Menkumham: RKUHP Warisan Besar untuk Indonesia
DPR dan pemerintah telah bersepakat bahwa RKUHP akan dibawa kedalam rapat Paripurna pada 24 September mendatang.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly bersyukur bahwa revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) bisa dirampungkan. Sebelumnya DPR dan pemerintah telah bersepakat bahwa RKUHP akan dibawa kedalam rapat Paripurna pada 24 September mendatang.
Menurut Yasonna rampungnya RKUHP merupakan warisan bagi bangsa Indonesia. Karena KUHP yang ada sekarang merupakan produk dari Belanda.
"Ini adalah legacy, sebuah warisan yang cukup besar untuk generasi kita dan bangsa ke depan, karena lebih dari 100 tahun memakai hukum Belanda. Ini betul-betul hukum Indonesia," ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (18/9/2019).
Menurut Yasonna, pembahasan RKUHP relatif berjalan lancar. Meskipun selama empat tahun pembahasan, terdapat perdebatan dan lobi lobi mengenai sejumlah pasal dalam RKUHP.
Baca: Imam Nahrawi Tersangka, Bagaimana Nasib Bonus Atlet Bulutangkis yang Jadi Juara Dunia?
"Selama empat tahun ini banyak pasal, dulu ada kekhawatiran beberapa lembaga katakan tidak ada lagi, baik Komnas HAM, BNN dan KPK," katanya.
Menurut Yasonna selesainya pembahasan RKUHP berkat kerjasama semua pihak. Mulai dari fraksi di DPR hingga pemerintah.
Baca: Ada Banyak Kenangan Bersama Ashanty, Anang Hermansyah Rela Rumah Mewahnya Dijual
Masing-masing pihak menurutnya, mau bernegosiasi untuk menjalin kesepakatan dalam menentukan isi setiap pasal. Karena menurut Yasonna, apabila setiap pihak tetap berkeras pada pandangannya masing-masing, maka RKUHP tidak akan pernah rampung.
"Kalau pakai cara berpikir ngotot-ngototan, sampai hari raya kuda tidak akan selesai dan kita akan terus pakai KUHP pidana produk Belanda. Mau engga? Di Belanda saja sudah engga dipakai," ujarnya.
Ketua Panja Mulfcahri Harahap mengatakan, pembahasan RKUHP bukanlah sesuatu yang mudah. Karena KUHP yang direvisi merupakan warisan Belanda.
"Karena menjadi bagian dari reformasi terhadap KUHP peninggalan pemerintah kolonial Belanda yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perkembangan hukum pidana di Indonesia," katanya.
Ada 6 isu krusial dalam revisi KUHP, diantaranya:
1. Penerapan asas legalitas pasif. Berdasarkan asas tersebut hukum positif yang tertulis maupun tidak tertulis dapat diterapkan di Indonesia supaya tidak bertentangan dengan Pancasila dan undang-undang dasar 1945 serta asas-asas hukum lainnya.
2 Perluasan pertanggungjawaban pidana. Korporasi kini bisa menjadi subjek hukum pidana sehingga bisa dimintai pertanggungjawaban hukum.
3. Penerapan doktrin ultimum remedium, yakni sistem pemidanaan diatur dengan tujuan tidak menderitakan tapi memasyarakatkan dan pembinaan.
4. Pidana mati kini merupakan pidana yang sifatnya khusus yang selalu diancam secara alternatif. Artinya harus diancamkan dengan pidana seumur hidup atau penjara paling lama 20 tahun. Selain itu harus diatur dengan syarat-syarat atau kriteria khusus dalam penjatuhan pidana mati.
5. RUU KUHP merupakan bagian dari rekodifikasi dan pengaturan-pengaturan terhadap berbagai jenis tindak pidana yang telah ada di KUHP dan undang-undang terkait lainnya. RUU KUHP telah menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat modern.
6. Pengaturan tindak pidana khusus dalam RUU KUHP diatur dengan kriteria-kriteria yang jelas dan pasti. Dikategorikan sebagai tindak pidana khusus, untuk merespon perkembangan teknologi dan komunikasi yang telah mempengaruhi kejahatan yang lebih luas, lintas batas, dan terorganisir.