Alasan Sherly Annavita Tolak Keputusan Jokowi Memindahkan Ibu Kota, Singgung soal Kondisi Keuangan
Alasan Sherly Annavita menolak keputusan Jokowi memindahkan ibu kota ke Kalimantan, singgung soal kondisi keuangan negara.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Daryono
Kenapa ini perlu kita pertanyakan? Saya pikir sudah dibahas tuntas juga oleh Bang Fadli yang mengerti hal teknis.
Dana 466 triliun itu bukan dana yang kecil, kalau berdasarkan kami milenial membaca sumber-sumbernya, kurang lebih dari jual aset, kemudian kemungkinan utang lagi.
Dan itu adalah dana yang besar, sangat banyak. Sementara disisi lain, ada banyak sekali pekerjaan yang lebih mendesak untuk dilakukan.
Pengangguran misalnya, lapangan kerja yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya anak muda.
Kemudian pembayaran BPJS, BUMN-BUMN strategis yang kini terancam bangkrut karena terlilit hutang. Sebutlah Garuda, PLN, Krakatau Steel, dll.
Sehingga jangan sampai pemindahan ibu kota ini menyampingkan sesuatu yang justru seharusnya diutamakan, diprioritaskan.
Bahkan seharusnya negara hadir untuk memastikan terlaksananya hal tersebut demi keadilan dan kemakmuran rakyat Indonesia.
Kemudian yang keempat sekaligus yang terakhir, alasan kondisi keuangan negara kita yang cukup mengkhawatirkan. Dan ini termasuk dalam alasan Pak Jokowi tadi.
Kita tahu, kita sadar, ya meskipun kami anak muda masih perlu banyak belajar dari para senior kami di sini, bahwa kita tidak sedang dalam baik-baik saja, kondisi keuangan negara kita.
Kita tahu tahun 2019 ini diperkirakan utang Indonesia mencapai 275 triliun. Itu baru hutang bunganya saja, belum pokoknya, dan ini dua kali lipat bunganya dibandingkan tahun Pak SBY, akhir zaman Pak SBY.
Yang artinya Pak Jokowi dalam lima tahun ini berhutang sangat banyak. Yang kalau kita kalkulasikan ini mendekati satu hari satu triliun.
Jika ini terus bertambah dan bertambah, bayangkan teman-teman satu hari bangsa Indonesia membayar bunga hutang 1 triliun, itu kan akan sangat bermanfaat ketika 1 triliun uang segitu dialokasikan kepada kesehatan, pendidikan, kepastian kesejahteraan honorer, dll yang sifatnya jauh lebih diuntungkan masyarakat atas kebijakan-kebijakan tersebut.
Sehingga dengan semua argumen tadi, saya pikir mengambil kesimpulan untuk memindahkan ibu kota ke wilayah lain, membangun ibu kota baru, rasanya itu belum perlu Pak Karni.
Solusinya adalah tetap kembali pada azas efektifitas, efisiensi, ciptakan lapangan kerja, hapus KKN, berantas KKN sampai ke akar-akarnya, dan yang paling penting dan utama adalah kembali tegakkan UUD Pasal 33 itu dengan murni dan konsekuen.