Keluarga Korban Tewas dengan Luka Tembak di Aksi Demo Mahasiswa Kendari Melapor ke LPSK
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan pihaknya sudah menerima laporan dari keluarga korban tewas luka tembak dari Kendari.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) masih mengkaji laporan permintaan perlindungan dari keluarga mahasiswa korban tewas luka di Kendari, Sulawesi Tenggara.
Meski tak merinci, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan pihaknya sudah menerima laporan dari keluarga korban tewas luka tembak itu.
Di Kendari, tercatat ada dua mahasiswa Universitas Halu Oleo yang tewas akibat luka tembak yakni, Randi (21) dan Yusuf Kardawi (19).
"Yang meninggal belum. Belum selesai kami telaah, masih dalam proses penelahaan," kata Edwin di kantor LPSK, Jakarta Timur, Senin (14/10/2019).
Selain mengkaji laporan dari keluarga mahasiswa korban tewas yang jadi korban, LPSK masih menunggu laporan dari korban lainnya.
Pasalnya LPSK belum menerima laporan dari pihak keluarga di Jakarta yang merasa kerabatnya jadi korban penganiayaan aparat.
Termasuk dari keluarga Akbar Alamsyah yang menurut keluarga mengalami tindak penganiayaan dan belum lama ini dimakamkan.
"Di Jakarta sejauh ini kami sudah menunggu permohonan yang masuk, tapi memang belum ada permohonan yang masuk. Sebenarnya kami sangat terbuka saja," ujarnya.
Pun tak merinci jumlah laporan yang diterima LPSK terkait demo penolakan RKUHP, Edwin menuturkan jumlahnya lebih dari dua.
Selain laporan dari korban tewas, LPSK juga menerima laporan dari korban selamat luka tembak saat massa melakukan unjuk rasa.
Baca: Jokowi Dilantik 20 Oktober, Tapi Susunan Kabinet Jokowi-Maruf Sudah Bocor, Begini Reaksi Istana
"Mungkin di minggu depan menyusul lagi permohonan yang lain. Yang sudah mengajukan lebih dari dua, tapi yang baru diputus, yang sudah siap berkasnya ada dua, itu yang didahulukan," tuturnya.
Sebagai informasi, korban selamat luka tembak yang resmi jadi terlindung LPSK merupakan ibu hamil enam bulan bernama Putri (23).
Baca: Nahas, Jiat Meninggal Tertabrak Kendaraan Lain Saat Mengganti Ban Truk di Mantingan Ngawi
Putri jadi korban luka tembak pada Kamis (26/9/2019) lalu menjalani operasi pengangkatan proyektil di RS Bhayangkara.
Atas dasar pertimbangan tertentu, suami Putri juga melapor meminta perlindungan ke LPSK dan akhirnya disetujui.
Baca: Penuturan Blak-blakan Widy Vierra Jadi Korban Kekerasan Pacar dan Pengalaman Diculik
Korban Selamat Luka Tembak di Kendari Dilindungi LPSK
Korban penembakan saat aksi unjuk rasa di sekitar DPRD Sulawesi Tenggara mulai hari ini resmi jadi terlindung Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Meski tak menyebut identitas, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan korban penembakan di Kendari yang jadi terlindung merupakan korban selamat.
"Kami sudah memutuskan memberi perlindungan kepada korban di Kendari, ada dua orang yang kami sudah putuskan permohonannya untuk jadi terlindung. Satu korban, satu keluarga, suaminya," kata Edwin di kantor LPSK, Senin (14/10/2019).
Untuk sekarang, Edwin menuturkan bantuan yang diberikan LPSK masih sebatas jaminan biaya pengobatan.
Namun bila situasi berubah LPSK siap menempatkan dua korban yang dirahasiakan identitasnya ke rumah aman.
"Sangat tergantung dengan kebutuhannya, tapi sejauh ini belum sampai sejauh itu," ujarnya.
Merujuk pernyataan suami korban yang disebut Edwin, korban penembakan Kendari yang jadi terlindung LPSK diduga atas nama Putri (23).
Seorang ibu hamil enam bulan yang mengalami luka tembak di bagian betis dan menjalani operasi pengangkatan proyektil di RS Bhayangkara.
Putri jadi korban luka tembak pada Kamis (26/9/2019) saat aksi unjuk rasa mahasiswa menolak pengesahan RKUHP yang merenggut dua korban jiwa.
Dua mahasiswa Universitas Halu Oleo yakni Randi (21) yang mengalami luka tembak di bagian dada, dan Yusuf Kardawi (19) yang meninggal usai menjalani operasi.
Keluarga Mahasiswa Kendari Tolak Diautopsi Dokter Polri, Kapusdokkes: Itu Hak Keluarga
Kapusdokkes Polri Brigjen Pol Musyafak buka suara terkait pilihan keluarga mahasiswa Universitas Halu Oleo, Randi (21) yang menolak almarhum diautopsi dokter Polri.
Randi tewas saat ikut berunjuk rasa di DPRD Sulawesi Tenggara bersama sejumlah mahasiswa menolak pengesahan RKUHP dan RUU kontroversial lainnya.
Musyafak mengatakan pilihan keluarga yang memilih autopsi dilakukan tim dokter forensik RSUD Abunawas sepenuhnya merupakan hak keluarga korban.
"Sebetulnya tindakan autopsi menurut UU memang harus seizin pihak keluarga, selama dari pihak keluarga tidak mengizinkan, kami dari kesehatan Polri juga enggak bisa melakukan autopsi. Itu saja intinya," kata Musyafak di RS Polri Kramat Jati, Rabu (2/10/2019).
Saat kembali dipertegas apa Pusdokkes Polri tak mempermasalahkan pilihan pihak keluarga Randi, dia kembali menyebut keluarga memiliki hak.
Musyafak sendiri mengaku tahu autopsi jenazah Randi yang dipastikan tewas akibat luka tembak dilakukan di RSUD Abunawas.
"Itu hak asasi dari keluarga. Jadi intinya dari instalasi forensik kita, selama ada permintaan dari penyidik, dan juga ada izin dari pihak keluarga kita laksanakan," ujarnya.
Meski autopsi ditangani tim dokter forensik RSUD Abunawas, dia mengaku telah mengetahui bahwa Randi tewas karena luka tembak.
Musyafak juga mengetahui bahwa mahasiswa Universitas Halu Oleo lainnya, Muhammad Yusuf Kardawi tewas setelah sempat dirawat.
"Karena sudah ada hasil autopsi, ada (Randi) meninggal karena luka tembak. Kedua (Yusuf) ini sudah sempat dioperasi, jadi saat itu belum meninggal di tempat. Jam 04.25 WIB kalau enggak salah," tuturnya.
Mengutip kompas.com, ketua tim dokter ahli forensik RSUD Kendari dr Raja Al Fatih Widya Iswara membenarkan Randi tewas akibat luka tembak.
Randi mengalami luka di ketiak sebelah kiri dengan diameter 0,9 sentimeter dan dada kanan 2,1 sentimeter.
"Tidak kami temukan selongsong peluru, tapi ditembak dengan senjata api. Terkena pembungkus jantung dan paru-paru sebelah kanan dan sebelah kiri, hingga mengalami pendarahan," kata Raja, Jumat (27/9/2019).
Sebelumnya, pernyataan keluarga Randi menolak autopsi dilakukan dokter Polri disampaikan lewat Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Sunanto.
Pernyataan Sunanto terkait rumah sakit yang dipilih untuk autopsi dibenarkan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Sulawesi Tenggara, Marsono.
Polri Bentuk Tim Investigasi Gabungan Ungkap Kematian 2 Mahasiswa Peserta Unjuk Rasa di Kendari
Polri berjanji transparansi dalam investigasi kasus tewasnya dua orang mahasiswa peserta unjuk rasa di Kendari, Sulawesi Tenggara, pada Kamis, 26 September lalu.
Polri juga berjanji segera mengungkap pelaku jika benar tewasnya korban karena penembakan.
Hal itu disampaikan Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri) Komjen Ari Dono Sukmanto di Kendari, Sultra, Sabtu (29/9/2019).
Ari mengatakan, saat ini telah dibentuk tim gabungan untuk menginvestigasi insiden kematian dua orang mahasiswa peserta unjuk rasa di Kendari.
Tim tersebut juga melibatkan unsur dari luar kepolisian, dari Ombudsman hingga pihak kampus.
Dia juga memastikan pihaknya membuka diri apabila ada aspirasi yang menghendaki agar pihak lain turut dilibatkan dalam proses investigasi seperti, Ombudsman, Komnas HAM maupun akademisi.
"Kepolisian komitmen menjalankan tugas dengan profesional. Tim investigasi bekerja secara transparan untuk membuktikan peristiwa yang terjadi saat unjuk rasa yang menelan korban jiwa," kata Ari.
Sejauh ini, kata dia, investigasi yang dilakukan baru melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan mengumpulkan semua jenis senjata yang digunakan personel kepolisian saat pengamanan unjuk rasa mahasiswa di DPRD Sultra pada 26 September lalu.
Ia menyatakan, petugas kepolisian dilarang menggunakan senjata api dengan peluru tajam saat menangani unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa.
Sementara, dari olah TKP, tim menemukan tiga selongsong peluru di drainase depan Disnakertrans Sultra.
Oleh karena itu, tim investigasi mengumpulkan seluruh senjata api petugas untuk dilakukan pemeriksaan.
"Karena ada temuan selongsong peluru, maka perlu diperiksa, termasuk polisi yang ditugaskan. Perlu kami data senjata apa saja yang dibagi, amunisinya berapa untuk diteliti," ujarnya.
Tim investigasi juga telah mengantongi data hasil autopsi dan rekam medis dari kedua jenazah untuk dicocokkan dalam rangkaian teknik investigasi.
"Insya Allah secara periodik hasil investigasi akan disampaikan kepada publik. Harapannya lebih cepat lebih baik, sekarang pun tim sudah bekerja," ujarnya.
Unjuk rasa ribuan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi dilakukan di sekitar Gedung DPRD Sulawesi Tenggara, kota Kendari, pada kamis, 26 September 2019.
Namun, kejadian itu mengakibatkan dua mahasiswa meninggal.
Peserta unjuk rasa Immawan Randi (21), mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Halu Oleo (UHO), tumbang di lokasi, saat kelompok mahasiswa pengunjuk rasa terlibat bentrok dengan petugas kepolisian.
Dia dinyatakan meninggal dunia akibat luka tembak di dada sebelah kanan pada sore harinya.
Sementara, korban lainnya, Muhammad Yusuf Kardawi (19), mahasiswa jurusan Teknik Sipil UHO, meninggal dunia setelah menjalani operasi akibat luka serius pada bagian kepala, di RSUD Bahteramas, pada esok harinya.
Korban sempat mengalami perdarahan hebat di bagian kepala.
Selain itu, seorang ibu hamil enam bulan yang sedang tertidur lelap di rumahnya di Jalan Syeh Yusuf, Kota Kendari, juga meninggal setelah terkena tembakan.
Hasil identifikasi sementara disebutkan bahwa peluru yang diangkat dari betis ibu hamil berkaliber 9 milimeter.
Peluru tersebut tengah dilakukan uji balistik oleh kepolisian.
Rumah korban yang berkonstruksi permanen berjarak sekitar 2 kilometer dari Gedung DPRD Sultra, tempat konsentrasi pengamanan aksi unjuk rasa oleh aparat kepolisian. (tribun network/kompas.com)
Artikel ini tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Keluarga Korban Tewas Luka Tembak di Kendari Melapor ke LPSK
Penulis: Bima Putra
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.