Mabes Polri Sebut Otak di Balik Kerusuhan Papua Barat Bukan Pekerjaan Orang Biasa, Punya Skenario
Ia melanjutkan, aktor di balik skenario membuat kekacauan di Tanah Papua, bukan kelompok sembarangan. Namun yang memiliki kemampuan besar.
Editor: Hasanudin Aco
Saat hadir sebagai narasumber dalam program MataNajwa, Rabu (21/8) malam, Gubernur Papua Lukas Enembe angkat bicara terkait kondisi daerahnya pascakerusuhan di Papua Barat selama dua hari di Manokwari Senin (19/8) dan Fakfak, Rabu (21/8).
Kasus tersebut dipicu adanya penangkapan terhadap 43 mahasiswa Papua di Surabaya, dengan tudingan merusak bendera Indonesia, Jumat (16/8).
Lukas meminta aparat yang melontarkan ujaran rasis terhadap mahasiswa Papua ditangkap. Menurutnya, kasus rasisme terhadap warga Papua sudah berlangsung lama dan berulang. Ini menyangkut harkat dan martabat orang Papua.
"Karena itu bukan sekali mereka sampaikan. Sudah banyak kali di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Ya pasti mereka tidak terima. Selama orang Papua dihinakan, direndahkan martabatnya, itu pasti mereka ribut," kata Lukas.
Lebih lanjut, Lukas menyatakan saat ini sudah berkomunikasi dengan mahasiswa Papua di Surabaya yang pada akhir pekan lalu mendapatkan persekusi dan ujaran rasis. Para mahasiswa itu, kata Lukas, sudah memberikan laporan kepadanya.
Baca: Terungkap, Ini Alasan Kapolsek Beri Miras kepada Mahasiswa Papua di Bandung
Namun, anggota Komisi I DPR RI Sukamta, hal tersebut tidak perlu. "Saya kira yang diperlukan saat ini keseriusan Pemerintah dalam mengatasi akar persoalan yang ada di Papua agar tidak berlarut-larut kembali," kata Sukamta.
Sukamta mengharapkan Gubernur Papua Lukas Enembe semestinya ikut mendorong penyelesaian masalah secara nasional.
"Sebagai Gubernur mestinya harus percaya kemampuan Pemerintah. Sampaikan akar persoalan sesungguhnya di Papua serta usulan penyelesaian masalahnya. Saya kira yang seperti ini akan lebih konstruktif," jelasnya. (kontributor tribun network/bam)
Warga Resah Tidak Bisa Akses Internet
Sudah sepekan, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) membatasi akses internet di Papua dan Papua Barat. Pembatasan dilakukan terkait kerusuhan yang pecah di beberapa daerah, sejak Senin (19/8).
Kominfo beralasan, pembatasan internet diperlukan untuk mencegah penyebarluasan informasi hoaks, yang dapat menggnggu stabilitas di Papua dan Paoua Barat.
Pembatasan yang telah berlangsung sejak Senin lalu, mulai dikeluhkan masyarakat Papua Barat, khususnya di Kabupaten Manokwari.
Masyarakat menganggap, pembatasan internet tak hanya dapat menangkal peredaran hoax, tapi sebaliknya juga mengganggu aktivitas masyarakat yang ke sehariannya menggunakan internet.
Axel Refo, warga Manokwari mengaku, sejak internet dibatasi, Ia jadi kesulitan dalam bekerja, dimana pekerjaannya memng banyak bergelut dengan internet.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.