4 Poin Draf Revisi UU KPK yang Ditolak Jokowi
Presiden Jokowi mengungkapkan empat poin yang tidak disetujui dirinya atas beberapa poin substansi dalam draf RUU KPK
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Jokowi mengungkapkan empat poin yang tidak disetujui dirinya atas beberapa poin substansi dalam draf RUU KPK.
"Saya tidak setuju terhadap beberapa substansi inisiatif DPR ini yang berpotensi mengurangi efektivitas tugas KPK" ujar Jokowi dalam jumpa pers di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019) yang didampingi oleh Mensesneg Pratikno dan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.
Baca: Meski Ditolak 500 Pegawai KPK, Irjen Filri Bahuri Terpilih Jadi Ketua KPK, Ini Daftar Kontroversinya
Pertama, Jokowi menyatakan tak setuju jika KPK harus mendapatkan izin pihak luar saat ingin melakukan penyadapan.
Menurutnya, KPK cukup memperoleh izin internal dari Dewan Pengawas untuk menjaga kerahasiaan.
Kedua, Jokowi tidak setuju penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan.
Jokowi menyatakan penyelidik dan penyidik KPK bisa berasal dari unsur aparatur sipil negara (ASN)
"Yang diangkat dari pegawai KPK maupun instansi pemerintah lainnya. Tentu saja harus melalui prosedur rekurtmen yang benar," imbuhnya.
Ketiga, Jokowi mengatakan tidak setuju KPK wajib berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam melakukan penuntutan.
Menurut dia, sistem penuntutan yang berjalan saat ini sudah baik sehingga tidak perlu diubah lagi.
Baca: 5 Nama Pemimpin KPK Periode 2019-2023 yang Terpilih, Termasuk yang Ditolak 500 Pegawai KPK
Keempat, Jokowi menyatakan tidak setuju apabila pengelolaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dikeluarkan dari lembaga antirasuah dan diberikan kepada kementerian atau lembaga lainnya.
"Saya tidak setuju. Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini," tegasnya.
Revisi UU KPK dikebut
Pemerintah dan DPR mengebut pembahasan sejumlah revisi undang-undang dipenghujung masa keanggotaan DPR 2014-2019.