Terima Suap SGD96.700, KPK Tetapkan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Sebagai Tersangka
KPK merasa sangat miris karena praktik korupsi bahkan terjadi di dua perusahaan negara yang seharusnya bi sa bekerja lebih efektif dan efisien
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura (AP) II (Persero) Tbk Andra Agussalam sebagai tersangka penerima suap.
Andra diduga menerima suap sebesar SGD96.700 dari staf PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) (Persero) Taswin. Alhasil, Taswin ditetapkan KPK sebagai tersangka pemberi suap.
Keduanya terjerat dalam kasus dugaan suap pengadaan pekerjaan Baggage Handling System (BHS) pada PT Angkasa Pura Propertindo (APP) yang dilaksanakan oleh PT INTI Tahun 2019.
"Suap antara pihak yang berada di dua BUMN seperti ini sangat memprihatinkan dan sangat bertentangan dengan nilai etis dilakukan dalam dunia bisnis," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (1/8/2019).
"KPK merasa sangat miris karena praktik korupsi bahkan terjadi di dua perusahaan negara yang seharusnya bisa bekerja lebih efektif dan efisien untuk keuangan negara. Tapi malah menjadi bancakan hingga ke anak usahanya," imbuhnya.
Kemudian Basaria menjelaskan duduk perkara kasus, katanya, KPK menerima informasi bahwa PT INTI akan memperoleh pekerjaan BHS yang akan dioperasikan oleh PT APP dengan nilai kurang lebih Rp86 miliar untuk pengadaan BHS di 6 bandara yang dikelola oleh PT AP ll.
Baca: Warungnya Terbakar, Anak dan Istri Prajurit TNI Iskandar Muda Ikut Tewas Terbakar
PT APP, lanjut Basaria, awalnya berencana melakukan tender pengadaan proyek BHS, namun Andra Agussalam mengarahkan agar PT APP malakukan penjajakan untuk penunjukan langsung kepada PT INTI.
Padahal dalam pedoman perusahaan, ujarnya, penunjukan langsung hanya dapat dilakukan apabila terdapat justifikasi dari unit teknis bahwa barang/jasa hanya dapat disediakan oleh satu pabrikan, satu pemegang paten, atau perusahaan yang telah mendapat izin dan pemilik paten.
Basaria mengatakan, Andra Agussalam juga mengarahkan adanya negosiasi antara PT APP dan PT INTI untuk meningkatkan down payment (DP) dari 15% menjadi 20% untuk modal awal PT INTI dikarenakan ada kendala cashflow di PT INTI.
"Atas arahan AYA (Andra Agussalam), MZK (Marzuki Battung, Executive General Manager, Divisi Airport Maintenance AP II) menyusun spesifikasi teknis yang mengarah pada penawaran PT INTI. Berdasarkan penilaian tim teknis PT APP, harga penawaran PT INTI terlalu mahal sehingga kontrak pengadaan BHS belum bisa terealisasi," katanya.
Kata Basaria, Andra Agussalam juga mengarahkan Wisnu Raharjo selaku Direktur PT APP, agar mempercepat penandatanganan kontrak antara PT APP dan PT INTI agar DP segera cair sehingga PT INTI bisa menggunakannya sebagal modal awal.
"AYA diduga menerima uang SGD96.700 sebagai imbalan atas tindakannya 'mengawal' agar proyek BHS dlkerjakan oleh PT INTI," katanya.
Sebagai penerima suap, Andra Agussalam disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Taswin sebagai pemberi suap disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.