Konflik Kivlan Zen dan Wiranto Soal Pendanaan Pam Swakarsa: Berikut Penjelasan Kedua Pihak
Gugatan tersebut terkait persoalan pendanaan pembentukan pasukan Pengamanan (Pam) Swakarsa pada 1998 yang disebut Kivlan diperintahkan oleh Wiranto.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Timur kelimpahan perkara terkait Pendanaan Pasukan Pengamanan (Pam) Swakarsa pada 1998.
Perkara tersebut diajukan mantan Kepala Staf Komando Strategis Angkatan Darat (Kas Kostrad) Mayjen TNI Kivlan Zen.
Baca: Digugat Kivlan Zen Soal PAM Swakarsa, Wiranto: Tunggu Aja, Gampang
Dia mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto.
Gugatan tersebut terkait persoalan pendanaan pembentukan pasukan Pengamanan (Pam) Swakarsa pada 1998 yang disebut Kivlan diperintahkan oleh Wiranto.
Gugatan yang dilayangkan pihak Kivlan Zen tersebut telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 5 Agustus 2019.
Persidangan perdana dijadwalkan akan digelar pada Kamis (15/8/2019).
Dijelaskan oleh pengacara Kivlan Zen, Tonin Tachta, saat itu Wiranto meminta Kivlan untuk membentuk Pam Swakarsa dengan biaya Rp 8 miliar.
Namun, Wiranto hanya memberi Kivlan uang Rp 400 juta dan kekurangan yang dibutuhkan semua ditutup menggunakan dana pribadi Kivlan.
Singkat cerita, uang pribadi yang dikeluarkan oleh Kivlan hingga saat ini belum diganti sebagaimana seharusnya.
“Karena peristiwa itu, Pak Kivlan dirugikan karena buat Pam Swakarsa dikasih uang Rp 400 juta, padahal butuh Rp 8 miliar. Habis uangnya (Kivlan) sampai dia jual rumah, utang di mana-mana, tidak dibayar-bayar," kata Tonin, Senin (12/8/2019).
Setelah ditilik lebih jauh, berdasarkan catatan Kompas, gugatan Kivlan kepada Wiranto terkait Pam Swakarsa ini bukanlah masalah yang baru saja muncul ke permukaan.
Pada 2004 Kivlan pernah menantang Wiranto untuk membuka keberadaan Pam Swakarsa secara terang-benderang di meja pengadilan.
Namun, hal ini tidak digubris oleh pihak Wiranto.
Kuasa hukum Wiranto saat itu, Yan Juanda Saputra, menyebut kliennya tidak mau menanggapi ajakan Kivlan karena ada tugas besar yang lebih penting untuk dikerjakan.