Main Api dengan Perizinan, Gubernur Kepri Jadi Kepala Daerah ke-107 yang Dijerat KPK
Dia diduga menerima suap terkait izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepri
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menyesalkan ulah Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun.
Dia diduga menerima suap terkait izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepri.
Tak cuma itu, Nurdin juga terlilit kasus gratifikasi.
Basaria sangat menyayangkan kelakuan minus kepala daerah yang bermain api dalam urusan perizinan.
Apalagi, saat ini, perizinan menjadi salah satu fokus dalam Strategi Nasional Pencegahan Korupsi yang dicanangkan Presiden Joko 'Jokowi' Widodo.
Seperti diketahui, Stranas Pencegahan Korupsi memiliki tiga fokus, yakni sektor perizinan dan tata niaga, keuangan negara, serta penegakan hukum dan reformasi birokrasi.
Baca: KPK Tetapkan Gubernur Kepri Sebagai Tersangka Bersama 2 Pejabat Lainnya
"Seharusnya, pembenahan perizinan ini diharapkan bisa memberikan kesempatan pengembangan investasi di daerah. Bukannya menjadi ajang mengeruk keuntungan untuk kepentingan tertentu," kata Basaria di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (11/7/2019).
KPK juga menyesalkan ketidakpedulian kepala daerah terhadap pengelolaan sumber daya alam, yang bisa menimbulkan kerusakan lingkungan, dengan nilai kerugian yang tidak sebanding dengan investasi yang diterima.
"KPK mencermati kasus ini karena salah satu sektor yang menjadi fokus adalah korupsi di sektor sumber daya alam," ujar Basaria.
Basaria menambahkan, dalam proses pemeriksaan yang berjalan, disampaikan juga adanya alasan investasi. Menurutnya, alasan investasi tersebut menjadi lebih buruk, lantaran digunakan sebagai pembenar dalam melakukan korupsi.
"Apalagi kita memahami, investasi akan berarti positif bagi masyarakat dan lingkungan, jika dilakukan dengan prinsip-prinsip keterbukaan dan good governance. Investasi semestinya dilakukan tanpa korupsi, dan tidak merusak lingkungan," katanya.
Kasus ini juga menambah deretan jumlah kepala daerah dan jajaran di bawahnya, yang kasusnya diproses oleh KPK dengan berbagai modus korupsi.
"Hingga saat ini, KPK sudah menangani 107 kasus terkait kepala daerah," ungkap Basaria.
Diketahui, Nurdin menerima suap dari pengusaha bernama Abu Bakar untuk memuluskan izin pemanfaatan laut untuk melakukan reklamasi di Tanjung Piayu, Batam. Dia ingin membangun resor dan kawasan wisata seluas 10,2 hektar. Padahal, Tanjung Piayu merupakan area yang memiliki diperuntukkan sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung.
Suap itu diterimanya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri, Edi Sofyan dan Kepala Bidang Perikanan Tangkap, Budi Hartono dalam beberapa kali.
Rinciannya, pada tanggal 30 Mei 2019 sebesar SGD5000 dan Rp45 juta. Kemudian esoknya, 31 Mei 2019 terbit izin prinsip reklamasi untuk AB untuk luas area sebesar 10,2 hektar. Kemudian, pada tanggal 10 Juli 2019, Abu Bakar memberikan tambahan uang sebesar SGD6000 kepada Nurdin melalui Budi Hartono.
Tidak hanya itu, setelah melakukan penggeledahan di kediaman Nurdin, KPK menyita duit dalam mata uang sejumlah negara. Di antaranya yakni SGD43.942, USD5.303, EURO5, RM407, Riyal500, dan uang rupiah sebanyak Rp132.610.000.
"Uang-uang tersebut diamankan dari sebuah tas di rumah NBA," tandas Basaria.
Atas perbuatannya, Nurdin disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Edy dan Budi hanya disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pemberi, ABK dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam OTT di Kepri, tim Satgas KPK menciduk 7 orang. Namun dilepas sebagian lantaran dianggap belum masuk kategori tersangka. Basaria memastikan sejauh ini mereka akan dijadikan saksi pada pengusutan kasus itu.