Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Nelayan Pantura: Ke Natuna Sudah Diarahkan Sejak Menko Kemaritiman Era Rizal Ramli

Kini, nelayan kembali diarahkan untuk melaut di ZEE Indonesia setelah kapal China kedapatan mengambil ikan secara ilegal.

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Nelayan Pantura: Ke Natuna Sudah Diarahkan Sejak Menko Kemaritiman Era Rizal Ramli
Youtube Kompas TV
Salah satu tokoh nelayan natuna mengungkapkan kisah dan pengalamanya terkait kapal-kapal asing yang masuk ke perairan Natuna 

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA -Ratusan pria terlihat berbondong-bondong menyambagi kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2020) kemarin.  Mereka tak lain adalah para nelayan pantai utara (Pantura) Jawa dari berbagai wilayah. Mereka terlihat berpakaian rapih. Beberapa dari mengenakan kemeja.

Sesmenko Polhukam Letjen TNI Tri Soewandono bersama jajaran Kemenko Polhukam menerima para nelayan Natuna di pintu gerbang Kemenko Polhukam. Tri Soewandono pun terlihat menyalami para nelayan tersebut. Ia mempersilakan ratusan nelayan Pantura itu untuk menuju ruang Nakula, di lantai 6, Kemenko Polhukam.

Para nelayan Pantura itu akan berdialog dan mendapat arahan khusus dari Menko Polhukam Mahfud MD. Hal itu dimaksudkan untuk memberi bekal sebelum para nelayan Pantura berlayar di perairan Natuna Utara.

Dalam sambutan, Mahfud menyebut pengiriman para nelayan Pantura dimaksudkan untuk mengisi kegiatan nelayan lokal mencari ikan.

Baca: Luhut: Jangan Tuduh Kita Pro China Saja

Pengiriman nelayan, kata Mahfud, sebagai upaya pemerintah Indonesia melindungi Natuna dari pihak asing. Terutama, kapal-kapal ikan dan kapal coast guard Cina di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia tersebut sejak sekitar 10 Desember 2019 hingga saat ini.

"Salah satu keputusan ikutan dari situ adalah kita mau memobilisasi nelayan-nelayan dari Pantura dan mungkin pada gilirannya dari daerah-daerah lain di luar Pantura untuk beraktivitas kekayaan laut, mencari ikan dan sebagainya di sana," kata Mahfud MD.

Baca: Benang Merah Pembelaan Muslim Uyghur dan Krisis Natuna, Jual Beli Polemik Indonesia-Cina

Selain mencari ikan, Mahfud berharap para nelayan diminta ikut menjaga Natuna dari serbuan kapal asing. “Saudara nanti akan, selain saudara menggunakan hak saudara sebagai warga negara, juga menggunakan kewajiban saudara untuk turut membela negara, menunjukkan bahwa ini milik kami,” jelas Mahfud.

Berita Rekomendasi

Mendengar hal itu, ratusan nelayan Panturan menyambut dengan tepuk tangan. Mereka terlihat menyambut baik upaya pemerintah dalam upaya mengirim nelayan Pantura berlayar ke Natuna.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tegal Riswanto mengaku siap untuk melaut dan turut menjaga perairan Natuna dari pencuri ikan.

Baca: Langgar Kedaulatan Indonesia, Retno Marsudi: Tiongkok Harus Patuh Aturan UNCLOS!

"Intinya kami siap, bahwasanya Natuna adalah bagian dari NKRI dan kami siap mengisi, siap kami berlayar di laut Natuna dengan apa yang nanti akan menjadi aturan, kami siap mengikuti," kata Riswanto.

Baca: PKS Sebut Prabowo Lembek, Gerindra: Percuma Juga Gebrak Meja Tak Ada Action

Riswanto mengatakan, program melaut ke Natuna sebenarnya sudah diarahkan pemerintah sejak Menko Kemaritiman era Rizal Ramli. Namun, kala itu arahan tersebut terhenti tanpa alasan yang jelas.

Kini, nelayan kembali diarahkan untuk melaut di ZEE Indonesia setelah kapal China kedapatan mengambil ikan secara ilegal.

Baca: Tak Hiraukan TNI, Kapal Tiongkok Masih Nekat Terobos Natuna, Yudo Margono: Kami Perkuat Lagi


"Sekarang ketika kita ada permasalahan ini baru kita kembali untuk diarahkan ke Natuna. Padahal menurut pemerintah sumber daya ikan di sana sangat melimpah dan patut kita kelola oleh nelayan-nelayan kita sendiri," jelasnya.

Meski demikian, Riswanto mengungkapkan kendala yang dihadali nelayan Pantura jika harus melaut ke perairan Natuna.Yakni, ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) dan mahalnya biaya akomidasi.

Baca: Negara Asing Jangan Ganggu Kedaulatan RI

"Untuk kapal-kapal di atas 30 gross ton (GT) kita kan memakai BBM industri. Sedangkan biaya yang kita butuhkan untuk melaut ke Natuna itu tidak sedikit. Termasuk paling besar adalah biaya operasional terkait dengan harga BBM itu," katanya.

"Dulu itu ketika tidak ada pencabutan harga BBM untuk subsidi kita mampu ke sana dan banyak. Tapi, ketika BBM subsidi sudah dicabut dibatasi hanya untuk (kapal) 30 GT ke bawah, dan yang untuk 39 GT ke atas kita memakai BBM industri, otomatis itu menambah biaya operasional yang ada," kata dia.

"Padahal kita sifatnya adalah mencari ikan yang belum tentu kita dapat hasil ikannya," ujarnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas