Perbedaan Tanggapan antara Ketua MUI dengan Ketua Komisi Dakwah MUI soal Reuni 212
Menurut Ketua MUI Marsudi Syuhud, Reuni 212 merupakan wujud demokrasi. Namun Ketua Komisi Dakwah MUI Cholil Nafis, menilai Reuni 212 tidak perlu.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Ukhuwah Islamiyah, Marsudi Syuhud memberikan tanggapan terkait Reuni 212.
Menurutnya, adanya Reuni 212 merupakan wujud dari Indonesia sebagai negara demokrasi.
Marsudi menilai, penyelenggaraan acara Reuni 212 adalah hak alumni 212.
Ia hanya berpesan kepada peserta Reuni 212, untuk melaksanakan acara secara baik.
"Laksanakan dengan baik, karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang agamis, yang punya culture."
"Budaya yang saling menghormati dengan yang lain, laksanakan dengan nyaman dan aman bagi orang lain," tutur Marsudi Syuhud dilansir kanal YouTube tvOneNews, Selasa (26/11/2019).
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) inipun berharap, Reuni 212 dapat berfungsi menjadi sebuah demokrasi yang mendidik bangsa Indonesia.
Saat disinggung mengenai keikutsertaan NU dalam Reuni 212, Marsudi mengatakan, Kiai-kiai NU bebas menentukan pilihannya.
"NU itu bagian dari bangsa Indonesia, kiai-kiai mempunyai pendapatnya masing-masing."
"Nanti di daerah seperti apa, akan berpartisipasi atau tidak, itu wewenang masing-masing kiai," kata Marsudi.
Berbeda dengan Marsudi, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammad Cholil Nafis mengatakan, Reuni 212 tidak perlu dilakukan lagi.
Rencananya, Reuni 212 akan digelar 2 Desember 2019 mendatang di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat.
Cholil menilai, Reuni 212 identik dengan kasus mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama (Ahok).
Sementara, kasus tersebut sudah selesai dan Ahok sudah menerima sanksinya, yakni kurungan penjara selama satu setengah tahun.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.