Soal Konflik di Laut Natuna, TNI Kerahkan 600 Personel untuk Jaga Wilayah ZEE Indonesia
Untuk menjaga wilayah ZEE Indonesia, TNI mengerahkan 600 personel pasukan intensitas operasi rutin dalam pengamanan Laut Natuna.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengerahkan 600 personel pasukan intensitas operasi rutin dalam pengamanan Laut Natuna.
Mereka ditugaskan untuk menjaga wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan, dalam Rapat Paripurna Tingkat Menteri yang membahas konflik Natuna, pemerintah Indonesia menyepakati adanya intensifikasi patroli di wilayah perairan tersebut.
"Dari rapat tadi juga disepakati beberapa intensifikasi patroli di wilayah tersebut dan juga kegiatan-kegiatan perikanan yang merupakan hak bagi Indonesia untuk mengembangkannya di Perairan Natuna," kata Retno Marsudi, Jumat (3/1/2020), seperti yang diberitakan Tribunnews.com sebelumnya.
Dilansir Tribunnews.com, 600 personel TNI yang disiagakan ini terdiri dari satu Kompi TNI AD Batalyon Komposit 1 Gardapat, satu Kompi gabungan TNI AL terdiri dari personel Lanal Ranai, Satgas Komposit Marinir Setengar, serta satu Kompi TNI AU (Lanud Raden Sadjad dan Satrad 212 Natuna).
Sementara itu, dalam pengarahannya pada prajurit, Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I) Laksamana Madya (Laksdya) TNI Yudo Morgono menegaskan, pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh kapal ikan asing di wilayah ZEE Indonesia merupakan ancaman pelanggaran batas wilayah.
"Itu perbuatan yang sangat mengancam kedaulatan Indonesia," kata Yudo, Sabtu (4/1/2020).
"Untuk itu, TNI wajib melakukan penindakan hukum terhadap pelanggar asing yang telah memasuki wilayah dan kegiatan ilegal berupa penangkapan ikan tanpa izin di Indonesia," sambungnya, seperti yang diberitakan Kompas.com.
Lebih lanjut, Yudo menyampaikan, operasi ini akan dilaksanakan oleh seluruh unsur TNI.
"Operasi ini dilaksanakan oleh TNI dari seluruh unsur, mulai dari laut, udara dan darat," jelasnya.
Diketahui, Pangkogabwilhan I telah ditugaskan untuk menggelar operasi menjaga wilayah Indonesia dari pelanggar asing sejak Rabu (1/1/2020).
Pemerintah Indonesia Tegaskan Tak Akan Akui Nine Dash Line
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD telah menggelar rapat bersama dengan sejumlah kementerian maupun lembaga terkait kapal-kapal asing yang bebas masuk Natuna.
Rapat Paripurna Tingkat Menteri tersebut berlokasi di Kantor Kemenko Polhukam Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, pada Jumat (3/1/2020).
Rapat dipimpin oleh Menko Polhukam Mahfud MD dan dihadiri oleh Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Siwi Sukma Adji, Kepala Bakamla Laksamana Madya A Taufiqoerrahman, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Usai melakukan rapat koordinasi, Menko Polhukam menggelar konferensi pers untuk menyampaikan sikap yang diambil oleh pemerintahan Indonesia dalam menghadapi situasi di perairan Natuna.
Dalam konferensi pers yang disiarkan melalui media sosial resmi Kemenko Polhukam, Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi, menyampaikan empat poin pernyataan dari hasil rapat koordinasi.
Di antaranya, Menlu menegaskan bahwa Indonesia tidak akan mengakui klaim sepihak Tiongkok atas teritorial lautnya yang disebut 'Nine Dash Line'.
"Indonesia tidak pernah akan mengakui Nine Dash Line, klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok, yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum Internasional terutama UNCLOS 1982," tegas Retno, dalam konferensi pers, Jumat (3/1/2020).
Sebelumnya, Retno juga mengonfirmasi adanya pelanggaran oleh kapal-kapal Tiongkok yang masuk ke wilayah ZEE Indonesia.
"Di dalam rapat tersebut kita menekankan kembali, pertama, telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal Tiongkok di wilayah ZEE Indonesia," tuturnya.
Lebih lanjut, Menlu menekankan bahwa wilayah ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional UNCLOS 1982.
"Tiongkok merupakan salah satu bagian dari UNCLOS 1982, oleh karena itu merupakan kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati implementasi dari UNCLOS 1982," tambahnya.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta/Gita Irawan) (Kompas.com/Kontributor Batam, Hadi Maulana)