Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pasal Hukuman Mati untuk Koruptor sudah Ada, Pengamat Hukum: Tinggal Ketegasan Pemerintah

Pengamatan Hukum Universitas menjelaskan sebenarnya sudah ada hukum yang mengatur wacana tersebut tinggal menunggu ketegasan dari pemerintah.

Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Pasal Hukuman Mati untuk Koruptor sudah Ada, Pengamat Hukum: Tinggal Ketegasan Pemerintah
Tangkap layar YouTube Talk Show tvOne
Pengamatan Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar 

TRIBUNNEWS.COM - Wacana hukuman mati untuk para pelaku korupsi  yang digaungkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia mendapat komentar beragam.

Termasuk dari kalangan ahli hukum di Indonesia.

Pengamat Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjelaskan sebenarnya sudah ada hukum yang mengatur wacana tersebut, tinggal menunggu ketegasan dari pemerintah.

"Aturan hukum mati sudah ada," ujar Fickar dikutip dari YouTube Talk Show tvOne, Jumat (13/12/2019).

Aturan ini termuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 2 ayat (1) dan (2).

Pasal ini berbunyi:

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Berita Rekomendasi

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.

Pengamatan Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar 2
Pengamatan Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar (Tangkap layarYouTube Talk Show tvOne)

Fickar menyayangkan aturan ini hanya menjadi pemberatan saja dalam kondisi tertentu saat terjadi kasus korupsi.

Seperti melakukan korupsi saat bencana alam dan kondisi genting lainnya.

"Itu diletakkan dalam pemberatan," kata Fickar. 

Berkaca pada kasus yang telah terjadi, menurut Fickar sudah ada contoh kasus korupsi yang dilakukan saat terjadi bencana. 

"Pada waktunya yang lalu ada korupsi bencana alam," lanjut pria berkacamata itu.

Namun aturan di pasal 2 tersebut tidak digunakan dalam penyelesaian kasus ini.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas