Calon Baru Mesti Mundur Tapi Petahana Cukup Cuti, Bawaslu: Sebenarnya Ini Tidak Adil
"Sebenarnya ini aturannya tidak adil karena sama-sama jabatan politis," kata Abhan
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Bawaslu RI, Abhan menyebut ada ketidakadilan terhadap mekanisme pencalonan kepala daerah antara anggota DPR/DPRD dengan kepala daerah petahana dalam Undang-Undang tentang Pilkada.
Padahal keduanya sama-sama menduduki jabatan politis.
Baca: Bawaslu Takut Kena Getah Polemik Larangan Eks Napi Korup Maju Pilkada
"Sebenarnya ini aturannya tidak adil karena sama-sama jabatan politis. Bupati dan wali kota kan jabatan politis. DPR jabatan politis," ucap Abhan seperti dikutip Tribunnews.com dari laman Bawaslu.go.id, Sabtu (16/11/2019).
Sebagaimana diketahui, bagi anggota DPR/DPRD yang mau mencalonkan diri di Pilkada 2020, mereka diwajibkan mundur diri dari jabatannya lebih dulu.
Tapi, jika yang bersangkutan berstatus sebagai petahana maka dia tidak wajib mengundurkan diri.
Melainkan cukup mengambil cuti.
Aturan ini ada dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Menurutnya, ada celah argumentasi untuk menyamakan mekanisme pencalonan tersebut.
"Mestinya ada celah argumentasinya kalau mau disamakan," jelasnya.
Baca: Bawaslu Rilis 139 Formasi CPNS 2019, Ini Jabatan dan Kualifikasi Pendidikan yang Dibutuhkan
Oleh karenanya, Bawaslu mendorong adanya pengkajian ulang soal mekanisme pencalonan guna persiapan Pilkada 2020 mendatang.
"Itu yang saya kira harus dikaji kembali di Undang-Undang Pilkada 10 tahun 2016," ucap dia.