Mantan Bupati Empat Lawang Beberkan Aliran Suap untuk Penanganan Sengketa Pilkada di MK
Muhtar Ependy disebut-sebut sebagai perantara suap antara mantan Wali Kota Palembang, Romi Herton dan Budi dengan Akil Mochtar
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Bupati Empat Lawang, Budi Antoni Aljufri, memberikan keterangan sebagai saksi di sidang kasus suap dan pencucian uang yang menjerat terdakwa Muhtar Ependy.
Muhtar Ependy disebut-sebut sebagai perantara suap antara mantan Wali Kota Palembang, Romi Herton dan Budi dengan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar.
Budi menjelaskan mengenai adanya pemberian suap kepada Akil Mochtar. Suap itu terkait penanganan perkara pemilihan kepala daerah (pilkada) Kabupaten Empat Lawang di MK pada Juli 2013.
"Ketika saya waktu putusan KPU di Palembang terkait Pilkada Empat Lawang sempat kisruh sehingga ditarik ke Kota Palembang penghitungan suara. Hasil semua saya menang, tetapi saya dikalahkan sehingga saya mengajukan perkara gugatan ke MK," kata Budi Antoni, saat memberikan keterangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Setelah merasa tidak terima terhadap adanya hasil penghitungan suara yang dinilai janggal, dia mengajukan, permohonan sengketa pilkada ke MK. Di MK, dia bertemu dengan Muhtar Ependy.
"(Muhtar Ependy,-red) Menawarkan membantu saya. Proses perkara kami ajukan. Saya ingin membuka kotak dan dilakukan penghitungan ulang," kata dia.
Baca: Demokrat Hormati Langkah Agus Rahardjo Cs Gugat UU KPK ke MK
Dia mengaku pernah bertemu dengan Mohtar di Mall of Indonesia untuk membahas perkara sengketa pilkada. Di kesempatan itu, dia menyerahkan, bukti-bukti terkait pengajuan sengketa.
"Saya serahkan formulir C1 fotokopi, rekapitulasi. Cuma itu. Dokumen berhubungan dengan penghitungan suara," ungkapnya.
Setelah mendengarkan keterangan dari Budi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK menanyakan mengenai upaya terdakwa Muhtar membantu saksi untuk penanganan perkara sengketa pilkada di MK.
"Meyakinkan untuk bisa membantu pemenangan?" tanya JPU pada KPK kepada Budi.
"Mengawal kemenangan," jawab Budi mengulang pernyataan Muhtar.
Dia menegaskan selama tahapan itu tidak ada permintaan uang dari terdakwa.
"Tidak pernah. Selama proses itu tidak pernah bicara uang. Sampai proses putusan sela baru menyatakan (pemberian uang,-red) itu," kata dia.
Dia menambahkan ada pemberian uang senilai Rp 10 miliar kepada Muhtar. Pemberian uang diberikan melalui Bank Kalbar pada Juli 2013 atau pada pagi hari menjelang pembacaan putusan sela di MK.
"Ke Bank Kalbar. Juli 2013 pagi hari. Beliau meminta pagi. Membawa dari kasir uang Rp 10 miliar," tambahnya.