Peneliti Sebut Lebih Baik Sasar Aset dan Kenikmatan Ekonomi Koruptor Ketimbang Hukuman Mati
Erwin Natosmal Oemar menilai tidak jamannya lagi hukuman mati atau pidana badan diberikan kepada pelaku tindak pidana korupsi.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti dari Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar menilai tidak jamannya lagi hukuman mati atau pidana badan diberikan kepada pelaku tindak pidana korupsi.
"Hukuman mati atau pidana badan harus ditinggalkan dalam memberantas korupsi," ujar Erwin Natosmal, kepada Tribunnews.com, Senin (9/12/2019).
Menurut dia, pemberantasan korupsi harus menyasar aset dan kenikmatan ekonomi yang diperoleh para pelaku.
Baca: Menkumham: Hukuman Mati Bagi Koruptor Masih Wacana
"Harus menyasar aset dan kenikmatan ekonomi yang diperoleh para pelaku," jelasnya.
Selain itu, menurut dia, tidak ada satu pun korelasi antara pidana mati dengan pengurangan angka kejahatan.
Bahkan di negara yang menerapkan pidana mati secara eksesif seperti Tiongkok, kata dia, tidak ada bukti empiris hukuman mati dapat menurunkan kasus-kasus korupsi.
Baca: Habiburokhman Nilai Annas Maamun Layak Mendapatkan Grasi
"Tidak ada bukti empiris hukuman mati dapat menurunkan kasus-kasus korupsi," ucapnya.
Menurutnya, hukuman mati bisa diterapkan untuk kasus korupsi pada saat bencana alam.
"Namun dilihat dalam tren global dan politik hukum Indonesia di masa mendatang (seperti RKUHP), hukuman mati tidak lagi diletakan sebagai pidana pokok yang tidak dapat dievaluasi," jelasnya.
Baru wacana
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menegaskan penerapan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi (tipikor) baru sebatas wacana.
Yasonna mengatakan pihaknya hingga kini masih melihat perkembangan soal penerapan hukuman mati bagi koruptor.
"Ya kan kami lihat saja dulu perkembangannya. Ini masih wacana," ujar Yasonna di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (9/12/2019).