Foreder Gelar Diskusi Publik 'Penanganan Gurita Radikalisme, Intoleransi dan Terorisme'
Selanjutnya juga hadir Deputi tenaga ahli KSP Rawanda W. Tutorang (Binyo) dan HN Zandy Ketua BMI (Banteng Muda Indonesia).
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat Forum Relawan Demokrasi (DPP FOREDER) menggelar seminar diskusi kebangsaan yang bertema “Sinergitas” Penanganan Gurita Radikalisme, Intoleransi, Terorisme" yang diadakan di Jalan Layur 10, Rawamangun, Jakarta Timur.
Diskusi ini dihadiri oleh Ketua Dewan Pimpinan Pusat FOREDER Aidil Fitri sebagai tuan rumah, Ketua DPD FOREDER DKI Hendra, Ketua Dewan Pembina FOREDER Haidar Alwi dan Mantan aktivis 98 Faisal Assegaf.
Selanjutnya juga hadir Deputi tenaga ahli KSP Rawanda W. Tutorang (Binyo) dan HN Zandy Ketua BMI (Banteng Muda Indonesia).
Baca: Haidar Alwi Minta Pemerintah Tak Sepelekan Kasus Radikalisme di Indonesia
Ketua DPP FOREDER Aidil Fitri, Minggu (01/12/2019) dalam sambutannya menyampaikan bahwa diskusi yang dilakukan untuk pertama kali ini adalah seri diskusi, yang artinya akan ada seri diskusi-diskusi lanjutan.
"Intinya kita DPP FOREDER tidak akan berhenti dengan diskusi publik saat ini saja, untuk bagaimana kita menyikapi hal-hal kecil dan hal-hal besar terpenting dan bagaimana juga kita menyikapi hal-hal sosial dalam situasi politik saat ini," ucap Aidil Fitri sapaan akrabnya.
Pada pembukaan seminar tersebut Haidar Alwi menceritakan, pengalaman pribadinya saat diminta menjadi pembicara mewakili umat Islam Indonesia dalam seminar dan pembentukan tim untuk penanganan radikalisme selama 3 hari di Teheran Iran. Kata Haidar Alwi disanalah, semua tokoh dunia islam ikut hadir.
Dalam seminar itu mereka tokoh dunia Islam sepakat mendukung dan membantu presiden Jokowi dalam upaya pemberantasan radikalisme terutama HTI dari bumi indonesia.
"Tokoh Islam dunia juga mengatakan, Pak Jokowi satu-satunya presiden yang berani membubarkan HTI pada masa jabatan yang dua tahun itu, Selama presiden sebelumnya Soeharto sampai 10 tahun kepemimpinan SBY," terang Haidar Alwi.
Menurutnya, saat berkuasa SBY pernah mengirim tuan guru bajang sebagai utusan menghampiri kantor ormas HTI masuk dan laporan kemudian tidak ada tindak lanjut, menurut laporan TGB di kantor HTI tersebut tidak didapatkan foto presiden dan lambang garuda.
Saat TGB menanyakan, soal tersebut mereka mengatakan bahwa mereka tidak mengakui pemerintah, tidak mengakui Pancasila dan mereka menyatakan akan berperoses untuk mendirikan negara khilafah.
Lanjut Haidar Alwi, Indonesia saat ini terlalu seksi, dengan berbagai sumber kekayaan alam dan energi yang berlimpah. Maka tak heran dari sebagian mereka yang setiap kali mengintai negara Indonesia, sehingga (invisible hand) yang kerap ingin membuat kerusuhan.
"Ada kepentingan-kepentingan asing, agar negara ini menjadi terpecah belah, sehingga kemudian dari kekacauan tersebut mereka mengambil kesempatan dan keuntungan," tandas Haidar Alwi.
Sementara itu HN Zandy yang merupakan Aktivis 88 mengatakan, bahwa saatnya pemerintah tegas melawan kaum radikalisme. Katanya, kalau bukan sekarang kapan lagi untuk menguatkan benteng Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.
"Jokowi harus tegas dan perlu kita dorong untuk memberangus paham radikalisme. Bibit radikalisme sudah ada sejak 20 lalu dan saatnya gerakannya kita hadang dan jangan sampai membesar," katanya.