Cerita Asal-usul Seragam Khas Kopassus yang Melegenda, Sempat Dipakai Marinir AS Lho!
Awalnya, pasukan Komando menggunakan seragam loreng dengan corak khusus yang dikenal dengan sebutan seragam loreng ‘Macan Tutul.’
Editor: Choirul Arifin
Pada tahun 1992, dirintis kembali untuk penggunaan seragam khusus loreng Darah Mengalir diberlakukan kembali untuk Kopassus dengan mempertimbangkan kepentingan pembinaan korps.
Usulan tersebut kemudian mendapat persetujuan dari komando atas dengan kebijakan bahwa penggunaannya terbatas pada acara-acara tradisi dan kegiatan-kegiatan lainnya dalam intern satuan, sedangkan pakaian dinas lapangan yang resmi tetap menggunakan pakaian seragam loreng TNI.
Atas dasar persetujuan tersebut, pakaian seragam loreng Darah Mengalir diproduksi kembali dengan corak yang telah disempurnakan, dan sejak tahun 1992 mulai digunakan oleh prajurit-prajurit Kopassus.
Di samping itu, seragam loreng darah mengalir kopassus juga memiliki makna yang cukup mendalam
Hal ini sempat diungkapkan oleh panglima TNI Hadi Tjahjanto melalui twitternya saat memperingati HUT ke-67 kopassus kemarin
"Loreng darah mengalir bukan sekadar corak desain belaka, namun punya makna filosofis mendalam. Prajurit Baret Merah tak pernah gentar menghadapi musuh negara, walau harus bersimbah darah." tulis Hadi Tjahjanto dalam tweet-nya.
Selain seragam corak darah mengalir, satu lagi yang menjadi ciri khas kopassus adalah pisau komando
Misalnya, gapura bentuk pisau komando ketika masuk ke wilayah Kopassus di Cijantung, tugu pisau komando di pantai Permisan Cilacap tempat pembaretan prajurit Kopassus, gambar pisau komando ada di salah satu logo Kopassus
Kopassus memang identik dengan pisau komando yang memiliki dua bilah ini. Tapi tidak banyak yang tahu soal asal usul pisau komando ini.
Kenapa kehadirannya begitu fenomenal di dunia pasukan khusus, terutama di kalangan Kopassus?
Dikutip dari buku 'Weapon, a Visual History of Arms and Armours' karya Roger Ford
Ide pembuatan pisau komando ini muncul dari William Ewart Fairbairn yang saat itu mendapat tugas khusus sebagai kepala polisi di Shanghai, Tiongkok.
Di tahun 1930-an terjadi banyak pertempuran antar geng di Shanghai.
Fairbairn berpikir, anggotanya harus dibekali sebuah senjata beladiri jarak dekat yang efektif dan mematikan