Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wali Kota Tangerang: Saya Cium Tangan Pak Menteri

Bagaimana Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah menyikapi konfliknya dengan Menkumham Yassona Laoly? Ini petikan wawancara khusus Tribun dengan Arief

Penulis: Reza Deni
Editor: Deodatus Pradipto
zoom-in Wali Kota Tangerang: Saya Cium Tangan Pak Menteri
KOMPAS.COM/ANDRI DONNAL PUTERA
Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah 

TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Konflik antara Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah tengah hangat diperbincangkan publik.

Polemik berawal dari pernyataan Menkumham Yasonna Laoly yang diduga menyindir Arief karena lahan Kemenkumham di Tangerang untuk pertanian. Sindiran itu dikatakan Yasonna saat meresmikan Poltekip dan Politeknik Imigrasi (Poltekim) di Kota Tangerang, Selasa (9/7).

Hal tersebut kemudian berbuntut pada keberatan wali kota dua periode tersebut, yang mana kemudian Arief melayangkan surat keberatannya. Tak hanya sampai di situ, Arief menegaskan Pemkot Tangerang tak bertanggung jawab atas pelayanan masyarakat di kawasan lahan Kemenkumham di Tangerang.

Terbaru, mereka berdua bertemu dalam rapat terbatas di Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (16/7). Arief menceritakan pertemuan singkatnya dengan Yasonna.

Pertemuan itu berjalan singkat sebab Yasonna Laoly harus segera pergi ke Batam. Arief pun maklum akan hal tersebut karena memang semua menteri urusannya dari ujung barat ke ujung timur Indonesia.

Lantas, bagaimana Arief menyikapi konflik tersebut dan kaitannya terhadap pelayanan publik masyarakat Tangerang yang juga menempati wilayah di lahan miliki Kemenkumham?

Berikut petikan wawancara khusus wartawan Tribun Network Reza Deni bersama Wali Kota Tangerang Arief R. Wismansyah di kantornya, Rabu (17/7).

Berita Rekomendasi

Bagaimana reaksi Anda saat mendengar pernyataan Menkumham Yasonna Laoly kalau Anda cari gara-gara?

Saya kaget dan sedih. Saya memang tidak hadir di lokasi, tapi ada rilisnya dan saya tahu dari berita. Kaget saya karena dibilang cari gara-gara dan kurang ramah. Masalahnya apa? Oh, jadi masalahnya adalah penetapan lahan pertanian. Lalu saya buat klarifikasi dalam bentuk surat. Di situ saya menjelaskan tidak pernah saya sedikitpun ada niat atau ide dari Pemkot Tangerang yang ingin menetapkan lahan pertanian. Kami sangat keberatan terhadap pernyataan tersebut karena yang menetapkan lahan tersebut adalah kementerian dan keputusan dari kementerian lain. Tidak ada dari wali kota Tangerang.

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly (Tribunnews.com/ Theresia Felisiani)

Saat peresmian Politeknik dan Poltekip Kemenkumham oleh Menteri Yasonna, Anda tidak datang karena tak diundang atau ada halangan atau bagaimana?

Saya diundang, tapi saya kalau datang bisa masalah karena saya tidak bisa mengeluarkan izin. Kami sudah komunikasi. Mungkin beliau (Menkumham Yasonna) punya pertimbangan lain. Sebenarnya kita sudah segel itu dua kali. Namun demikian, mereka minta karena ini anggaran supaya tetap dibangun dan dilaksanakan. Kalau tidak disegel ini jadi pembiaran.
Beliau mengeluarkan kekecewaannya begitu dapat info dari bawah kenapa izinnya tidak keluar karena lahannya dibikin buat pertanian oleh wali kota. Jadi menurut saya bukan salah beliau. Beliau mengurusi tupoksi Menkumham dari Sabang sampai Merauke saja sudah luar biasa, makanya wajar saya klarifikasi. Saya tidak punya niat untuk melawan, saya cuma bilang kami sangat keberatan terhadap pernyataan yang tidak mendasar tersebut. Kami jelaskan bahwa ini titik permasalahannya.

Anda tadi mengatakan tidak bisa mengeluarkan terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB) saat pembangunan Polteknik dan Poltekip Kemenkumham. Bagaimana penjelasannya?

Saya tak bisa keluarkan IMB karena tata ruang saya belum diubah sampai sekarang. Perubahannya sudah diajukan sejak 2012, tapi sampai sekarang belum disahkan, kan berarti pakai aturan tata ruang yang lama.

Di UU no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kalau saya mengeluarkan izin yang menabrak aturan, maka akibatnya pidana. Jadi maka itu bukan saya mempersulit, tapi di Pasal 70 UU 26 tahun 2007 itu tertulis jika saya melakukan itu, saya bakal terkena pidana.

Wali Kota Tangerang Arief Rachadiono Wismansyah dan pihak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sepakat mencabut laporan mereka ke polisi. Kesepakatan itu tercapai usai Arief dan Sekjen Kemenkumham Bambang Sariwanto dipertemukan oleh pihak Kementerian Dalam Negeri. Pertemuan berlangsung di Kantor Kemendagri, Jakarta, Kamis (18/7/2019) siang.
Wali Kota Tangerang Arief Rachadiono Wismansyah dan pihak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sepakat mencabut laporan mereka ke polisi. Kesepakatan itu tercapai usai Arief dan Sekjen Kemenkumham Bambang Sariwanto dipertemukan oleh pihak Kementerian Dalam Negeri. Pertemuan berlangsung di Kantor Kemendagri, Jakarta, Kamis (18/7/2019) siang. (KOMPAS.com/Ihsanuddin)

Keberatan Anda terhadap perkataan Menkumham kemudian menegerucut bahwa anda tidak bertanggung jawab terhadap pelayanan di lahan Kemenkumham. Warga di sekitar lahan tersebut bagaimana? Apakah ada yang protes ke Anda?

Mereka ya resah. Hari Minggu tanggal 14 Juli 2019, perwakilan RW dan warga datang ke rumah saya. Mereka bilang mohon dipertimbangkan karena sampahnya susah dan lain-lainnya. Saat itu juga saya perintahkan untuk tetap layani, baik itu sampah, PJU, dan perbaikan jalan dan sebagainya. Itu karena mereka minta. Dari Kemenkumham, sejak surat ini saya tulis tanggal 10 Juli sampai hari ini, mereka tidak ada komunikasi dengan kita. Mereka mungkin sudah ada pelayanan yang lebih ramah.

Perwakilan masyarakat tersebut, apakah mereka sudah lama menetap di sana atau bagaimana?

Ya sudah lama karena mereka kan pegawai kebanyakan, tapi kan yang kawasan permukiman tetap kami layani. Mereka tetap kami layani dan tidak ada masalah dengan kami. Justru yang di Kemenkumham yang tidak ada komunikasi sama kami, tak minta tidak apa, kan kami pikir mereka punya pelayanan lebih baik.

Wali Kota Tangerang, Arief R Wismansyah - Menkumham Yasonna Laoly
Wali Kota Tangerang, Arief R Wismansyah - Menkumham Yasonna Laoly (TRIBUNJAKARTA.COM/EGA ALFREDA/TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Ada tidak masyarakat di beberapa wilayah di Kota Tangerang secara spesifik yang datang ke Anda dan kemudian membicarakan soal dampaknya ini?

Begini, saya bikin surat hari Rabu, masyarakat sudah mau bertemu saya hari Kamis, Jumat, dan Sabtu. Kalau waktu itu saya temui mereka langsung nanti saya disangka mendompleng mereka. Saya tidak mau, makanya saya bilang ke Camat Tangerang untuk menenangkan dulu mereka. Kemudian saya minta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang untuk diperiksa lagi bank sampahnya terkait pemilahannya karena saya belajar di Bandung soal bank sampah itu ada yang tidak keluar sampahnya. Soal PJU apa mau dipindahkan dulu ke rumah biar tetap terang. Intinya kami fasilitasi semuanya.

Karena mereka minta, ya kami fasilitasi. Saya kan tidak mungkin mengorbankan rakyat saya. Namun, masyarakat juga harus tahu runut permasalahannya bahwa mereka tinggal di lahan Kemenkumham yang sampai sekarang belum pernah diserahterimakan. Kalau ini dibiarkan terus kan saya salah juga, membangun di atas lahan orang.

Setelah masyarakat audiensi dengan anda bagaimana kelanjutannya?

Mereka lalu terima kasih ke saya, kemudian mereka kemudian bikin semacam forum. Ketua RW di Kelurahan Masjid misalnya, dia sudah minta izin tertulis ke Kemenkumham untuk membangun madrasah dan mengembangkan masjid, tetapi sampai sekarang tidak diizinkan. Kemudian di Kelurahan Babakan ada yang minta dibikinkan posyandu dan balai warga tetapi juga tidak diizinkan. Maka itu pertanyaan masyarakat kok buat Balai Kota dikasih, tetapi untuk kepentingan masyarakat saya tidak tahu dan tidak mengerti, apakah ada pertimbangan-pertimbangan di Kemenkumham, tetapi saya tidak mau intervensi ke sana.

Konflik Anda ini kan dengan tokoh sekaliber menteri. Bagaimana Anda melihatnya, apakah ini yang pertama kali atau sebelumnya Anda pernah dalam situasi serupa?

Saya pikir beliau sama saja. Sama dalam artian sebagai penyelenggara negara, namun saya hormat dan respek ke beliau. Makanya waktu pas Ratas di Istana Negara kemarin, saya cium tangan beliau. Dan dengan keterbatasan ini, saya jelaskan lewat klarifikasi, karena pembina saya adalah Pak Mendagri, saya pun membuat surat ke Kemendagri dan tembusan ke Presiden. Itu saja mekanismenya. Kalau menurut saya, ini masalahnya bukan di Pak Menteri Yasonna, tapi di Kemenkumham.

Apakah Kepala Kanwil Kemenkumham di Banten juga termasuk?

Oh saya tidak tahu dan saya tidak bisa menilai seperti itu. Artinya, memang tidak ada komunikasi dari Kanwil ke kami karena Kanwil kan urusannya mungkin lapas. Terus juga ada Dirjen Lapas, Dirjen Imigrasi, dan segala macam.

Yang jadi kendala adalah informasi yang disampaikan ke Pak Menteri mungkin tidak komprehensif. Pokoknya kalau menurut saya, saya selalu bilang, "Jangan menyalahkan Pak Menteri dan jangan menghujat Pak Menteri karena beliau urusannya banyak, tidak hanya mengurusi yang begini."

Terkait konflik ini, Kemenkumham melapor ke kepolisian, sementara Anda mengambil jalur mediasi lewat Kemendagri. Tindakan lanjutannya kan bertolak belakang.

Tidak juga ya menurut saya. Semoga polisi juga bisa membantu mediasi. Kalau menurut saya apapun caranya namanya itu menjadi bagian ikhtiar saya selalu positive thinking saja. Mudah-mudahan hasilnya yang terbaik yang Allah tetapkan. Mereka lewat polisi ya kami ikut, meskipun bukan kami yg duluan yang ke polisi. Kami samakan begitu, bukannya kami saling lapor ya, tapi ya kami sama-sama menyelesaikan di situ.

Atau penyelesaiannya mereka, misal ke Menko (Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan), ya kami ikut juga, makanya saya lapor ke Kemendagri tadi pagi. Saya minta waktunya supaya saya bisa menjelaskan, mungkin Pak Mendagri bisa ikut membantu memediasi.

Bagaimana keluarga Anda melihat saat ini Anda tengah dalam konflik dengan Kemenkumham?

Ya tidak apa-apa, biasa-biasa saja. Mereka sangat yakin apa yang saya lakukan adalah untuk kepentingan masyarakat dan semuanya sudah sesuai koridor. Begitu juga teman-teman yang di kantor ini, keluarga saya juga, Pemkot Tangerang.

Saya tinggal satu surat yang belum, yakni surat ke Tuhan. Kalau perlu saya kirim surat ke Tuhan, saya bikin suratnya. Artinya kami tinggal tawakal, berdoa. Apapun hasilnya ya harus ridho. Kalau nanti mau diserahkan, ya silakan. Kalau nanti misalnya keputusan Presiden atau Kemenkumham menetapkan yang paling tinggi di atasnya oh tidak bisa, ya sudah kita ikut dengan sangat terpaksa. Saya akan menyampaikan permohonan maaf saya ke masyarakat, karena apa yang kita mau tata di sini adalah kepentingan Kemenkumhan dan juga kepentingan serta kebutuhan masyarakat Tangerang. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas