Soal Wacana Amandemen UUD 1945, Mahfud MD Beri Peringatan hingga Tanggapan Pakar Hukum
Soal wacana amandemen terbatas UUD 1945, peringatan Mahfud MD hingga tanggapan pakar hukum.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Daryono
Pakar hukum
Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, menyatakan tidak setuju pada wacana amandemen terbatas UUD 1945.
"Saya katakan tidak, saya tidak setuju dengan ide amendemen ini," tegasnya.
Pasalnya, wacana tersebut bukan diusulkan langsung oleh rakyat dan berdampak besar.
Iapun mempertanyakan urgensi penghidupan kembali GBHN melalui amandemen terbatas UUD 1945.
Bivitri menilai tuntutan amandemen UUD 1945 bukan merupakan kepentingan politik.
Amandemen UUD 1945 dulunya dilakukan karena ada tuntutan dari rakyat.
Baca: Kabinet Jokowi Selesai Disusun, Jadwal Pengumuman hingga Ada 2 Kementerian Baru
Baca: Jokowi Pastikan Jaksa Agung Bukan dari Parpol, NasDem Tidak Keberatan
"Dulu '97 dan '98, salah satu tuntutan mahasiswa dan banyaknya elemen rakyat salah satunya amendemen konstitusi."
"Jadi ada tuntutan dari rakyat untuk amendemen," ujar Bivitri dalam diskusi bertajuk 'Amandemen Konstitusi, Kepentingan Rakyat atau Berebut Kuasa' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2019).
Menurut Bivitri, wacana amandemen terbatas UUD 1945 harus didasarkan pada kepentingan rakyat.
Ia menilai usulan amandemen UUD 1945 yang muncul tidak berimpllikasi besar jika GBHN kembali dihidupkan.
Karena pada era Orde Baru, GBHN diberlakukan untuk mengontrol kinerja presiden yang saat itu dipilih MPR.
Secara tidak langsung, GBHN menjadi alat kontrol MPR terhadap presiden.
"Ada beberapa artikel yang mencoba menjustifikasi GBHN mengatakan, iya GBHN tetap ada."