KPK: Kami Tak Mungkin Bongkar Kasus Mafia Migas Jika Terus Dilemahkan
"Perkara ini merupakan salah satu perkara yang menarik perhatian publik, terutama setelah Presiden Jokowi membubarkan Petral," kata Laode M Syarif
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajak semua pihak untuk mengawal penanganan perkara suap terkait perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Service (PES) Pte Ltd.
Seperti diketahui, kasus tersebut menjerat manta Direktur Utama Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) Bambang Irianto.
Baca: Terima Suap 2,9 Juta Dolar AS dari Kernel Oil, Eks Bos Petral Gunakan Perusahaan Cangkang
"Perkara ini merupakan salah satu perkara yang menarik perhatian publik, terutama setelah Presiden Jokowi membubarkan Petral," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (10/9/2019).
Kata Laode, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyatakan perang terhadap praktik mafia migas, hingga membubarkan Petral pada bulan Mei 2015.
Pembubaran itu dilakukan karena pemerintah mencium bau adanya praktik mafia migas dalam perdagangan minyak, yang ditugaskan pada anak perusahaan PT Pertamina Persero, termasuk Petral dan PES.
Secara paralel, sebagai bentuk concern dan dukungan terhadap prioritas memerangi mafia migas, KPK pun melakukan penelusuran lebih lanjut.
"Dalam perkara ini, ditemukan bahwa kegiatan sesungguhnya dilakukan oleh PES. Sedangkan Petral, diposisikan sebagai papercompany. Sehingga, KPK fokus mengungkap penyimpangan yang terjadi di PES tersebut," urai Laode M Syarif.
Petral diketahui tidak punya kegiatan bisnis pengadaan dan penjualan yang aktif.
Sedangkan PES menjalankan kegiatan bisnis utama, yaitu pengadaan dan penjualan minyak mentah dan produk kilang di Singapura, untuk mendukung perusahaan induknya yang bertugas menjamin ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) secara nasional.
Laode M Syarif mengungkap, dalam proses penyelidikan yang dimulai sejak Juni 2014 ini, banyak dorongan dan suara agar KPK terus mengungkap kasus ini.
"KPK tentu tetap harus melaksanakan tugas secara hati-hati dan cermat. Informasi pokok perkara, baru dapat disampaikan setelah naik ke tahap penyidikan," ujarnya.
Hasil dari penyelidikan yang saat ini telah masuk di tahap penyidikan, mengonfirmasi sejumlah temuan dugaan praktik mafia migas tersebut.
Bahkan, dalam perkara ini ditemukan bagaimana alur suap dilakukan lintas negara, dan menggunakan perusahaan “cangkang” di yurisdiksi asing, yang masuk dalam kategori taxheaven countries.
Padahal, awalnya, dengan target menciptakan ketahanan nasional di bidang energi, PT Pertamina membentuk Fungsi Integrated Supply Chain (ISC).
Fungsi ini bertugas melaksanakan kegiatan perencanaan, pengadaan, tukar menukar, penjualan minyak mentah, intermedia, serta produk kilang untuk komersial dan operasional.
Untuk mendukung target tersebut, Pertamina mendirikan beberapa perusahaan subsidiari, yang dimiliki dan dikendalikan penuh.
Yakni Petral yang berkedudukan hukum di Hong Kong, dan PES yang berkedudukan hukum di Singapura.
KPK pun sangat menyesalkan terjadinya dugaan tindak pidana korupsi dalam sektor migas.
Soalnya, sektor energi ini merupakan sektor yang krusial bagi Indonesia.
"Dilihat dari tujuan pembentukannya, Petral ataupun PES sebenarnya dibentuk untuk menjamin ketersediaan BBM secara nasional. Sehingga, hal ini sangat disayangkan. Karena sesungguhnya terkait langsung dengan kepentingan masyarakat Indonesia," keluh Laode M Syarif.
Apalagi, hingga tahun 2019 ini, penerimaan dari sektor migas masih menjadi andalan pemerintah untuk mendorong kinerja Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB).
Target PNBP dari sektor migas mencapai 42,2 persen, dari target dalam APBN 2019.
Selain dukungan, KPK meminta masyarakat yang memiliki informasi terkait mafia migas, agar menyampaikan ke komisi antirasuah untuk dipelajari lebih lanjut.
Laode M Syarif berharap, perkara ini dapat menjadi kotak pandora untuk mengungkap skandal mafia migas yang merugikan rakyat Indonesia.
Dia kemudian menyelipkan pesan tersirat soal revisi UU KPK.
Baca: Kasus Mafia Migas, KPK Telah Geledah 5 Lokasi Terkait Penyidikan Mantan Bos Petral
Dia menyebut, dalam melaksanakan tugas, KPK berharap mendapat dukungan dari berbagai pihak.
"Dalam penanganan perkara-perkara besar, yang bukan tak mungkin melibatkan kekuatan besar yang selama ini menikmati hasil korupsi tanpa terganggu, maka upaya-upaya melemahkan seperti memangkas kewenangan KPK akan berpengaruh dan berisiko terhadap penanganan perkara korupsi," ujar Laode M Syarif.