Nelayan Pantura Siap Melaut dan Jaga Perairan Natuna
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tegal Riswanto mengaku siap untuk melaut dan turut menjaga perairan Natuna dari pencuri ikan.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tegal Riswanto mengaku siap untuk melaut dan turut menjaga perairan Natuna dari pencuri ikan.
Hal itu disampaikanya usai mendapat pengarahan dari Menko Polhukam Mahfud MD bersama ratusan nelayan pantai utara (Pantura) Jawa di ruang Nakula, Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2020).
"Intinya kami siap, bahwasanya Natuna adalah bagian dari NKRI dan kami siap mengisi, siap kami berlayar di laut Natuna dengan apa yang nanti akan menjadi aturan, kami siap mengikuti," kata Riswanto.
Baca: Luhut dan Mahfud MD Janji Selesaikan Omnibus Law Keamanan Laut untuk Back Up Bakamla
Diketahui, Pemerintah akan mengirimkan 120 nelayan Pantura ke Laut Natuna untuk melaut di sana.
Alasannya, banyak kapal-kapal asal Cina yang mencuri ikan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Riswanto mengatakan, program melaut ke Natuna sebenarnya sudah diarahkan pemerintah sejak Menko Kemaritiman era Rizal Ramli.
Namun, kala itu arahan tersebut terhenti tanpa alasan yang jelas.
Kini, nelayan kembali diarahkan untuk melaut di ZEE Indonesia setelah kapal Cina kedapatan mengambil ikan secara ilegal.
Baca: Soal Natuna, Mahfud MD Tegaskan Tak Akan Perang Lawan Cina, Tapi Menolak Jalur Diplomasi
"Sekarang ketika kita ada permasalahan ini baru kita kembali untuk diarahkan ke Natuna. Padahal menurut pemerintah sumber daya ikan di sana sangat melimpah dan patut kita kelola oleh nelayan-nelayan kita sendiri," jelasnya.
Meski demikian, Riswanto mengungkapkan kendala yang dihadali nelayan Pantura jika harus melaut ke perairan Natuna.
Yakni, ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) dan mahalnya biaya akomidasi.
"Untuk kapal-kapal di atas 30 gross ton (GT) kita kan memakai BBM industri. Sedangkan biaya yang kita butuhkan untuk melaut ke Natuna itu tidak sedikit. Termasuk paling besar adalah biaya operasional terkait dengan harga BBM itu," katanya.
Baca: Bakamla Ubah Pola Operasi Sikapi Masuknya Kapal Cina ke Perairan Natuna
Menurutnya, sebelum subsidi BBM untuk nelayan dicabut, banyak nelayan yang berlayar ke Natuna.
Tapi, ketika subsidi BBM dicabut dan dibatasi hanya untuk (kapal) 30 GT ke bawah, biaya operasional untuk melaut menjadi mahal.