KPK Isyaratkan Panggil Lagi Dirut Jasa Marga Terkait Kasus Korupsi di Waskita Karya
tim penyidik memeriksa Desi dalam kapasitasnya sebagai mantan Kepala Divisi III Waskita Karya untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mempelajari keterangan yang disampaikan Direktur Utama PT Jasa Marga Desi Arryani mengenai kasus dugaan korupsi pekerjaan fiktif dalam 14 proyek fiktif di Waskita Karya.
Diketahui, pada Kamis (21/11/2019) kemarin lusa, tim penyidik memeriksa Desi dalam kapasitasnya sebagai mantan Kepala Divisi III Waskita Karya untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka mantan Kepala Divisi II PT Waskita Karya Fathor Rachman.
"Penyidik sedang mempelajari hasil pemeriksaan saksi kemarin lusa," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Sabtu (23/11/2019).
Baca: Ceramah Integritas Ustaz Abdul Somad Dipersoalkan, Jubir KPK: Tak Perlu Dibesar-besarkan
Pemeriksaan kemarin lusa merupakan pemeriksaan perdana yang dijalani Desi. Dalam sejumlah pemanggilan pemeriksaan, Desi tidak hadir dengan berbagai alasan.
Tak tertutup kemungkinan, tim penyidik KPK bakal kembali memanggil dan memeriksa Desi untuk mengusut tuntas kasus korupsi terkait pekerjaan fiktif di tubuh Waskita Karya.
Pemeriksaan lanjutan ini tergantung kebutuhan penyidikan terutama terkait pengetahuan dan peran Desi dalam kasus korupsi yang ditaksir merugikan keuangan negara hingga Rp186 miliar tersebut.
"Nanti rencana akan dijadwalkan kembali jika masih ada kebutuhan pendalaman terkait jabatan saksi sebelumnya, khususnya pengetahuan dan peran saksi terkait subkontrak tersebut," kata Febri.
Baca: KPK Segera Sidangkan Bupati Nonaktif Kudus Muhammad Tamzil
Dalam pemeriksaan selama lebih dari delapan jam lusa kemarin, tim penyidik mendalami peran dan pengetahuan Desi selaku Kepala Divisi III saat itu mengenai pekerjaan-pekerjaan subkontrak fiktif di 14 proyek yang digarap Waskita Karya. Diduga terdapat pekerjaan fiktif dalam proyek yang digarap Divisi III Waskita Karya saat dipimpin
Desi.
"(Pekerjaan fiktif di Divisi III Waskita Karya) Itu salah satu poin yang kami dalami lebih lanjut ya," kata Febri.
KPK menduga pekerjaan fiktif di Waskita Karya telah berlangsung lama. Untuk itu, pekerjaan subkontrak fiktif diduga juga terjadi di luar 14 proyek yang telah diidentifikasi sejauh ini. KPK memastikan bakal mendalami mengenai pekerjaan-pekerjaan fiktif lainnya tersebut.
"Ada setidaknya 14 proyek yang sudah kami identifikasi dan tidak tertutup kemungkinan lebih dari 14 proyek. Itu akan ditelusuri lebih lanjut sepanjang bukti-buktinya cukup," katanya.
Dalam pemeriksaan kemarin, tim penyidik juga mencecar Desi mengenai proses terjadinya pekerjaan fiktif di Waskita Karya. KPK menduga Desi mengetahui mengenai hal tersebut, meski berbeda divisi dengan Fathor Rachman yang kini telah menyandang status tersangka.
"Bagaimana alur, prosesnya karena ada keputusan, pertemuan, pembicaraan-pembicaraan dalam sebuah perusahaan termasuk BUMN itu dapat saja tidak melibatkan satu divisi saja. Juga dapat terkait atau diketahui pihak-pihak lain atau kepala divisi yang lain di perusahaan tersebut. Ini tentu menjadi poin yang kami dalami lebih lanjut dalam proses pemeriksaan ini," papar Febri.
Baca: KPK Segera Sidangkan Bupati Nonaktif Kudus Muhammad Tamzil
Dalam kasus ini, Fathor Rachman dan mantan Kabag Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya Yuly Ariandi Siregar diduga menunjuk sejumlah perusahaan subkontraktor untuk melakukan pekerjaan fiktif pada 14 proyek yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya.
Proyek-proyek tersebut tersebar di Sumatera Utara, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Bali, Kalimantan Timur, hingga Papua.
Proyek-proyek tersebut sebenarnya telah dikerjakan oleh perusahaan lainnya, namun tetap dibuat seolah-olah akan dikerjakan oleh empat perusahaan yang teridentifikasi sampai saat ini. Diduga empat perusahaan tersebut tidak melakukan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak.
Atas subkontrak pekerjaan fiktif ini, PT Waskita Karya selanjutnya melakukan pembayaran kepada perusahaan subkontraktor tersebut.
Setelah menerima pembayaran, perusahaan-perusahaan subkontraktor itu menyerahkan kembali uang pembayaran dari PT Waskita Karya tersebut kepada sejumlah pihak, termasuk yang diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Fathor dan Ariandi. Atas tindak pidana ini, keuangan negara ditaksir menderita kerugian hingga Rp186 miliar.
Perhitungan tersebut merupakan jumlah pembayaran dari PT Waskita Karya kepada perusahaan-perusahaan subkontraktor pekerjaan fiktif tersebut.