Mantan Napi Wajib Tunggu 5 Tahun Sebelum Ikut Pilkada
Dengan adanya putusan ini, maka syarat calon kepala daerah yang tertera pada Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada berubah bunyinya.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
Pendapat Mahkamah tersebut menegaskan Mahkamah tidak sependapat dengan dalil para Pemohon yang memohon masa tunggu sepuluh tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Sebelumnya Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang tersebut pada 5 September 2019 .
Dalam permohonannya, ICW dan Perludem mengatakan Undang-Undang tersebut sepanjang frasa "tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 karena sejumlah alasan.
Pada pokoknya, sejumlah alasan tersebut terkait dengan problem demokrasi dan kontestasi politik misalnya praktik politik uang.
Kedua untuk memastikan integritas dan kualitas orang-orang yang akan menduduki jabatan sebagai kepala daerah.
Ketiga dalam situasi tertentu negara terpaksa melakukan pembatasan-pembatasan tertentu agar hak-hak asasi yang berada di bawah jaminannya dapat dilindungi, dihormati, dan dipenuhi.
Keempat masa tunggu sebelum dapat mengikuti kontestasi pilkada setidaknya dapat meminimalisasi potensi berulangnya perilaku korup, membenahi pencalonan kepala daerah dan pilkada, dan secara tidak langsung turut mencegah setiap orang, khususnya yang berkehendak mengikuti pilkada melakukan korupsi, dengan catatan, masa tunggu tersebut tidak terlampau singkat.