Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Angkie Yudistia: Pak Jokowi itu Humble

Presiden tanya latar belakang pendidikannya apa. Apa yang sedang dikerjakan

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Angkie Yudistia: Pak Jokowi itu Humble
Tribunnews/JEPRIMA
Staf Khusus Presidenan Bidang Sosial Angkie Yudistia saat berpose usai wawancara khusus dengan Tribun Network di Thisabel Head Office, Jakarta Pusat, Senin (23/12/2019). Angkie Yudistia berbagi pengalaman dengan Tribunnews mengenai pengalamannya menjabat sebagai Staf Khusus Presiden. Tribunnews/Jeprima 

Angkie Yudistia:

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA- Angkie Yudistia menceritakan awal mula ditujuk Presiden Joko Widodo sebagai staf khusus milenial.

Hari-hari baru tengah dijalani oleh Angkie. Dari rapat bersama Jokowi, hingga rapat bersama keenam staf khusus milenial lainnya.

Baca: Angkie Yudistia Enggan Bandingkan Stafsus Millenial dan Kolonial

Ibu dua anak ini mengaku perlu menyesuaikan diri. Terutama soal membaca gerak bibir Jokowi. Ia senang karena ada perwakilan disabilitas di staf khusus Jokowi.

Berikut petikan wawancara eksklusif tim Tribun Network bersama Angkie Yudistia:

Bagaimana awal mula Anda ditunjuk sebagai staf khusus Presiden Joko Widodo?

Sebelum tanggal 21 November itu berbulan-bulan sebelumnya memang kita dipanggil. Banyak mengira kita ditunjuk hari itu juga, tidak. Kita melalui seleksi-seleksi jadi memang kita ini adalah pilihan-pilihan.

Berita Rekomendasi

Awal mulanya saat dipanggil itu kita tidak tahu juga untuk apa, karena saat dipanggil itu kita kira bentuk audiensi biasa. Artinya pemerintah kan' mengedepankan SDM unggul Indonesia maju.

Dan kita itu kenal karena kita adalah penggerak SDM. Jadi kita ngobrol banyak. Waktu bertemu presiden, saya baru pertama kali, baru sekali.

Presiden tanya latar belakang pendidikannya apa. Apa yang sedang dikerjakan.

Itu saja pertanyaan sederhana. Berikutnya dipanggil oleh tim dari Pak Pratikno. Itu juga kita bertemu dengan teman-teman (6 staf khusus lain).

Bahkan lebih banyak lagi untuk berbicara apa yang sedang kita lakukan, apa yang sudah kita lakukan, dan apa yang akan kita lakukan.

Sebelum 21 November itu baru kita dikasih tahu Mba Angkie bisa saya telepon. Mohon maaf pak, apa kita bisa ketemu langsung saja.

Ya ketika mengobrol langsung, Angkie kamu ditunjuk sebagai staf khusus presiden dan tambahan sebagai juru bicara presiden bidang sosial.

 Seleksinya seperti apa?

Seleksinya itu memang saat kita pertama kali masuk kita bertemu dengan staf khusus yang lain, staf khusus senior. Pak Pratikno sebagai menteri sekretaris negara.

Ada banyak pertanyaan-pertanyaan, ya itu tadi kayak apa yang sedang Anda lakukan, kenapa melakukan hal ini. Kita mungkin mencoba untuk bersinergi dengan pemerintah karena kita kan independen ya.

 Berapa orang yang mengikuti seleksi menjadi staf khusus presiden?

Itu dibagi pagi sama siang. Saya siang, ada tujuh orang. Tapi yang pagi ada lagi. Kita malah tidak di satu grup, mereka ada yang sesi pagi.

Satu grup saya hanya Belva. Walaupun mereka sudah selesai kita sempat makan siang bareng.

Baca: Stafsus Angkie Yudistia Berharap Penyandang Disabilitas Bisa Berpartisipasi di Pilkada 2020

Kenapa kita cepat banget akrab, karena kita dipertemukan saat makan siang itu di tempat yang sama. Kita punya misi yang sama.

Misi yang sama itu adalah kita memang menginisiasi karena kita punya misi untuk membuat Indonesia lebih baik, kita ingin berdedikasi sebagai warga negara. Walaupun tanpa dukungan pemerintah saat kita independen.

Sehingga kita merasa bahwa seritme dengan program-programnya walaupun berbedea, karena ada yang fintech, toleransi, inovasi, disabilitas, Papua, kreatif, santri.

Karena kita biasa bekerja dengan target kita biasa bekerja dengan misi, biasa bekerja dengan riset, jadi alur pekerjaan kita sama.

Baca: Sosok Jokowi di Mata Stafsus Angkie Yudistia: Presiden Bilang Sama Kami, Jangan Pernah Kapok

 Seberapa akrab Anda dengan Presiden Jokowi?

Sebelum sebagai staf khusus saya baru pertama kali bertemu dengan Pak Jokowi. Saya termasuk kaku karena pertama kali bertemu presiden.

Tapi pertama kali ketemu Pak Jokowi, kita mengira akan kaku, tapi ternyata asik karena kita sambil makan bakso. 

Sambil makan bakso dengan piring yang bertuliskan "Istana Kenegaraan" sudah terlalu fokus dengan piring-piringnya kita.

Terus akhirnya kita ngobrol biasa. Waktu itu pertama kali ke istana.

Baca: Jadi Stafsus Presiden, Angkie Yudistia Mengaku Banyak PR

 Sosok Presiden Jokowi di mata Anda?

 Saat kita meeting pertama dan kunjungan pertama, Pak Jokowi itu humble karena di saat ada isu yang terjadi di antara kita Pak Presiden tidak pernah men-judge atau mengarahkan.

Justru Pak Presiden bilang sama kita jangan pernah kapok.

Baca: Maukah Undur Diri Jika Miliki Idealisme Bertentangan dengan Jokowi, Stafsus: Jangankan Undur Diri

Dengan pekerjaan yang kita lakukan. Jadi lanjutin saja. Aku yang pertama kali mendapat arahan yang seperti itu. Saya merasa terkesima, kita jadi merasa ketika kita melakukan kesalahan adalah di mana kita jadi belajar.

Awalnya merasa kagok, kita jadi merasa inilah passion kita. kita jalanin aja. Ketika kita salah, kita akan menemukan solusi-solusinya.

Staf Khusus Presidenan Bidang Sosial Angkie Yudistia berfoto bersama dengan bersama tim Tribun Network usai wawancara khusus di Thisabel Head Office, Jakarta Pusat, Senin (23/12/2019). Angkie Yudistia berbagi pengalaman dengan Tribunnews mengenai pengalamannya menjabat sebagai Staf Khusus Presiden. Tribunnews/Jeprima
Staf Khusus Presidenan Bidang Sosial Angkie Yudistia berfoto bersama dengan bersama tim Tribun Network usai wawancara khusus di Thisabel Head Office, Jakarta Pusat, Senin (23/12/2019). Angkie Yudistia berbagi pengalaman dengan Tribunnews mengenai pengalamannya menjabat sebagai Staf Khusus Presiden. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Ketika kunjungan kerja, kita tahu bahwa ada banyak jalan yang ditempuh oleh rombongan presiden. Lebih cepat menuju lokasi kunjungan kerja. Tapi kita melewati daerah-daerah warga.

Dan aku melihat antusiasme warga menyambut rombongan presiden itu sangat interest antusiasnya.

Saya merasa oh mungkin saya yang orang baru masuk pun merasa terkesima, oh mungkin saat ini programnya sangat pro rakyat.

Sehingga rakyat-rakyat yang di daerah itu mereka happy banget menunggu pakai seragam, mengibarkan bendera merah putih, saya yang anak baru di situ merasa wow ternyata warga-warga di daerah antusias menunggu presiden lewat.

 Seperti apa suasana meeting pertama dengan Presiden Jokowi?

Disaat meeting, semua membuat laporan. Saya tipikal yang observasi, saya melihat dengan pandangan mata karena tidak bisa mendengar. 

Saya memaksimalkan mata, dan memilih untuk duduk di belakang. Dan yang lain laporan, kalau dibilang apakah saya bisa mengikuti ritme saat meeting itu, tidak.

Karena saya harus pakai alat bantu pendengaran. Bukan pengganti pendengaran. Jadi saya harus tetap melihat gerakan bibir untuk bisa berkomunikasi.

Ketika meeting panjang, Pak Jokowi di depan, saya di belakang agak jauh. Jadi kan bibirnya kecil sekali.

Saat semua menyampaikan inovasi, laporan, segala macam, jelas saya yang paling diam.

Saya diam karena berusaha untuk beradaptasi dengan apa yang sedang dibicarakan oleh orang lain.

Tapi akhirnya setelah semua merasa sudah terselesaikan. Kita saling back up satu sama lain antara staf khusus yang 14 orang.

Tapi begitu kita selesai, bapak presiden sendiri yang notice. Angkie are you okay? Tidak pak, saya tidak mendengar. Oh iya kita lupa kok Angkie kenapa bisa di belakang ya.

Oh tidak apa-apa, karena saya sedang melihat-lihat kerja pertama dan pengalaman pertama.

Tapi saya bilang, boleh tidak ketika meeting selanjutnya saya bawa handphone karena ada aplikasi dari suara ke teks.

Oh boleh, kita semua sepakat boleh, kalau itu membantu Angkie.

Tapi lucu juga se-notice itu seorang presiden. Akhirnya saya laporan apa yang saya lakukan, apa yang sedang dan hendak lakukan.

 Membaca gerak bibir Presiden Jokowi seberapa sulit?

Bapak Jokowi kan gerak bibirnya baru menurut saya padahal sudah sering di televisi.

Tapi saya baca gerak bibir dari orang terdekat. Kalau orang lain mengobrol memandang mata, dari mata turun ke hati. 

Kalau saya dari mata terus mikir, sebentar..ini sedang apa yang dibicarakan dan diarahkan ke mana. Jadi berusaha untuk fokus dengan mata gerakan bibir pak Jokowi, gerakan bibir koordinator, jadi berusaha untuk fokus.

Kalau saya tidak paham lebih baik saya tanya. Dari pada sesat di jalan lebih baik saya tanya.

 Sulit?

Sulit, tapi lama-lama terbiasa. Saya termasuk orang yang cepat beradaptasi ya, jadi saya merasa menargetkan dalam satu bulan harus bisa menghandle semua. Dan tepat satu bulan saya sudah terbiasa.

 Tugas-tugas di staf khusus presiden? Bagaimana mengkomunikasikan ke publik?

Staf khusus presiden itu ada empat bas, dibagi tiga gugus. Gugus pertama adalah gugus komunikasi, koordinator, jubir politik, jubir hukum, jubir ekonomi, dan jubir sosial. Termasuk saya ada di gugus pertama.

Gugus dua komunikasi kelompok strategis, artinya lebih banyak bertemu dengan eksternal.

Gugus tiga, gugus inovasi. Yang diisi oleh milenial-milenial termasuk saya juga ada di gugus tiga. Jadi merangkap. Tujuh milenial itu ada di gugus tiga. 

Kita semua bekerja secara team work. Kita bertugas untuk memberikan inovasi-inovasi terkait untuk kelompok-kelompok milenial dengan latar belakang masing-masing.

Latar belakang inovasi, teknologi, toleransi, UKM, fintech, santri, kreatif, dan disabilitas. Kita beragam background tapi tujuan satu, kita tidak mengeksekusi.

Karena mengeksekusi program tugasnya kementerian-kementerian terkait.

Kami berinovasi kan harus ada riset, mediasi antar kementerian. Presiden pun berharap kita tidak terlepas dari akarnya kita karena presiden menginginkan kita peka dengan lapangan.

Kita peka dengan masyarakat, tetap peka dengan kebutuhan-kebutuhan. Apalagi kita milenial memiliki bahasa yang berbeda dengan gen-gen sebelumnya.

Jadi inilah di mana presiden ekspektasinya tinggi dengan kita. Karena kitalah jembatan terdekat dengan kelompok-kelompok milenial.

 Banyak pihak mengatakan pemerintah belum memfasilitasi disabilitas dalam lapangan pekerjaan?

Thats why ,saya ditempatkan di sini karena sebenarnya pak presiden itu sudah tahu permasalahan-permasalahan disabilitas yang belum terselesaikan.

Makanya pak presiden meminta saya untuk membantu beliau supaya bisa memetakan.

Artinya pekerjaan ini bukan pekerjaan yang memikirkan satu dua pihak. Kita memikirkan seluruh Indonesia, satu negara.

Kita tahu bahwa program-program disabilitas sebelumnya mungkin lebih mandek karena itu sekarang kita berkomitmen untuk melakukan perubahan.

Dimulai dengan penunjukan aku sebagai perempuan yang berkebutuhan khusus di timnya bapak presiden.

Baca: Hari Disabilitas, Stafsus Angkie Yudista Unggah 3 Pesan Jokowi: Ada Bonus untuk Atlet Disabilitas

Artinya, saya sudah berkoordinasi dengan banyak pihak baik dari komunitas, baik dari masyarakat, baik antar kementerian, lembaga, badan, bahwa isu disabilitas ini sudah selayaknya dan harus kita perhatikan.

Tapi satu yang harus kita bisa menjalankan program ini, Perpres semua harus dilengkapi dulu karena kan secara Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 itu sudah ada.

Tapi Peraturan Presiden runutannya itu harus ada dulu, nah Perpres ini dibuat oleh harmonisasi antar kementerian. Dari delapan Perpres, dua yang sudah ditandatangani.

Pertama,perpres tentang sejehateraan disabilitas, dan Perpres tentang perencaan. Semua perpres semua UU ini bisa bekerja apabila perpres komnas di tanda tangan. Komisi Nasional Diabilitas.

Karena komisi disabilitas ini yang monitor UU ini berjalan dgn baik atau tidak di dalam kementrian. Artinya kerja aku lintas sektor. Yak kan. 

 Artinya ini kementerian terkait juga mereka mungkin paham ada isu disabilitas tapi How To?

Kita kan butuh sistem terpadu, sistemnya kan ya. Nah jadi siapa yg akan berbicara sistem ini. Itu yg disebut formasi. Formasi ini, rancangan perprres ini kan baru aku pegang 2 minggu lalu.

Jadi sedang dipelajari, diharmonisasi dilihat lagi. Ya mudah-mudahan 2020 sebagai perubahan baru ya. Mudah-mudahan ya sehingga teman-teman disabilitas bahwa berusaha untuk setara dengan teman-teman.

Untuk menuju indonesia maju dengan dukungan inkkusif perlu proses. Tidak bisa langsung jadi dengan cepat.

 Bagaimana soal tenaga kerja disabilitas?

Isu pekerjaan. Untuk pekerjaan saya bicara sebagai pengalaman di lapangan kita tahu UU itu ada beberapa perusahan tahu memang kewajiban menerima disabilitas 1 persen untuk swasta dan 2 persen untuk BUMN/Negeri.

Permasalahan ada dimana? Ada di Gap. Kebutuhan industri dengan jumlah cukup tinggi. Kemampuan teman-teman disabilitas termasuk tertinggal jauh. Jalan keluarnya ini kan harus imbang.

Bagaimana teman-teman di perusahan ini bisa menurunkan sedikit standarisasinya dan temen disabilitas ini bisa naik up skillnya sehingga ketemu.

Artinya ini tidak akan terselaikan dengan menuntut tapi akan terselaikan dengan mapping, riset, action yang terstruktur, dan sistematis. 

Teman-teman kita itu sudah bisa memetakan kuota-kuota di kementrian yang bisa diisi oleh disabilitas. Tapi tetap membutukan asesmen dari temen disabilitasnya.

Baca: Pandangan Stafsus Presiden Aminuddin Maruf soal Kelompok Radikal: Saya Tak Bisa Jabarkan Vulgar

Teman-teman disabilitas ini selama ini pendidikannya adalah pendidikan luar biasa, pendidikan vokasi yang artinya fokus dengan keterampilan.

Tapi sebenarnya itu ok, tidak apa-apa tapi dimnya teknologi zaman sekarang itu kan tinggi banget. 

Contoh Sekolah SLB untuk pembelajaran tata boga yang dipelajari dulu adalah bagaimana memasak yang baik, bagaimana membaca resep masakan yang oke segala macem tapi tidak dimasukin untuk fasilitas-fasilitas yang buta teknologi. 

Sedangkan dunia ini terus berkompetisi. Dunia ini terus bergerak. Ketika lulus di perlukan pakai komputer tidak bisa, mau menggunakan teknologi masih kurang itu gapnya tinggi.

Karena apakah mungkin harus dilakukan hanya sekedar inklusif. 

Baca: Tugas Staf Khusus Jokowi Telah Dibagi, di Antaranya akan Jadi Teman Diskusi Presiden

Karena inklusif juga perlu waktu persiapan gurunya, infrastruktur sekolahnya, murid-muridnya, sehingga ini perlu waktu.

Makannya sebenarnya ketika mencoba mensosialisasi ke perusahaan-perusahaan bahkan mencoba untuk membuka sehingga teman-teman disabilitas ini sebenarnya kanan-kirinya harus seimbang.

 Baca: Angkie Yudistia Tegaskan Staf Khusus Milenial Jokowi Bukan Pajangan

Itu yang Anda lakukan di Thisable Enterprise?

Yes, betul sekali. Itu yang kita lakukan di Thisable. Karena background saya profesional tapi menegosisasi dengan pihak swasta.

Tapi kan negosiasi itu memang harus ada win-win solution. Tapi selama negosiasi ini berjalan kita pun tidak bisa bernegosiasi dengan mentah, tapi kita bernegosiasi dengan riset. 

Dengan riset itu, industri kan macem-macem ada retail, ada perbankan. Kemampuan teman disabilitas kita melakukan asesmen sebanyak 4800 CV usia produktif.

Kemampuannya mereka memang kebanyakan pekerjaan yang vokasional gitu. 

40 persen pekerja profesional maupun pekerja formal artinya Thisable bekerja berdasarkan kemampuan disabilitas itu sesuai dengan kebutuhan industrinya.

Kita bisa memetakan industri pakai persoalan dan persoalan yang mana. 

Persoalan contohnya, call center. Tidak bisa melihat tapi bisa mendengar dengan baik. Kita arahkan.

Jadi kita tidak tahu siapa dibalik call center yang kita marah-marahin, siapa dibalik kalau atm kita hilang lah kita harus call center, lalu retail, warehouse, sosial media, digital marketing untuk profesional. 

Vokasional ini kan kemampuan dari SD, SMP. Yang kemampuan mereka bisa terapis massage, clening service cuci mobil. Kita petakan berdasarkan kemampuan pendidikannya dan skill.

Ada bercandaan bahwa Stafsus Jokowi itu dianggap matahari terbit karena milenial, sedangkan stafsusnya wakil presiden itu seperti sunset, umurnya sudah diatas semua? Bagaimana menurut Anda?

Kalau kita bilang bahwa kenapa kita harus dibandingkan antara stafsus presiden dan wakil presiden, kan kita bisa bekerja sama.

Dengan bidangnya masing-masing. Kalau memang sekarang ini kita milenial tapi kita kerja sama kolonial. 

Stafsus presiden tuh ada 14, yang milenial 7 sisanya senior, kolonial. Artinya kenapa kita harus dibanding-bandingkan.

Kita bekerja berdasarkan bidangnya kita, kita bekerja sesuai kemampuan kita berfikir dan apabila milenial ini ada kan presiden begitu membutuhkan prespektif baru dari milenial.

Jadi kalau orang ada yg bilang kita pajangan, aduh kita memberikan soluktif untuk perspektif milenial.

 

Sebagai stafsus, ada tidak sih meragukan kemampuan Anda dan stafsus milenial lainnya?

Kalau saya bicara dengan jujur ya, orang yang meragukan kita stafsus itu kita melihat komentar-komentar online ya kan, tapi ketika kita bertemu secara langsung jarang banget bertemu orang yang meragukan kita.

Jadi sebenarnya ini ada 2 pemikiran, pertama, tidak kenal maka tidak sayang. Ya kan. 

Kedua, atau memang kita terbiasa untuk baik di depan tapi di belakang kita ngomongin. Ini kan ada 2. Tapi kita ambil positifnya aja.

Mungkin yang komen negatif di sosmed ya itu tidak kenal maka tidak sayang, jadi kita ngopi-ngopi saja dulu yuk.

 Perjalanan karir Anda seperti apa?

Dari edukasi, pendidikan saya itu memang pendidikan sekolah umum. Artinya saya kecil pindah-pindah ke daerah.

Ambon, Medan, Manado, Bengkulu, Padang, Surabaya, Bogor, dan Jakarta karena ikut bapak pindah-pindah tugas.

Hingga akhirnya memutuskan untuk kuliah atau tidak.  Akhirnya saya memutuskan kuliah.

Kontradiktif memang ya, sudah tahu tidak bisa dengar tapi ngambil kuliah jurusan komunikasi.

Jadi memang banyak orang yang meragukan 'kamu sudah tidak bisa dengar, ngambil komunikasi pula' Nothing is Impossible.

Secara karir, pasionnya saya itu ada di dunia komunikasi. Saya sempat bekerja di perusaahan-perusahaan. Perusaahan besar, multinasional saya selalu menjadi korporat komunikasi. Karena saya kuliah S1 di Advertising S2 Marketing Komunikasi.

Saya S1 dan S2 mendapat program akselerasi jadi hanya 5 tahun sampai selesai. Ketika bekerja hingga pada akhirnya mendirikan Thisable Enterprenerd

Staf Khusus Presidenan Bidang Sosial Angkie Yudistia saat berpose usai wawancara khusus dengan Tribun Network di Thisabel Head Office, Jakarta Pusat, Senin (23/12/2019). Angkie Yudistia berbagi pengalaman dengan Tribunnews mengenai pengalamannya menjabat sebagai Staf Khusus Presiden. Tribunnews/Jeprima
Staf Khusus Presidenan Bidang Sosial Angkie Yudistia saat berpose usai wawancara khusus dengan Tribun Network di Thisabel Head Office, Jakarta Pusat, Senin (23/12/2019). Angkie Yudistia berbagi pengalaman dengan Tribunnews mengenai pengalamannya menjabat sebagai Staf Khusus Presiden. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Jadi pernah bekerja di beberapa perusahan, saya belajar manajemen, saya belajar networking, belajar banyak hal ketika saya buat saya sendiri semakin banyak ketemu orang.

Banyak belajar sehingga pada menjadi stafsus presiden selaku jubir itu kan backgroundnya komunikasi jadi secara karir tidak salah jurusan. Tetap konsisten di komunikasi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas