15 Tahun di KPK, Capim Sujanarko Ditanya Isu Radikalisme dan Intoleransi
Menyikapi ini, Sujanarko menegaskan tidak pernah ada intoleransi dan radikalisme di lembaga antirasuah.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau Pansel Capim KPK kembali melakukan tes wawancara dan uji publik terhadap capim di Gedung 3, Lantai 1, Setneg, Jakarta Pusat.
Di hari terakhir ini, ada enam kandidat komisioner KPK yang menjalani tes. Terkhusus pada Direktur Jaringan dan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi KPK Sujanarko, panelis bertanya mengenai isu intoleransi dan radikalisme di KPK.
Menyikapi ini, Sujanarko menegaskan tidak pernah ada intoleransi dan radikalisme di lembaga antirasuah.
Baca: Wiranto Sebut Tuntutan Referendum Kemerdekaan Papua Sudah Tak Relevan
"Saya sebagai pegawai KPK 15 tahun di sana radikalisme tidak ada tapi kekhawatiran jadi concern," tegas Sujanarko.
Dia mencontoh tidak adanya radikalisme dengan betapa semangatnya para pegawai KPK setiap menjalani upacara bendera.
"Pegawai KPK kalau diundang upacara semangat, upacara jam 7 datang jam 6, semangat upacara, hormat bendera," imbuhnya.
Baca: Kasus Kematian Tukang Antar Ayam di Depok: Dibunuh Rekan Kerja, Tersangka Terlilit Utang
Sujanarko berjanji bila dirinya terpilih menjadi pimpinan KPK, dia akan menggandeng dua ormas Islam terbesar untuk mengelola Masjid di KPK.
"Masjid KPK dibangun menggunakan APBN, sehingga KPK bertanggung jawab dengan tata kelola masjid. Saya nanti ingin agar pengelolaan Masjid kerja sama dengan NU dan Muhamadiyah di Masjid KPK," tuturnya.
Untuk diketahui, uji publik dan wawancara diikuti 20 calon pimpinan KPK. Dalam dua hari terakhir, Pansel KPK melakukan wawancara pada 14 orang secara bergantian dengan durasi satu jam.
Baca: Sebelum Dibunuh, Ayah-Anak yang Dibakar, Minum Jus yang Sudah Dicampur 10 Butir Obat Tidur
Tes uji publik dan wawancara ini, digelar selama tiga hari berturut-turut mulai 27-29 Agustus 2019. Panelis dalam uji publik itu yakni Yenti Garnasih, indriyanto Senoadji, Harkristuti Harkrisnowo.
Ada juga Marcus Priyo Gunarto, DIani Sadia, Mualimin Abdi, Hendardi, Hamdi Moeloek serta Al Araf. Pansel turut mengundang dua panelis ialah sosiolog hukum Meutia Ghani dan pengacara Luhut Pangaribuan.