Wacana Gaji Bulanan Diganti Sistem Per Jam, Disambut Baik Pengusaha, Ditolak Mentah-mentah Buruh
Wacana perubahan gaji pegawai dari per bulan menjadi per jam oleh pemerintah mendapat respons bertolak belakang dari pengusaha dan pekerja.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Whiesa Daniswara
Hariyadi pun mengungkapkan pihaknya siap jika perubahan tersebut diberlakukan.
Baca Juga : Wacana Pemerintah Ubah Gaji Bulanan Menjadi Per Jam, Kata Apindo hingga Menteri Tenaga Kerja
"Ya siap lah, kalau kita enggak ada masalah. Dan itu sudah biasa di negara lain juga melakukan hal yang sama. Itu juga bagus ke pekerjanya jadi dia bisa lebih fleksibel," katanya.
Sementara terkait dengan nominal penggajian, Hariyadi menyebut hal itu bergantung pada kebijakan perusahaan.
Karena masih rancangan, Hariyadi mengungkapkan terkait patokan nominal memiliki parameter yang banyak.
"Kalau untuk saran nominal itu nanti kesepakatannya. Ada patokan yang nanti akan ditetapkan dan proporsional dari situ. Apakah upah minimumnya atau upah di perusahaan itu, secara rata-rata. Jadi parameternya banyak," ungkapnya.
Sementara itu, target penyerahan Omnibus Law yang berisi aturan-aturan ketenagakerjaan ke DPR yang sebelumnya direncanakan pada akhir tahun ini, molor hingga paling lambat awal tahun depan.
Dilansir Kompas.com, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebut alotnya pembahasan Omnibus Law yakni karena sulitnya mempertemukan kepentingan pengusaha dan buruh atau tenaga kerja.
"Memang tidak gampang, butuh waktu, pasti mempertemukan antara kepentingan pengusaha dan tenaga kerja itu bukan hal yang gampang," ujar Ida, Rabu (25/12/2018).
Kajian yang dilakukan di antaranya mengenai upah berdasarkan jam.
Diketahui, skema pengupahan per jam sebenarnya sudah lumrah dilakukan di negara-negara maju.
Kementerian Ketenagakerjaan disebut Ida tengah melakukan inventarisasi dan mendengarkan masukan dari buruh dan dunia usaha.
(Tribunnews.com/Wahyu Gilang Putranto) (Kompas.com/Ade Miranti Karunia/Kiki Safitri/Muhammad Idris)