Pemerintahan Jokowi Dinilai Makin Otoriter Lewat Pembungkaman Mahasiswa Melalui Rektor
Makin otoriter saja pemerintah kita saat ini. Ciri-ciri otoriterianisme adalah menggunakan segala cara untuk menghalau, menekan atau melawan suara pub
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Imbauan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir perihal sanksi terhadap rektor yang tidak bisa mencegah mahasiswa melakukan demonstrasi mendapat kritik keras.
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar menilai Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) semakin otoriter karena melakukan berbagai cara untuk menghalau suara publik. Kali ini menyasar ranah akademis.
Haris menyatakan bahwa Menristekdikti Nasir sudah menjadi agen represif.
"Makin otoriter saja pemerintah kita saat ini. Ciri-ciri otoriterianisme adalah menggunakan segala cara untuk menghalau, menekan atau melawan suara publik. Dalam hal ini Menristekdikti sudah jadi agen represif," ujar Haris Azhar kepada wartawan, Kamis (26/9/2019).
Baca: Polri: 4 Tersangka Unjuk Rasa di Jawa Barat Diduga Anggota Anarcho-Syndicalism
Haris lantas menyebut Nasir sudah melakukan pengkhianatan karena telah menyimpang dari tugas dengan berupaya mencegah kebebasan berekspresi mahasiswa. Kata dia, seharusnya Nasir fokus saja untuk bekerja guna meningkatkan mutu kualitas perguruan tinggi.
"Padahal, tugas Menristekdikti adalah meningkatkan mutu kualitas perguruan tinggi. Sementara aksi mahasiswa adalah wujud dari intelektualitas. Jika kampus diminta cegah mahasiswa demontrasi, itu adalah bentuk pengkhianatan Menristekdikti pada kecerdasan mahasiswa," katanya.
Dia mengatakan sikap yang ditempuh pemerintah dalam menangani demonstrasi belakangan ini menunjukkan ketakutan akan kehilangan kekuasaan. Hal itu, menurut Haris, berbuntut adanya pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Pelanggaran yang dimaksud Haris ialah seperti penangkapan para demonstran oleh aparat kepolisian di setiap aksi demonstrasi.
"Mereka paranoid, takut kehilangan kekuasaan disaat bersamaan tidak demokratis menjawab masalah. Berbagai pelanggaran HAM akhirnya muncul," ujar Haris.
"Termasuk sweeping. Apa dasar sweeping? Kalau semua yang demo ditangkap, apakah ini artinya demonstrasi adalah kejahatan?," Haris mempertanyakan.
Sebelumnya Menristekdikti Mohammad Nasir meminta para rektor memberitahu mahasiswa agar tak kembali turun ke jalan melakukan demonstrasi. Nasir mengatakan bakal mengajak para mahasiswa untuk berdialog terkait tuntutan yang mereka sampaikan.
"Imbauan saya para rektor, tolong mahasiswa diberitahu jangan sampai turun ke jalan. Nanti kami ajak dialog," kata Nasir usai bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
"Kalau mereka orang terpandang pendidikannya, itu turun ke jalan sehingga tidak bisa dikontrol. Apa bedanya nanti dengan tidak terdidik," sambungnya.
Bahkan, Nasir sudah meminta Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti untuk menyampaikan hal ini kepada rektor di seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
Ia mengungkapkan bakal memberi sanksi kepada rektor yang ikut menggerakkan mahasiswa turun ke jalan.
"Nanti akan kami lihat sanksinya ini. Gerakannya seperti apa dia. Kalau dia mengerahkan sanksinya keras. Sanksi keras ada dua, bisa SP1, SP2. Kalau sampai menyebabkan kerugian pada negara dan sebagainya ini bisa tindakan hukum," katanya.
Lebih lanjut, Nasir juga mengecam tindakan dosen yang justru mengizinkan mahasiswa untuk ikut demonstrasi.
Menurutnya, rektor harus bertanggung jawab untuk mengingatkan para dosen yang tetap mengizinkan mahasiswa untuk aksi turun ke jalan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.