Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

ICW Minta Partai Politik Tidak Intervensi Presiden Jokowi Terkait Perppu

Indonesia Corruption Watch (ICW) berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak ragu untuk menerbitkan Perppu KPK.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in ICW Minta Partai Politik Tidak Intervensi Presiden Jokowi Terkait Perppu
TRIBUN/IQBAL FIRDAUS
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak ragu untuk menerbitkan Perppu KPK.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebut semestinya Presiden Jokowi tidak gentar dengan gertakan politisi yang menyebutkan akan melakukan pemakzulan jika menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Perppu menurutnya merupakan kewenangan hak prerogatif Presiden dan konstitusional.

Meskipun pada akhirnya nanti akan ada uji objektivitas di DPR terkait dengan Perppu tersebut.

"Partai politik agar tidak mengintervensi presiden dalam mengeluarkan Perppu," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/10/2019).

Baca: Kabar Buruk Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Orang Nomor 1 di Polisi Ditimpa Musibah, di Palembang

Baca: Tak Ada Kabar Menikah, Young Lex Tiba-tiba Pamer Hasil USG Istri: Sudah Hamil 7 Bulan

Baca: Pria Ini Tusuk Kepsek Gara-gara Tersinggung Disarankan Cerai dengan Istrinya Sebelum Kawin Lagi

Kurnia pun berharap Jokowi segera menerbitkan Perppu.

Karena menurutnya persyaratan untuk penerbitan Perppu telah terpenuhi.

Berita Rekomendasi

"Padahal seluruh syarat untuk penerbitan Perppu telah terpenuhi. Mulai dari kebutuhan mendesak karena pemberantasan korupsi akan terganggu, kekosongan hukum, sampai pada perubahan UU baru yang membutuhkan waktu lama (Putusan MK tahun 2009)," ujarnya.

Tak hanya itu, ICW juga meminta kepada semua pihak dan masyarakat untuk selalu menyuarakan agar menolak segala bentuk yang bisa melemahkan KPK.

"Masyarakat agar tetap menyuarakan penolakan terhadap seluruh bentuk pelemahan KPK," kata Kurnia.

Kerdilkan agenda pemberantasan korupsi

Undang-undang Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) hasil revisi resmi berlaku hari ini, Kamis (17/10/2019).

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai dengan diterapkannya UU KPK hasil revisi tersebut akan memperlemah dan mengkerdilkan agenda pemberatansan korupsi.

"Penting untuk ditegaskan bahwa seluruh Pasal yang disepakati oleh DPR bersama pemerintah dipastikan akan memperlemah KPK dan mengembalikan pemberantasan korupsi ke jalur lambat," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana lewat keterangan tertulisnya, Kamis (17/10/2019).

Sebagai contoh, kata Kurnia, pembentukan Dewan Pengawas yang anggotanya dipilih Presiden dan memiliki wewenang memberikan ijin penindakan perkara rawan intervensi eksekutif.

Baca: Harta Kekayaan Mulan Jameela Capai Rp 15,5 Miliar, Lebih Besar dari Desy Ratnasari, tapi Punya Utang

Baca: Aksi Pamer Kemaluan Terjadi di Depok, Pelaku Melakukannya di Dalam Angkot

Baca: Promosi Toto pun Sampai Membawa Toilet di Atas Motor Berjalan 1400 Kilometer

Demikian pula, penerbitan SP3 dalam jangka waktu 2 tahun apabila perkara tidak selesai akan berpotensi menghentikan perkara besar yang sedang ditangani KPK.

"Banyak pihak yang berdalih bahwa dalam UU KPK yang baru terdapat pasal peralihan terkait pembentukan Dewan Pengawas. Namun, harus dipahami, bahwa cepat atau lambat Dewan Pengawas akan terbentuk. Jadi, pernyataan yang menyebutkan terkait dengan pasal peralihan itu hanya dalih tanpa dasar sama sekali," ujar Kurnia.

Kurnia juga menyebut untuk usia minimal Pimpinan KPK baru pun belum selesai dari perdebatan.

Dalam draft UU KPK yang selama ini beredar disebutkan bahwa usia minimal Pimpinan KPK dapat dilantik adalah 50 tahun.

"Sedangkan salah satu Pimpinan KPK terpilih yaknk Nurul Ghufron belum sampai batas usia minimal UU KPK baru. Tentu ini menjadi kekosongan hukum yang harusnya dapat diisi oleh Perppu," kata dia.

Selain dari substansi, lanjut Kurnia, persoalan formil pun masih menjadi sorotan publik.

Mulai dari tidak masuk prolegnas prioritas 2019 dan tidak dihadiri kuorum paripurna DPR saat pengesahan UU KPK yang baru.

Demikian pula, KPK secara institusi juga tidak pernah dilibatkan pada proses pembahasan.

"Kejadian diatas memberikan gambaran bahwa dua cabang kekuasaan, baik eksekutif dan legislatif memiliki niat untuk mengkerdilkan agenda pemberantasan korupsi," kata Kurnia.

Sedih KPK dilemahkan

Dalam hitungan jam, Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi akan mulai berlaku.

Sebelumnya DPR sudah mengesahkan UU KPK hasil revisi pada 17 september 2019..

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan revisi UU KPK merupakan pelemahan terhadap lembaga antirasuah.

Satu di antara hal yang ia sorot ialah keberadaan Dewan Pengawas KPK.

Baca: Bareskrim Polri Indikasikan Fintech Ilegal Bisa Jadi Sumber Pendanaan Terorisme

Baca: Mantan Direktur Krakatau Steel Wisnu Kuncoro Dituntut 2 Tahun Penjara

Baca: Ali Mochtar Ngabalin Garuk-garuk Kepala Sikapi Isu Fadli Zon Akan Jadi Menteri Jokowi

"Saya sedih karena terjadilah musibah KPK dilemahkan karena pasal-pasal yang ada mulai dari syarat menyadap harus izin dewan pengawas dan juga izinnya tertulis," kata Mardani Ali Sera di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/10/2019).

Menurutnya, KPK seharusnya dapat diperkuat tanpa adanya revisi UU KPK.

Karena itu, politikus PKS ini mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera menerbitkan Perppu KPK sebelum undang-undang hasil revisi berlaku mulai pukul 00.01 nanti.

"Saya pribadi tetap berpendapat, Pak Presiden perlu mengeluarkan Perppu, sebelum masa berkahir (Undang-Undang KPK) 16 Oktober pukul 23:59," ujar Mardani.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas