Mengusut Penyelundup Kendaraan Mewah di Tanjung Priok, Bea Cukai: Sudah Masuk Ranah Pidana
Syarif Hidayat menyebut sepanjang tahun 2016 hingga 2019 berhasil membongkar tujuh kasus penyelundupan kendaraan mewah melalui pelabuhan Tanjung Priok
Penulis: Indah Aprilin Cahyani
Editor: Ayu Miftakhul Husna
TRIBUNNEWS.COM - Kasus Penyelendupan kendaraan mewah melalui pelabuhan Tanjung Priok meningkat pada 2016-2019.
Pelaku tindakan penyelundupan mobil dan motor mewah tersebut bisa dikenai hukuman pidana 20 tahun penjara.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Bea Cukai, Syarif Hidayat membeberkan kasus penyelundupan yang belakangan ini menjadi pusat perhatian di Tanjung Priok.
Syarif menyatakan sepanjang tahun 2016 hingga 2019 berhasil membongkar tujuh kasus penyelundupan mobil dan motor mewah melalui pelabuhan Tanjung Priok.
Ia menyebut dari tujuh kasus tersebut sudah dalam proses masing-masing.
"Dari tujuh kasus tersebut, empat dalam proses penelitian, sedangkan yang dua sudah mendapatkan keputusan tetap dari pengadilan dan yang satu berkas secara lengkap kita serahkan sudah P-21," jelas Syarif Hidayat, dilansir dari YouTube MetroTVNews, Rabu (18/12/2019).
Lebih lanjut, Syarif mengungkapkan kasus ini sudah masuk ranah pidana.
"Artinya, dengan keputusan tetap sudah masuk ranah pidana itu sudah diputuskan dan P-21 juga sudah pidana," ujarnya.
Sementara itu, kasus yang lainnya masih dalam tahap penelitian untuk mengumpulkan bukti.
Syarif Hidayat berharap dalam proses pengumpulan bukti tersebut untuk memperkuat dalam pemberkasan.
Sehingga, ia menyatakan natinya pihak Bea Cukai dalam mengusut kasus ini bisa berjalan dengan baik.
Diketahui sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan kronologi penemuan kendaraan mewah tersebut dari tahun 2016-2019.
Sri Mulyani menyampaikan dalam kurun waktu tersebut, sebanyak 19 unit mobil mewah dan 35 unit motor atau rangka motor atau mesin motor mewah berbagai merek telah diamankan oleh Bea Cukai Tanjung Priok.
"Perkiraan total nilai barang mencapai kurang lebih Rp 21 miliar dan potensi kerugian negara mencapai kurang lebih Rp 48 miliar," ujar Sri Mulyani.