Soal Revisi UU KPK, Sikap Jokowi Dipertanyakan, Apakah Menolak, Mendukung atau Diam Saja?
Oleh sebab itu, penting bagi seorang kepala negara untuk menyatakan sikap, apakah mendukung revisi itu atau menolaknya.
Editor: Hasanudin Aco
Revisi UU KPK ini juga dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip dalam Jakarta Statement of Principles for Anti-Corruption Agencies pada 2012.
Baca: Fahri Hamzah Marah-marah di ILC, Bentak Pejabat yang Takut Merevisi UU KPK: Pengecut Semua
Baca: Di ILC, Karni Ilyas Akui Kaget Lihat Saut Situmorang Berapi-api Tolak Revisi UU KPK: Keras Juga Ini
Padahal, sesuai namanya, prinsip-prinsip mengenai lembaga antikorupsi ini ditandatangani di Jakarta.
"Tolong dilihat itu Jakarta Principles disetujui di Jakarta oleh semua lembaga antikorupsi dunia, tiba-tiba kita ingin mengubahnya tidak sesuai dengan Jakarta Principles," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Salah satu poin penting dalam Jakarta Principles yang disepakati oleh seluruh lembaga antikorupsi dunia adalah mendorong negara agar berani melindungi independensi lembaga antikorupsi.
Sementara draf revisi UU KPK justru mengancam independensi KPK.
Dalam draf RUU, KPK menjadi lembaga Pemerintah Pusat dan pegawai KPK dimasukan dalam kategori Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sebagai tuan rumah Jakarta Principles, Indonesia seharusnya menjalankan kesepakatan tersebut.
Apalagi, dari Jakarta Principles dan berkaca pada KPK sebagai role model, terdapat sejumlah negara yang kemudian membentuk lembaga antikorupsi yang independen.
Salah satunya, Prancis yang membentuk Agence Française Anticorruption (AFA).
"Banyak negara lain yang mencontoh KPK, dulu Prancis itu tidak punya lembaga antikorupsi. Prancis membentuk setelah dia melihat KPK dan membaca Jakarta principles," ungkap Laode.
Untuk itu, kata Laode, dengan UU yang ada saat ini, KPK sudah mampu bekerja dan bahkan menjadi role model lembaga antikorupsi bagi sejumlah negara.
Pernyataan tegas KPK tidak membutuhkan perubahan atas UU nomor 30/2002 pernah disampaikan Laode saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR pada awal 2016 atau beberapa saat setelah Agus Rahardjo Cs dilantik sebagai Pimpinan KPK Jilid IV.
Ketimbang revisi UU KPK, menurut Laode, KPK mendorong DPR untuk merevisi UU nomor 20/2001 tentang Tipikor dengan mengakomodasi sejumlah rekomendasi dalam UNCAC.
"Kebetulan waktu itu yang wakili KPK nya adalah saya dan pada waktu itu kami sampaikan bahwa revisi Undang-undang KPK belum diperlukan, yang perlu itu adalah beberapa poin dalam Undang-undang Tipikor agar memasukkan gap yang ada di dalam United Nations Convention Against Corruption dengan undang-undang Tipikor kita waktu itu. Itu jelas dan suratnya mungkin saya bisa sampaikan kepada teman-teman media, copy dari surat tersebut ditandatangani oleh lima pimpinan disampaikan," ujarnya.