POPULER! Terkait Aturan Menikah yang Baru pada 2020, Begini Tanggapan Wakil Rakyat hingga Komnas HAM
Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) berencana akan memberlakukan sertifikasi menikah mulai 2020 mendatang.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Fathul Amanah
TRIBUNNEWS.COM - Pada 2020 mendatang, perizinan menikah tidak semudah saat ini.
Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) berencana akan memberlakukan sertifikasi menikah mulai 2020 mendatang.
Program ini diadakan untuk pasangan yang akan menikah, nantinya akan mendapatkan pembekalan melalui kelas dan bimbingan pra-nikah.
Melalui pembekalan tersebut, pasangan akan dibekali pengetahuan seputar kesehatan alat reproduksi, penyakit berbahaya yang mungkin terjadi pada suami istri dan anak, hingga masalah stunting.
Jika lulus, pasangan akan mendapat sertifikat yang selanjutnya dijadikan syarat perkawinan.
Dikutip Tribunnews dari Kompas.com, Deputi VI Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko PMK, Ghafur Darmaputra, mengatakan pasangan yang belum lulus pembekalan tidak diizinkan menikah.
Nantinya, kebijakan tersebut akan diberlakukan untuk semua yang akan menikah, tanpa melihat latar belakang keyakinan.
"Nantinya ini berlaku untuk semua yang akan menikah, tidak melihat agamanya," kata Ghafur, Jumat (15/11/2019).
Meski begitu, Ghafur menerangkan akan ada target peserta yang terkena aturan tersebut.
Namun, penentuan peserta masih akan dibahas lebih lanjut lagi.
Ghafur sendiri mengatakan wacana pasangan tidak mendapat izin menikah jika belum pembekalan pra-nikah masih dipersiapkan.
Ia mengungkapkan, pembekalan pra-nikah dilakukan untuk mempersiapkan warga Indonesia menjadi sumber daya manusia (SDM) unggul ke depannya.
"Intinya untuk mempersiapkan manusia Indonesia seutuhnya. Bebas dari stunting, cacat dan seterusnya," ujarnya, dilansir Kompas.com.
"Pengetahuan akan pernikahan perlu dipersiapkan dengan baik," imbuhnya.
Tak hanya itu, Ghafur memastikan rencana penerapan aturan tersebut dilakukan dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan memperbaiki kualitas manusia Indonesia dari hulu.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi VIII, Marwan Dasopang, mengatakan pernikahan merupakan urusan pribadi.
Mengutip Kompas.com, Marwan menilai akan banyak persoalan terjadi jika sertifikasi perkawinan benar-benar direalisasikan.
Ia mengkhawatirkan akan terjadi perzinaan jika ada pasangan tak lulus pembekalan dan tidak mendapatkan sertifikasi perkawinan.
"Pak Muhadjir (Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy) jangan membuat kegaduhan di Republik ini. Urusan nikah sangat privat, bila sudah memenuhi syarat dari sudut keyakinan dari masing-masing orang, jangan dibuat persyaratan yang tak perlu," tutur Marwan, Jumat.
Marwan pun menyarankan agar Menko PMK sebaiknya fokus pada program-program di bidang kebudayaan dan adat istiadat.
"Perkuat fondasi agama, budaya dan adat istiadat yang bisa memperkuat persaudaraan dan kekeluargaan," tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator PMK, Muhadjir Effendy, mengungkapkan Kemenko PMK bakal mencanangkan program sertifikasi perkawinan yang diperuntukkan untuk pasangan akan menikah.
Sertifikasi perkawinan itu nantinya akan dijadikan sebagai syarat perkawinan.
"Jadi sebetulnya setiap siapapun yang memasuki perkawinan mestinya mendapatkan semacam upgrading tentang bagaimana menjadi pasangan berkeluarga," terang Muhadjir saat ditemui di Sentul International Convention Center, Jawa Barat, Rabu (13/11/2019), dikutip dari Kompas.com.
Tanggapan Komnas HAM soal Sertifikasi Perkawinan
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik, menanggapi soal rencana program sertifikasi perkawinan dan pembekalan pra-nikah bagi pasangan akan menikah.
Mengutip Kompas.com, Ahmad menilai sertifikasi perkawinan tidak bisa bersifat wajib.
Menurutnya, orang-orang lebih baik dianjurkan untuk bersedia mengikuti sertifikasi perkawinan, dengan cara menjelaskan manfaat dari program tersebut.
"Kalau (dijadikan) kewajiban itu berarti menambahkan suatu hal tertentu yang sebenarnya tidak bisa dijadikan sesuatu yang wajib. Sehingga, nanti orang komplain kalau itu dibuat jadi kewajiban," tutur Ahmad, Jumat.
"Saya kira lebih baik orang didorong untuk bersedia (menjalani program) dengan menjelaskan apa manfaat dari program itu, " tambahnya.
Namun, Ahmad mempersilakan pemerintah jika benar akan merealisasikan wacana tersebut dengan memberikan sejumlah syarat.
Pertama, program sertifikasi perkawinan bisa dilakukan selama tidak memberatkan calon mempelai.
Serta lebih baik program tersebut dibiayai pemerintah, karena berasal dari ide pemerintah dan harus menjadi tanggung jawab pemerintah.
Untuk syarat kedua, waktu pelaksanaan pembekalan pra-nikah harus disepakati bersama antara penyelenggara dan calon suami istri.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Kompas.com/Deti Mega Purnamasari/Haryanti Puspa Sari/Fitria Chusna Farisa/Dian Erika Nugraheny)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.