Reaksi TKN Jokowi Hingga PA 212 Atas Syarat Rekonsiliasi 55:45 Yang Ditawarkan Amien Rais
TKN Joko Widodo (Jokowi)-Maruf Amin menilai aneh syarat rekonsiliasi yang diajukan Amien Rais.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
Menurut Sebastian Salang, Amien Rais hanya menunjukkan karakter politisi yang sangat transaksional ketika mengajukan syarat rekonsiliasi tersebut.
Baca: Ramalan Zodiak Cinta Besok Rabu 24 Juli 2019, Gemini Ragu, Virgo Introspeksi diri
"Pernyataan pak Amien tampak sekali sebagai sikap politisi yang sangat transaksional," ujar pendiri lembaga Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) ini kepada Tribunnews.com, Senin (22/7/2019).
Melalui syarat 55:45 itu, terlihat Amien Rais seakan akan hanya ingin berburu dan berbagi kekuasaan. Nilai lain tak ada.
Seakan-akan, jika ingin rekonsiliasi kekuasaan dibagi rata.
Sebaliknya jika tidak, dia mempertanyakan, 'apakah negeri ini dibiarkan terbelah oleh dua kekuatan politik yang bertarung dalam pemilu presiden 2019 lalu?
"Sikap dan pandangan seperti ini sangat disesalkan karena lahir dari seorang mantan pendidik dan politisi senior," tegas Sebastian Salang.
"Yang diharapkan dari politikus senior sekelas Amien Rais itu adalah menjadi oase kabajikan dan kearifan dalam sikap dan pandangan," ucap Sebastian Salang.
Meskipun keputusan ada di tangan Presiden terpilih Jokowi, tetapi menurut dia,
nalar politik menjadi rusak jika mengikuti syarat rekonsiliasi yang diajukan Amien Rais.
"Lazim terjadi di Indonesia presiden boleh saja melibatkan satu atau dua partai non-koalisi untuk bergabung. Tetapi bukan dipatok seperti yang diusulkan Amien Rais," tegas Sebastian Salang.
Lebih jauh menurut dia, jumlah partai dan kursi partai politik pengusung Jokowi-Maruf Amin di DPR adalah mayoritas.
Baca: Besok, Lion Air Turunkan Harga Tiket hingga 50 Persen?
Karena itu dia menyarankan kepada Jokowi, bahwa tidak perlu lagi menambah anggota koalisi.
Sebab jika terlalu banyak, koalisi itu tidak meringankan beban, malah sebaliknya.
"Biarkan koalisi Prabowo menjadi kekuatan penyeimbang pemerintahan terpilih. Dengan begitu pemerintah memiliki sparing partners yang memadai dalam menjalankan pemerintahan ke depan," ujarnya.
Sebelumnya Ketua Dewan Kehormatan PAN, Amien Rais mengatakan bahwa dalam membangun rekonsiliasi harus ada kesamaan program.
Selain itu ada pembagian kekuasaan sebesar 55-45 persen sesuai dengan perolehan suara di Pilpres 2019.
Reaksi Drajad Wibowo
Wakil Ketua Dewan Kehormatan PAN Drajad Wibowo mengatakan, yang dimaksud senior partainya Amien Rais tentang pembagian porsi 55:45, adalah kursi di pemerintahan.
Drajad juga menjelaskan bahwa pembagian porsi demikian antara pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dengan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno merupakan salah satu syarat rekonsiliasi pasca-Pemilu 2019.
"Jadi, akan terjadi rekonsiliasi dukungan, yang disesuaikan juga dengan persentase suara resmi (perolehan suara parpol yang diumumkan KPU)," ujar Drajad saat dihubungi Kompas.com, Senin (22/7/2019).
Dradjad mengatakan, usul pembagian kursi sebesar 55:45 di dalam pemerintahan itu diungkapkan Amien Rais didasarkan kepada persentase perolehan suara pilpres yang diumumkan oleh KPU.
Dengan demikian, apabila sebanyak 45 persen kursi di pemerintahan diberikan kepada kubu Prabowo, maka dukungan terhadap pemerintah baru menjadi 100 persen.
Pemerintah diyakini akan kuat.
Baca: BREAKING NEWS: Di Kabupaten TTU-NTT, 130 Desa Alami Bencana Kekeringan
"Artinya, nanti 55 ditambah 45 sama dengan 100 persen. Itu bersama-sama membantu pak Jokowi dan pak Ma’ruf sebagai Presiden dan Wapres," kata Dradjad.
Meski demikian, Drajad juga menyebut bahwa Amien sendiri tidak yakin konsep tersebut dapat terwujud.
Namun, itu tidak jadi sebuah masalah bagi Amien.
"Jika tidak disetujui ya tidak masalah. Solusi dari pak Amien itu juga kan merespon keinginan Pak Jokowi dan tim beliau," ujar Drajad.
Aspirasi 212
Drajad juga mengatakan Amien Rais ingin agar aspirasi Persaudaraan Alumni (PA) 212 diakomodasi oleh pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"(Pernyataan Amien Rais) mengakomodasi aspirasi dan perjuangan para pendukung Prabowo, termasuk tentunya jemaah 212," ujar Dradjad
Sementara itu, lanjut Dradjad, platform perjuangan atau aspirasi PA 212 telah masuk ke dalam visi misi pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terkait Pilpres 2019.
Dradjad tidak menjelaskan secara spesifik mengenai aspirasi PA 212 yang ia maksud.
Namun seperti diketahui, pada September 2018 lalu, Prabowo menandatangani 17 poin pakta integritas hasil ijtima ulama dan tokoh nasional II.
Beberapa poin pakta integritas antara lain, menjaga kekayaan alam nasional untuk kepentingan sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia, menjamin kehidupan yang layak bagi setiap warga negara untuk dapat mewujudkan kedaulatan pangan, ketersediaan sandang dan papan.
Ada pula soal hak konstitusional dan atributif yang melekat pada jabatan presiden untuk melakukan proses rehabilitasi, menjamin kepulangan, serta memulihkan hak-hak Habib Rizieq Shihab sebagai warga negara Indonesia.
Selain itu, memberikan keadilan kepada para ulama, aktivis 411, 212, dan 313 yang pernah disangkakan.
Penegakan keadilan juga perlu dilakukan terhadap tokoh-tokoh lain yang mengalami penzaliman.
Baca: KPAI Ingatkan Pihak Sekolah Anak Nunung Ciptakan Suasana Belajar yang Nyaman
"Karena itu sangat logis jika Pak Amien meminta platform perjuangan Prabowo dan pendukungnya dimasukkan oleh Pak Jokowi sebagai bagian dari platform nasional," kata Dradjad.
"Artinya, akan terjadi 'Rekonsiliasi Platform' antara 'Platform Jokowi' dan 'Platform Prabowo'. Bagaimana rinciannya? Tentu perlu tim ahli dari kedua pihak untuk merumuskannya," ucapnya.
Sebelumnya, Amien Rais mengungkapkan dua syarat rekonsiliasi antara kubu Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Kedua syarat itu yakni diterimanya ide yang diajukan kubu Prabowo dan pembagian kursi 55:45.
Jika tidak, pihaknya memilih jadi oposisi. Amien menilai rekonsiliasi mestinya didasarkan atas kesamaan program atau platform.
Platform yang perlu disamakan adalah soal kedaulatan pangan, energi, tanah, hingga air.
Reaksi PDI Perjuangan
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menanggapi pernyataan Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais soal pembagian porsi kekuasaan menjadi 55-45.
Menurut Hasto Kristiyanto, dalam menentukan kabinet serta pimpinan lembaga pihaknya tidak berdasarkan persentase seperti yang dibicarakan Amien Rais.
Baca: Baru Hamil Setelah 4 Tahun Menikah, Titi Kamal Sempat Dinyinyiri Artis Ini, Shireen : Gue Sakit Hati
"Ya tentu saja kita tidak berbicara berapa persentasenya. Kita bicara mana anak bangsa yang punya kemampuan menjadi pendamping pak Jokowi menjadi pembantu daripada presiden di dalam menjalankan visi misi presiden," ujar Hasto Kristiyanto di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Sabtu (20/7/2019).
Menurut Hasto Kristiyanto, penentuan menteri yang bakal masuk kabinet merupakan hak prerogatif dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baginya, partai bisa mengusulkan, namun tetap Jokowi akan melihat kompetensi sosok yang akan menjadi pembantunya.
"Kita bernegara berdasarkan konstitusi tidak ada jatah-jatah menteri dengan pengertian itu hak preogratif sepenuhnya. Partai boleh mengusulkan tetapi presiden yang punya kewenangan untuk mengambil keputusan terhadap siapa yang paling pas," tutur Hasto.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.