Pelarangan Penggunaan Botol Plastik dan Kantong Plastik Ancam Kehidupan 3,7 Juta Orang Pemulung
Pris menegaskan tidak ada yang salah dari plastik yang salah itu manusianya yang membuang sampah plastik sembarangan
Editor: Eko Sutriyanto
Hasilnya dalam 2 jam pengumpulan di area CFD Jakarta, terkumpul 7 kantong besar sampah plastik.
Baca: Tanpa Upaya Mengurangi, Tahun 2069 di Laut akan Lebih Banyak Sampah Plastik Dibandingkan Ikan
“Kami membuat gerakan memilah sampah plastik agar sampah bisa dikelola dengan baik. Namun ketika melakukan edukasi kepada masyarakat untuk memilah sampah, ternyata banyak kendala dihadapi. Sebagian masyarakat enggan memilah sampah plastik di rumah, karena gerobak sampah mengambilnya dengan mencampurnya dengan sampah lain,” kata Eni.
Pemerintah harus turun tangan dalam tatakelola ini. Masyarakat, komunitas, bank sampah, pemulung dan industri daur ulang sudah melakukannya, daur masyarakat untuk sudah, tinggal dari pemerintahnya bagaimana?” tambah Eni.
Tuti Karyati, seorang pemulung dari Cempaka Putih, Jakarta Pusat, juga mengakui dampak ekonomi dari daur ulang botol plastik.
“Saya setiap hari memulung botol plastik dan gelas plastik, dimana saja di tempat yang saya lewati. Dan saya gunakan botol dan gelas plastik hasil memulung itu untuk dijadikan kerajinan tangan,” ujar Tuti yang ditemui di acara yang sama, di Jakarta, Selasa (19/11/2019).
Ia mengakui bisa menghasilkan satu kerajinan tangan dari setiap 10 tutup gelas plastik. “Saya bisa menjual hasil kerajinan tangan itu Rp 10.000 per buah,” ujarnya.
Baca: Niatnya Ramah Lingkungan, Ada Bahaya di Balik Mengisi Ulang Botol Plastik Kemasan
Meski tidak secara terbuka mengakui pendapatan dari hasil memulung, Tuti mengatakan bahwa apa yang ia dapat dari hasil memulung cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
“Cukup. Kalau buat saya cukup. Dari hasil menjual kerajinan tangan itu sangat lumayan keuntungan buat saya dan teman-teman saya,” ujarnya.
Ia menyatakan, masih banyak temannya sesame pemulung yang sangat bergantung pada sampah botol plastik. “Sangat banyak teman saya yang menjadi pemulung. Ada yang hasilnya dijual ke pengepul. Ada yang seperti saya, digunakan untuk dibuat kerajinan tangan untuk dijual,” papar Tuti.
Ia mengaku sangat khawatir bila kebijakan pelarangan botol diberlakukan di semua kantor, lembaga dan sekolah.
“Bagaimana nanti kami mendapatkan botol dan gelas plastik bekas untuk kami menyambung hidup,” ujarnya.
Ia mengakui saat ini sudah terdampak dari kebijakan pelarangan penggunaan botol plastik di sebuah sekolah di dekat rumahnya.
“Sejak sekolah itu berganti kepala sekolah dan melarang murid membawa botol plastik ke sekolah, saya kehilangan salah satu tempat untuk mencari sampah plastik,” kata Tuti.
Ia berharap, pemerintah dan semua pihak terkait memahami betapa pentingnya sampah botol plastik bagi pemulung.