Hanya Diikuti 56 Anggota Dewan, DPR RI Setujui Revisi Dua UU dalam Waktu 15 Menit
Berdasarkan absensi yang tersaji di depan ruang paripurna hanya ada 56 anggota DPR RI
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPR RI kembali menggelar rapat paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Kamis (5/9/2019) siang ini dengan agenda pembahasan revisi UU MD3 (MPR-DPR-DPD-DPRD) dan UU KPK.
Berdasarkan absensi yang tersaji di depan ruang paripurna hanya ada 56 anggota DPR RI, selain pimpinan, yang mengikuti sidang paripurna hari ini dari total 560 anggota DPR RI.
Baca: DPR Diminta Peka saat Seleksi Capim KPK, Romo Benny: Harus Pilih yang Terbaik dari yang Terburuk
Dan hal tersebut terlihat di dalam ruang sidang di mana sebagian besar kursi tak berpenghuni.
Sidang pun hanya berlangsung 15 menit di mana semua peserta rapat paripurna menyetujui revisi kedua undang-undang tersebut.
"Apakah RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, dan DPD, DPRD, dapat disetujui menjadi usul DPR RI?” tanya Wakil Ketua DPR Utut Adianto selaku pimpinan rapat paripurna yang kemudian dijawab setuju oleh semua peserta rapat.
Keputusan yang sama juga terjadi saat agenda rapat dilanjutkan membahas revisi UU KPK.
Baca: DPR Minta Pemerintah Ungkap Pihak Asing yang Disebut Dalang Kerusuhan Papua
Keputusan untuk membahas kedua RUU itu diambil secara cepat karena 10 fraksi yang ada setuju untuk memberikan pandangannya secara tertulis.
Selanjutnya DPR RI akan membahas kedua RUU itu bersama pemerintah untuk kemudian dibawa lagi ke paripurna untuk disahkan sebagai undang-undang.
Sepakati Revisi UU MD3
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
"Apakah RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, dan DPD, DPRD, dapat disetujui menjadi usul DPR RI," tanya Wakil Ketua DPR Utut Adianto selaku pimpinan saat rapat paripurna di gedung DPR, Jakarta, Kamis (5/9/2019).
Baca: Revisi UU MD3, Hendrawan Supratikno Sebut untuk Hindarkan Kegaduhan Politik
Anggota DPR yang hadir pun secara kompak menyatakan setuju, tanpa ada menyatakan keberatan.
Adapun tanggapan setiap frasksi atas usul RUU tersebut disampaikan secara tertulis yang kemudian diserahkan kepada pimpinan rapat paripurna, tanpa dibacakan di depan umum.
Setelah diketok di paripurna, revisi UU MD3 akan dibahas dengan pemerintah, yang kemudian jika disetujui akan kembali dibawa ke paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.
Revisi tersebut mewacanakan penambahan pimpinan MPR menjadi 10 orang.
Baca: Revisi UU MD3 Untuk Tambah Pimpinan MPR Diyakini Akan Mendapat Penolakan dari Sejumlah Fraksi
Saat ini, pimpinan MPR berjumlah 8 orang, terdiri atas 1 ketua dan 7 wakil ketua.
Jumlah pimpinan MPR sebanyak 8 orang ini juga sebelumnya berdasarkan hasil revisi UU MD3 pada 2018.
Sepakati Revisi UU KPK dibahas dengan pemerintah
Seluruh fraksi tanpa terkecuali menyetujui Revisi Undang-undang (RUU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dalam rapat paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (5/9/2019).
Dalam rapat paripurna yang hanya berlangsung sekitar 15 menit itu fraksi-fraksi memberikan pandangannya tentang RUU KPK secara tertulis.
Baca: NasDem: Revisi UU KPK Kelanjutan Pidato Jokowi
“Sepuluh fraksi telah menyampaikan pandangannya secara tertulis. Selanjutnya pendapat fraksi terhadap RUU usul Badan Legislasi DPR RI tentang perubahan kedua UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK dapat disetujui sebagai usul DPR RI?” tanya Wakil Ketua DPR RI Utut Adianto sebagai pimpinan sidang terhadap peserta rapat paripurna yang berjumlah sekitar 67.
“Setuju!” jawab peserta rapat paripurna secara bersemangat.
Utut mengatakan pembahasan RUU KPK tersebut akan ditindaklanjuti sesuai mekanisme yang berlaku.
Setelah ini RUU KPK sebagai usul dari DPR RI disampaikan dan dibahas bersama pemerintah kemudian dibawa lagi ke paripurna untuk disahkan sebagai undang-undang.
Ada enam poin revisi UU KPK yang dibahas oleh Badan Legislasi DPR RI.
Yang pertama kedudukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) sebagai lembaga penegak hukum yang berada pada cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan.
Meskipun KPK merupakan bagian dari cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan, namun dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK bersifat independen.
Pegawai KPK merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tunduk kepada peraturan perundang- undangan di bidang aparatur sipil negara.
Kedua KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dapat melakukan penyadapan. Namun pelaksanaan penyadapat dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Dewan Pengawas KPK.
Ketiga KPK selaku lembaga penegak hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia (integrated criminal justice system). Oleh karena itu, KPK harus bersinergi dengan lembaga penegak hukum lainnya sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia.
Keempat di dalam upaya meningkatkan kinerja KPK di bidang pencegahan tindak pidana korupsi, setiap instansi, kementerian dan lembaga wajib menyelenggarakan pengelolaan laporan harta kekayaan terhadap penyelenggaraan negara sebelum dan setelah berakhir masa jabatan.
Kelima KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya diawasi oleh Dewan Pengawas KPK yang berjumlah 5 (lima) orang. Dewan Pengawas KPK tersebut, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dibantu oleh organ pelaksana pengawas.
Dan keenam KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama (satu) tahun.
Baca: KPK Berkali-kali Tolak RUU, Desmond : KPK Siapa Sih? Masa Pelaksana UU Menolak
Penghentian penyidikan dan penuntutan tersebut harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas dan diumumkan kepada publik.
Penghentian penyidikan dan penuntutan dimaksud dapat dicabut apabila ditemukan bukti baru yang berdasarkan putusan praperadilan
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.