Peneliti: Kabinet Baru Alami Penurunan Kualitas
Kabinet Indonesia Maju yang baru dilantik Presiden Jokowi mengalami penurunan kualitas sumber daya manusia dibanding era Jokowi-I.
Editor: Hasanudin Aco
Dampaknya, jelas dia, menyebabkan kredibilitas tim ekonomi otomatis menurun. Sebab yang diharapkan untuk menangani persoalan perekonomain nantinya hanya Menteri Keuangan Sri Mulyani.
“Saya kasihan dengan tugas berat Bu Sri Mulyani karena sendirian sebagai profesional, dikepung parpol,” ungkap dia.
Fokus Terpecah
Selain kredibilitas, lanjut dia, biasanya menteri titipan parpol juga beresiko terpecah fokusnya menjelang pemilu 2024. Kemungkinan menteri titipan parpol, bekerja efektif hanya sampai tahun 2022, setelah itu memikirkan pemenangan partainya di pemilu berikutnya.
Karena itu, ucap dia, investasi yang mau masuk akhirnya berpikir ulang karena ada masalah kredibilitas dan kebijakan yang dibuat nantinya lebih ditumpangi kepentingan politis.
Tantangan Global
Secara terpisah, Dosen Program Studi Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Agus Heruarto Hadna mengatakan, Indonesia menghadapi tantangan global yang sangat mengkhawatirkan. Karenanya langkah-langkah antisipasi mutlak diperlukan agar mampu menghadapi berbagai kendala yang menghadang di depan.
“Aspek pertama adalah ekonomi. Luar biasa tantangan kita. Dimasa depan kita tidak lagi mengandalkan sumber daya alam (SDA), sebab semua SDA akan berkurang. Jadi mau tidak mau keunggulan komparatif yang menjadi keunggulan kita dan harus ditingkatkan, adalah keunggulan kompetitif,” jelas dia.
Keunggulan kompetitif itu adalah pengusaaan teknologi tinggi melalui digitalisasi. Dan industri digital di Indonesia menjadi pasar besar yang menjadi potensi melimpah yang harus dioptimalkan. Apalagi Indonesia menjadi salah satu negara di Asia yang berpeluang terhadap pasar digital.
“Teknologi digital bersifat populis sehingga sangat mungkin untuk dioptimalkan. Sementara itu, selama periode pertama Jokowi hanya menghasilkan 1 teknologi Gesit atau motor listrik. Padahal anggarannya mencapai sekitar Rp26 triliun. Jadi penguasaan teknologi di Indonesia, bermasalah, dan riset belum menjadi dasar bagi pembangunan Indonesia,” tegas Hadna.
Aspek kedua, kata dia, adalah perekonomian dunia ke depan yang sangat tidak pasti atau uncertainty.
Dan ketidakpastian itulah yang pasti. Dengan demikian, kondisi ini harus direspon segera, utamanya melalui digitalisasi untuk menopang ekonomi Indonesia. Jadi tantangan ke depan adalah soal ketidakpastian dalam kancah globalisasi, menjadi penting untuk diperhatikan serius
“Pemerintah harus bisa mengembangkan kebijakan perekonomian yang inovatif dengan berbagai terobosan atau breakthrough. Maksud saya, kebijakan-kebijakan ekonomi tidak boleh dipandang sebagai business as usual, harus ada terobosan besar. Dan saya ragu dengan susunan kabinet baru saat ini,” tandas Hadna lagi.