Mengenal Sosok Yenti Garnasih yang Disebut-sebut Calon Jaksa Agung Pertama dari Kalangan Wanita
Isu calon-calon menteri maupun pejabat setingkat menteri yang bakal mengisi Kabinet Kerja Jilid II Jokowi masih terus bergulir.
Editor: Hasanudin Aco
"Apresiasi Pak Jokowi yang berani tegas menyatakan Jaksa Agung bukan dari Parpol," ujar Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera kepada Tribunnews.com, Rabu (14/8/2019).
Meskipun demikian Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini tetap meminta masyarakat mengawal realisasi janji Jokowi tidak menyerahkan kursi Jaksa Agung kepada parpol hingga pelantikan Kabinet Kerja Jilid II mendatang.
"Masyarakat mesti mengawal," tegas mantan Wakil Ketua BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ini.
Untuk itu pula dia meminta parpol di Koalisi pemerintah untuk menerima keputusan baik Jokowi tersebut.
Karena itu akan membawa kebaikkan bagi bangsa ini, khususnya di tubuh Kejaksaan Agung.
Sebagaimana diketahui, periode pertama pemerintahan Jokowi, Jaksa Agung dijabat oleh M. Prasetyo. Dia adalah mantan kader Partai NasDem.
"Nasdem atau parpol lainnya mesti menyadari bahwa penunjukkan Menteri merupakan hak prerogatif Presiden," ucap Mardani Ali Sera.
Jokowi: Jaksa Agung Bukan Dari Parpol
Jokowi juga menegaskan bahwa Jaksa Agung mendatang tidak berasal dari representasi partai politik.
"Tidak dari partai politik," ujar Jokowi saat bertemu pemimpin media massa di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (14/8/2019).
Jokowi mengatakan, dalam sejarahnya Jaksa Agung bisa juga dari luar Kejaksaan Agung.
Meski begitu, dia belum memastikan apakah ini berarti Jaksa Agung akan diisi dari internal Korps Adhyaksa.
Selain itu Jokowi juga menyatakan, Kabinet Kerja Jilid II akan diwarnai gabungan menteri dari profesional dan unsur partai politik.
Secara spesifik, Jokowi menyatakan bahwa komposisi menteri dari partai politik memiliki porsi yang sedikit lebih kecil ketimbang kalangan profesional.
"Partai politik bisa mengusulkan, tetapi keputusan tetap di saya. Komposisinya 45 persen," jelas Jokowi.
Dengan demikian, perbandingan menteri dari kalangan profesional dengan unsur partai politik adalah 55 persen berbanding 45 persen.
Penulis: Srihandriatmo Malau/Hasanuddin A