ICCF 2019: Keberagaman, Persatuan Indonesia, dan Rekor Dunia di Ternate
Indonesia Creative Cities Festival (ICCF) 2019 di Ternate, Maluku Utara, disambut dengan gembira dan dibuka dengan antusias.
Editor: Content Writer
Pada kesempatan mengisi sesi pertama ICCC, Ketua APEKSI (Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia) sekaligus Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany pun memberi pujian kepada Ternate.
“Ternate punya laut, gunung, komunitas, punya potensi luar biasa dan punya sejarahnya. Ternate mantap, keren. Teman-teman dari ICCF harus tahu bahwa Ternate punya apa-apa,” kata beliau.
Bicara tentang kreativitas tentu tidak bisa lepas dari talenta dan kemampuan manusianya. Pada hari kedua konferensi, 05 September 2019, CEO GDP Venture Martin Hartono membahas panjang-lebar mengenai topik Kota Kreatif dan Tantangan Global.
Martin Hartono sekaligus mempresentasikan sederet panjang prestasi para musikus muda Indonesia yang berhasil dibawanya tampil hingga pentas level dunia, seperti Rich Brian, NIKI, Stephanie Poetri, dan Devinta Trista Agustina. Martin Hartono pun menayangkan video-video ketika keempat musikus muda Indonesia ini tampil pada Head in the Clouds Festival 2019 di Los Angeles, Amerika Serikat.
“Kami menargetkan 9.000, yang datang 25.000 penonton, dengan harga tiket USD 150,” kata Martin Hartono, disambut oleh tepuk tangan para hadirin di ballroom lokasi ICCC. “Prinsipnya, kami merekrut siapa saja anak Indonesia yang berbakat musik dan berkemauan keras menjadi penyanyi tingkat dunia,” lanjut beliau.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pun menyampaikan pada presentasinya di hari kedua ICCC, betapa penting mengemas informasi secara relevan melalui media sosial yang sekarang lebih banyak diakses oleh masyarakat pada kehidupan sehari-hari.
Mengunggah foto atau video pada media sosial itu terkesan seperti aktivitas ringan, tapi sebetulnya bisa dikelola, hingga informasi yang tersebar itu dapat membentuk identitas dan persepsi yang baik mengenai diri atau tempat tinggal kita.
Reputasi yang positif bisa dicapai dan menyebar hingga ke seluruh dunia, sehingga daerah kita memiliki daya tarik lebih bagi para wisatawan, pengunjung, hingga para investor.
Hari berikutnya, 06 September 2019, terjadi pencapaian tingkat dunia pada momentum Gugu Gia Si Kololi, yaitu 42.000 orang peserta yang “memeluk” Gunung Gamalama dengan bergandengan tangan selama 7 menit.
Kegiatan puluhan ribu orang yang bergandengan tangan ini merupakan wujud tekad bersama untuk terus merajut persatuan dan kesatuan Indonesia. Ini menunjukkan bahwa walaupun kita berbeda asal tempat dan latar belakang kehidupan, tetapi kita tetap hidup sebagai satu bangsa Indonesia.
“Ini merupakan acara sakral, yang pertama kali terjadi di dunia. Ini adalah kerja keras Jaringan Kota Ternate. Mereka ini adalah anak muda Ternate yang punya pikiran positif, inovatif, dan kreatif,” kata Wali Kota Ternate, yang turut hadir menjadi bagian dari kegiatan Gugu Gia Si Kololi.
Bersamaan adanya puluhan ribu orang yang bergandengan tangan sepanjang rute jalan yang telah ditentukan hingga Benteng Oranje itu, bendera merah-putih yang diikat pada sebuah tongkat pun dibawa berlari dan secara estafet dipindahkan hingga diberikan kepada Fiki Satari, Ketua Umum ICCN, yang menerimanya bersama rombongan di depan Benteng Oranje.
Kemudian Fiki Satari menyerahkan bendera merah-putih yang telah dibawa mengelilingi Gunung Gamalama itu kepada Paskibra yang telah siap di sana dan dengan sigap membawanya ke dalam Benteng Oranje untuk dikibarkan di tengah area, dikelilingi masyarakat dan para pengunjung dari luar pulau.
“Kita ingin merajut Nusantara dari Ternate. Seperti di tengah-tengah isu intoleransi, kami ingin Ternate mempunyai posisi sentral bahwa Ternate dari dulu sudah plural dan menerima segala perbedaan, keberagaman, saling percaya, dan sebagainya. Ini yang kemudian ditafsirkan dalam kegiatan Gugu Gia Si Kololi Ternate,” kata Zandry, Ketua JARKOT.