan mengumumkan atau membacakan hasil akhir pilpres 2019, Kamis (27/6/2019) lusa.
Bagaimana peluang kemenangan pemohon Paslon 02, Prabowo Subianto - Sandiaga S Uno?
Kuasa hukum Paslon 02, Bambang Widjojanto, mengakui pihaknya sebagai pemohon sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi tidak mungkin membuktikan kecurangan yang terjadi di pemilihan presiden 2019.
Baca: Belahan Rok Punya Tujuan Khusus, 5 Hal tentang Seragam Pramugari Lion Air yang Jarang Diketahui
Menurut Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno itu, yang bisa membuktikan kecurangan adalah institusi negara.
"Siapa yang bisa buktikan (kecurangan) ini? Pemohon? Tidak mungkin. Hanya institusi negara yang bisa, karena ini canggih," kata Bambang Widjojantodi Media Center Prabowo-Sandiaga, Jakarta, Senin (24/6/2019).
Bambang Widjojanto menyebut, dalam sengketa Pilpres 2019 selalu yang dijadikan perbandingan adalah form C1, yakni formulir hasil rekapan perolehan suara asli dari tempat pemungutan suara (TPS) untuk membuktikan perbedaan selisih suara.
Padahal, menurut Bambang, pembuktian kecurangan saat ini tak bisa lagi menggunakan cara-cara lama seperti membandingkan formulir C1.
Baca: Ully Moch Rilis Lagu 'HUN' Bersama Ifan Seventeen, Ciptaan Mendiang Herman Seventeen untuk Istri
BW sapaan Bambang Widjojanto pun membandingkan MK yang bertransformasi ke arah modern dengan permohonan perkara daring dan peradilan yang cepat, maka pembuktiannya diharapkan dapat menjadi modern pula.
"Katanya speedy trial. Kalau speedy trial enggak bisa pakai old fashioned," ujar dia.
Hal serupa dikemukakan oleh juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo - Sandiaga, Dahnil Anzar.
Menurut dia, dalam sidang MK, majelis perlu menggunakan paradigma progresif substantif.
Agar kemudian tadi saya sebutkan paradigma hakim itu bukan lagi paradigma kalkulator, mahkamah kalkulator, tapi paradigmanya progresif substantif,” kata dia.
MK telah selesai menggelar pemeriksaan perkara hasil pilpres melalui persidangan.
Sidang digelar sebanyak lima kali, sejak tanggal 14 - 21 Juni, dengan agenda pembacaan dalil pemohon, pembacaan dalil termohon dan pihak terkait, pemeriksaan saksi pemohon, termohon, serta pihak terkait.
Selanjutnya, Mahkamah akan mempelajari, melihat, meneliti alat-alat bukti serta dalil dan argumen yang telah disampaikan selama persidangan.
Menurut jadwal, MK akan memutuskan sengketa perkara pada Kamis (27/6/2019).
Pengamat politik Sebastian Salang mengatakan tidak terlalu sulit bagi para hakim Konstitusi untuk menyimpulkan dan memutuskan perkara sengketa pemilu presiden 2019, pada Kamis (27/6/2019) mendatang.
Sebab semuanya terang benderang. Yakni gugatan tim 02, bukti yang mereka ajukan dan saksi yang dihadirkan, tidak cukup meyakinkan untuk membuat hakim mengabulkan permohonan itu.
Baca: Sidang Putusan Sengketa Pilpres 2019 Dipercepat, PA 212 Berkeras Tetap Mobilisasi Massa
"Antara dalil yang disampaikan dengan bukti dokumen dan keterangan saksi masih sumir," ujar Pendiri lembaga Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) ini kepada Tribunnews.com, Senin (24/6/2019).
Menurut dia, karena tim sukses 02 tidak cukup telaten mempersiapkan bukti dan waktu yang terbatas bagi tim kuasa hukum mempersiapkan semuanya dengan baik dan rinci.
Sebaliknya, pihak terkait (Joko Widodo-Maruf Amin) dan termohon (Komisi Pemilihan Umum) terlihat sangat siap dengan dokumen sebagai alat yang memperkuat bukti dan argumentasinya.
"Hampir semua tuduhan dan keterangan saksi pihak 02 dapat dipatahkan dalam persidangan. Karena dalil yang mengatakan telah terjadi kecurangan yang terstruktur, sistimatis dan masif (TSM), tidak dapat dibuktikan secara cukup meyakinkan di Pengadilan," jelasnya.
Hal senada juga disampaikan Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego.
"Kalau argumen BPN hanya opini tanpa bukti, kelihatannya dalil pelanggaran Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM) tidak terbukti," ujar Indria Samego.
Dia memprediksi hakim-hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan susah menerima dalil pelanggaran pemilu presiden yang TSM seperti disampaikan BPN.
"Hakim konstitusi yang biasa beracara dengan bukti, susah menerima argumen Ketua Tim Hukum BPN (Badan Pemenangan Nasional) Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto (BW) dan kawan-kawan. Buktinya pun lemah," kata Indria Samego.
Jauh dari itu semua, Indria Samego berharap agar semua pihak, baik itu kubu 01 dan 02 bisa legowo menerima apapun nanti keputusan dari MK terkait sengketa pemilu presiden 2019.
Setelah melihat segala halnya baik dari saksi fakta, saksi ahli, substansi gugatan, Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf Amin tidak terbukti adanya kecurangan pemilu secara Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM).
"Kita tidak melihat satu pun yang dikatakan TSM. Tidak memenuhi kualifikasi itu karena memang tidak ada fakta dan datanya," ujar Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf Amin, Abdul Kadir Karding yang juga Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). (Tribun Network/zal/mal)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.