Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menkumham Susun Argumentasi Yuridis untuk Yakinkan Jokowi Beri Amnesti ke Baiq Nuril

Katanya, bisa saja amnesti langsung ditangani oleh presiden lewat Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg).

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Menkumham Susun Argumentasi Yuridis untuk Yakinkan Jokowi Beri Amnesti ke Baiq Nuril
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menjawab pertanyaan wartawan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/6/2019). Yasonna diperiksa sebagai saksi atas kasus dugaan korupsi proyek KTP Elektronik yang menjerat politikus Partai Golkar, Markus Nari. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan pihaknya bakal menyusun argumentasi yuridis untuk yakinkan Presiden RI Joko Widodo supaya memberi amnesti kepada Baiq Nuril.

"Kami akan menyusun pendapat hukum kepada bapak presiden. Kami akan mempersiapkan argumentasi yuridisnya mengenai hal itu," kata Yasonna usai bertemu Baiq Nuril di Kemenkumham, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019).

Katanya, bisa saja amnesti langsung ditangani oleh presiden lewat Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg).

Namun supaya bisa lebih meyakini sang kepala negara, Yasonna sengaja argumentasi tersebut dengan mempertimbangkan penerapan hukum progresif.

"Yang kita khawatirkan kalau sempat ini tidak dilakukan maka ada mungkin ratusan ribu wanita-wanita Indonesia yang kena kekerasan seksual, tidak berani lagi mengadukannya, atau memprotesnya," ungkapnya.

Baca: 5 Fakta Perjalanan Kasus Baiq Nuril, Berawal Telepon Asusila dari Atasan hingga Penolakan PK oleh MA

Dalam upaya penyusunan argumentasi penguat ini, Yasonna menggelar Focus Group Discussion (FGD) membahas perihal pengajuan amnesti Baiq Nuril.

Kemenkumham turut mengundang para pakar hukum antara lain Muladi, Gayus Lumbun, Nospianus Max Damping, Ganjar Laksmana, Andi Saputra, Bivitri Susanti, Oce Madril, dan Feri Amsari.

Berita Rekomendasi

Sementara dari pihak Kemenkumham, FGD ini turut diikuti Yasonna Laoly, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Cahyo Muzhar, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Widodo Ektjahjana, dan Direktur Pidana AHU Lilik Sri Haryanto.

FGD juga diikuti dua penasihat hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi dan Widodo, serta tim IT dari Kementerian Informasi dan Komunikasi.

Yasonna menjelaskan bahwa masalah yang menimpa Baiq Nuril bukanlah kasus kecil. Perkara tersebut menyangkut soal keadilan yang dirasakan Baiq Nuril dan juga banyak wanita lain di luar sana.

"Begini, ini bukan kasus kecil. Ini adalah menyangkut rasa keadilan yang dirasakan oleh ibu Baiq Nuril dan banyak wanita-wanita lainnya," ujar Yasonna usai bertemu Baiq Nuril di Kemenkumham, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019).

Rasa ketidak adilan yang dimaksud Yasonna yakni bagaimana seorang korban pelecehan seksual malah seperti dikorbankan. Mereka yang berstatus sebagai korban pelecehan seksual justru dipidanakan.

Dalam kasus tersebut, Yasonna menangkap hal ini bahkan lebih besar secara politik.

Ia beranggapan, bila Baiq Nuril tidak diberi kesempatan mengajukan kewenangan konstitusional lewat amnesti, maka mungkin saja ribuan wanita lainnya yang menjadi korban kekerasan seksual tidak berani bersuara.

Rasa ketakutan akan menyelubungi para korban, dimana mereka enggan mengadukan pelecehan seksual yang menimpanya kepada aparat penegak hukum.

Kronologi Kasus

Kasus ini bermula pada pertengahan 2012.

Saat itu, Baiq yang berstatus guru honorer di SMAN7 Mataram ditelepon oleh Kepala Sekolahnya, Muslim.

Dalam percakapan telepon itu, Muslim justru bercerita tentang pengalaman seksualnya bersama wanita lain yang buka istrinya.

Percakapan itu juga mengarah pada pelecehan seksual pada Baiq.

Baiq pun merekam percakapan itu dan rekaman itu diserahkan pada rekannya, Imam, hingga kemudian beredar luas.

Atas beredarnya rekaman itu, Muslim kemudian melaporkan Baiq ke polisi karena dianggap telah membuat malu keluarganya.

Di Pengadilan Negeri Mataram, Baiq divonis bebas.

Namun, jaksa mengajukan banding hingga tingkat kasasi dan Mahkamah Agung memberi vonis hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta karena dianggap melanggar UU ITE.

Namun, Kejaksaan Agung memutuskan untuk menunda eksekusinya ke penjara.

Kini dengan adanya penolakan PK membuat Baiq dihantui kembali segera dijebloskan ke dalam bui.

Baiq Nuril kemudian membuat surat kepada Presiden Jokowi. Dalam surat itu, dia menagih janji Jokowi untuk memberikan amnesti.

"Bapak Presiden, PK saya ditolak, saya memohon dan menagih janji bapak untuk memberikan amnesti karena hanya jalan ini satu-satunya harapan terakhir saya," kata Baiq Nuril, dikutip dari tulisan tangan dalam lembaran kertas, Sabtu (6/7/2019).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas