Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rekomendasi Aliansi Nasional Reformasi KUHP Untuk Pemerintah dan DPR yang Ingin Sahkan RKUHP

Aliansi Nasional Reformasi KUHP juga menyampaikan tujuh catatan sebagai alasan untuk menolak pengesahan RKUHP.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Sanusi
zoom-in Rekomendasi Aliansi Nasional Reformasi KUHP Untuk Pemerintah dan DPR yang Ingin Sahkan RKUHP
Gita Irawan
Aliansi Nasional Reformasi KUHP menyampaikan tujuh catatan sebagai alasan kuat untuk menolak pengesahan RKUHP dengan rumusan yang saat ini ada yakni draft tertanggal 29 Juni 2019 saat konferensi pers di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat pada Senin (26/8/2019). 

"RKUHP juga masih menuntut pemidanaan bagi pecandu dan pengguna narkotika. Hal ini justru kontraproduktif dengan program Presiden Joko Widodo untuk menyelamatkan para pecandu dan pengguna narkotika," kata Erasmus.

Keempat, mereka menilai RKUHP membangkang pada Konstitusi, mengancam kebebasan berekspresi dan memberangus proses berdemokrasi.

"Belum lagi diperburuk dengan ancaman pidana yang sewaktu-waktu bisa digunakan untuk mematikan kebebasan berekspresi dan memberangus proses berdemokrasi," kata Erasmus.

Kelima, mereka menilai RKUHP memuat banyak pasal karet dan tak jelas yang mendorong praktik kriminalisasi, termasuk intervensi terhadap ruang privat warga

Mereka juga menilai RKUHP memiliki banyak pasal-pasal yang dibiarkan karet dan multitafsir seperti pidana penghinaan, penghinaan presiden dan lembaga negara, kriminalisasi hubungan privat.

"RKUHP juga akan memberikan kewenangan pada aparat penegak hukum dan pemerintah daerah untuk melakukan kriminalisasi terhadap pelanggaran hukum yang hidup dalam masyarakat tanpa indikator dan batasan yang jelas dan ketat," kata Erasmus.

Keenam, mereka menilai RKUHP mengancam eksistensi lembaga independen.

Berita Rekomendasi

Menurut mereka DPR dan Pemerintah sama sekali tidak mengindahkan masukan dari beberapa lembaga independen Negara seperti KPK, BNN, dan Komnas HAM yang telah menyatakan sikap untuk menolak masuknya beberapa tindak pidana ke dalam RKUHP seperti korupsi, narkotika dan pelanggaran berat HAM.

"Hadirnya tindak pidana - tindak pidana yang memiliki kekhususan dalam RKUHP jelas mengancam eksistensi dan efektifitas kerja lembaga terkait. RKUHP malah menghilangkan ketentuan-ketentuan khusus yang menjadi ciri penegakan hukum dalam kasus-kasus korupsi, narkotika dan pelanggaran HAM Berat," kata Erasmus.

Ketujuh, menurut mereka berdasarkan enam poin permasalahan yang telah disebutkan di atas, telah nyata terlihat bahwa RKUHP dibahas tanpa melibatkan sektor kesehatan masyarakat, sosial, perencanaan pembangunan, pemasyarakatan, dan sektor-sektor terkait lainnya.

"Kami sangat mengapresiasi waktu panjang dan banyak energi yang sudah diberikan Pemerintah dan DPR dalam menyusun dan membahas RKUHP. Namun, ketujuh catatan di atas tidak bisa diabaikan begitu saja. Alih-alih fokus untuk memenuhi ‘tenggat waktu’, mari kita bekerja memastikan RKUHP melindungi semua orang di Indonesia tanpa terkecuali. Kami siap bekerja mendukung Pemerintah dan DPR untuk memastikan hal ini," kata Erasmus.

Mereka yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP antara lain ELSAM, ICJR, AJI, LBH Pers, Imparsial, KontraS, ICW, HuMA, PBHI, LeIP, LBH Jakarta, PKBI, PSHK, Arus Pelangi, HRWG, YLBHI, Wiki DPR, SEJUK, LBH APIK, LBH Masyarakat, MaPPI FHUI, CDS, ILR, ICEL, Rumah Cemara, WALHI, TURC, Jatam, ECPAT Indonesia, ILRC, Epistema Institute, Yayasan Kesehatan Perempuan, Aliansi Satu Visi, PKNI, PUSKAPA, KPI, AMAN, OPSI, KRHN, dan YPHA.

Diberitakan sebelumnya, Pemerintah serta DPR terus membahas tiga point yang menjadi fokus dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Tiga point yang masih dibahas bersama anggota dewan ialah mengenai penghinaan terhadap presiden, persoalan kejahatan terhadap kesusilaan dan tindak pidana khusus.

Tim Perumus RKUHP dari pemerintah, Edward Omar Sharif Hiariej atau biasa disapa Eddy berharap RKUHP bisa disahkan pada pertengahan September 2019.

"‎Dari tiga itu, optimis sekali akan bisa selesai. Kami dan DPR optimis pertengahan September bisa disahkan di DPR," tutur Eddy pada Rabu (14/8/2019) di Kantor Staf Presiden (KSP), Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas