Fadli Zon: Tak Boleh Ada Kriminalisasi Ekspresi Demokrasi
Fadli Zon menyayangkan adanya kriminalisasi ekspresi melalui demonstrasi, karena itu merupakan hak yang dijamin oleh konstitusi.
Editor: Content Writer
Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Korpolkam) Fadli Zon menyayangkan adanya kriminalisasi ekspresi melalui demonstrasi, karena itu merupakan hak yang dijamin oleh konstitusi dan melekat pada setiap warga negara, termasuk para aktivis.
Hal ini terkait dengan penangkapan kedua aktivis, yakni Sutradara dan Jurnalis Dokumenter Dandhy Dwi Laksono terkait dengan cuitannya tentang Papua, dan Musisi Ananda Badudu terkait penggalangan dana untuk aksi unjuk rasa mahasiswa.
“Kita sangat menyayangkan, ekspresi demokrasi melalui demonstrasi dan juga hal-hal terkait dengan itu adalah bagian yang dijamin oleh konstitusi kita. Mestinya itu tidak boleh dikriminalisasi, karena itu adakah hak yang dijamin oleh konstitusi dan hak itu melekat kepada setiap warga negara, termasuk para aktivis,” kata Fadli, saat ditemui Parlementaria seusai menerima kunjungan delegasi Parlemen Qatar di Gedung Nusantara III DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (27/9/2019).
Sebagai mantan aktivis 1998, Fadli menilai gerakan aksi demonstrasi mahasiswa sebagai siklus 20 tahunan. Menanggapi sikap Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari sejumlah perguruan tinggi, yang tidak memenuhi undangan dari Presiden Joko Widodo, ia menilai hal tesebut sebagai hal yang wajar dan meyakini bahwa mereka tentu sudah memiliki perhitungannya tersendiri.
“Mereka (mahasiswa) pasti mempunyai hitung-hitungannya lah. Hitungannya seperti apa, saya yakin mereka itu sudah dengan kalkulasi yang matang. Mungkin mereka tidak mau terkonotasi atau memang merasa nanti akan disub-ordinasi gitu ya,” pungkas politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Lebih lanjut Fadli menekankan bahwa gerakan mahasiswa merupakan sebuah panggilan sejarah. Sudah menjadi hal yang wajar bagi generasi penerus bangsa seperti mahasiswa menjadi kritis.
“Saya kira, sah-sah saja para generasi penerus yabg kritis dalam setiap zaman. Gerakan mahasiswa itu selalu membawa misi, bahkan boleh dibilang hal itu merupkan siklus 20 tahunan. Gerakan mahasiswa itu, menurut saya sebagai seorang aktivis, itu adalah panggilan sejarah,” imbuhnya.
Tidak hanya mahasiswa, unjuk rasa juga sempat diikuti okeh sekelompok pelajar yang sebagian besar merupakan pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau sempat disebut Sekolah Teknologi Menengah (STM).
Terkait hal ini, Fadli menilai ini bukanlah hal yang baru, serta turut menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari demokrasi bangsa Indonesia.
“Bukanlah hal yang baru bagi pelajar turun ke jalan. Bahkan sejak zaman Budi Oetomo, para pelajar umur belasan tahun tergabung dalam gerakan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) dan Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI) di tahun 1966 yang dulu ikut menurunkan PKI,” tegas legislator dapil Jawa Barat V itu.
Bahkan, Fadli menilai para aksi para pelajar menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan dari demokrasi bangsa. Selain itu, ia menilai pelajar yang unjuk rasa memiliki militansi yang lebih tinggi, mengingat usianya yang terbilang muda.
Fadli juga menyanggah isu yang beredar bahwa aksi unjuk rasa mahasiswa dan pelajar ‘ditunggangi’ oleh satu kelompok tertentu.
“Saya yakin bahwa ini merupakan suara murni dari mahasiswa dari pelajar. Mereka (pelajar) ini lebih militan, karena usianya lebih muda. Saya kita itu bagian yang tidak dipisahkan dari demokrasi kita. Jika ada isu ‘ditunggangi’, yang menunggangi kan pelajar,” pungkas Fadli.(*)